Catatan 6 bulan Penanganan Pandemi di Indonesia | Koalisi Warga untuk LaporCovid-19 6 Bulan Mencatat Kematian: Mereka Bukan Hanya Angka
Jakarta, Gramediapost.com
Ribuan orang telah meninggal, ratusan di antaranya tenaga kesehatan (nakes). Selama itu pula, relawan Laporcovid19.org mencatat jumlah korban yang terus bertambah. Sebagian korban adalah saudara, kerabat, dan sahabat. Setiap korban punya kisah dan relasi sosial. Mereka bukan hanya angka-angka.
Menginjak bulan keempat, angka resmi kasus terkonfirmasi di Indonesia sudah melampaui jumlah kasus di China, yang merupakan episenter awal wabah Covid-19. Sementara negara-negara tetangga berhasil menekan dan mengendalikan kurva pandemi dan perlahan bangkit kembali, angka kasus di Indonesia terus meningkat. Setiap hari semakin banyak tenaga kesehatan di Indonesia yang gugur dalam menjalankan tugas.
Selama enam bulan setelah pemerintah secara resmi mengakui adanya kasus infeksi Coronavirus Disease 2019 (Covid-19), situasi pandemi di Indonesia belum membaik, bahkan kian mengkhawatikan. LaporCovid-19 mencatat beberapa hal sebagai berikut:
1. Data kematian yang dilaporkan pemerintah masih belum mengacu pada pedoman Badan Kesehatan Dunia (WHO) terkait pelaporan korban untuk menyertakan seluruh data terduga dan terkonfirmasi Covid-19. Data yang dikumpulkan tim relawan LaporCovid-19 sejak bulan Mei dari 514 kabupaten kota menunjukkan, jumlah kematian terkait Covid-19 dari minggu ke minggu selalu jauh lebih banyak dari laporan resmi pemerintah pusat, berkisar antara lebih dari 2.5 – 4.2 kali lipat dari angka kematian terkonfirmasi positif melalui tes molekuler PCR1.
2. Pemerintah belum membuka data statistik Covid-19 secara transparan ke publik, di antaranya terkait jumlah tes berbasis PCR di tiap kabupaten/kota, sehingga masyarakat tahu tentang situasi di daerahnya dengan lebih baik. Zonasi wilayah hendaknya dibangun dari jumlah pemeriksaan yang memadai. Kriteria Zona Hijau atau Zona Tidak Terdampak, tanpa dilengkapi kecukupan jumlah dan cakupan tes, perlu dievaluasi karena dapat memberikan rasa nyaman ‘semu’ dan menurunkan kewaspadaan masyarakat. Pemerintah hendaknya memastikan suatu wilayah tidak terdampak Covid-19 dengan membuktikan bahwa penelusuran kontak dan pelaksanaan tes PCR sesuai dengan rekomendasi WHO. Selain meningkatkan jumlah tes, jangkauan test juga harus diperluas, termasuk memeriksa orang tanpa gejala, sehingga sirkulasi penularan bisa diputus.
3. Di tengah peningkatan positiviy rate dan penambahan kasus harian yang mencapai ribuan orang, saat ini sekolah dan sejumlah kegiatan ekonomi dibuka. Ini berisiko memicu penularan lebih luas dan lebih cepat, termasuk kepada anak-anak dan ekosistem pendidikan. Laporcovid-19.org, menerima banyak laporan dari guru-guru dan orang tua terhadap risiko penularan di sekolah ini. Bahkan, banyak sekolah yang telah menjadi kluster baru, termasuk pondok pesantren. Padahal, Indonesia termasuk negara dengan jumlah kasus Covid-19 pada anak-anak dan tingkat kematian karena Covid-19 lebih tinggi dari kebanyakan negara lain.
Berdasarkan data-data dan laporan yang kami terima, kami berharap Pemerintah, melalui Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Nadiem Makarim meninjau ulang kebijakan membuka kembali Kegiatan Belajar Mengajar tatap muka di sekolah di zona manapun dalam rangka memberikan perlindungan penuh terhadap kesehatan siswa dan tenaga kependidikan. Selain itu, pemerintah harus memberikan informasi dan data statistik Covid-19 yang transparan kepada orang tua dan masyarakat untuk meningkatkan kewaspadaan mereka terhadap risiko pandemi.
4. Laporan yang dikumpulkan LaporCovid-19 dari chatbot laporan warga juga menunjukkan banyak masyarakat yang masih melanggar protokol kesehatan, dengan membuat kerumunan, dengan tidak menjaga jarak aman dan abai memakai masker. Laporan keramaian menjadi laporan terbanyak yang kami dapatkan. Ini juga sesuai dengan survei persepsi risiko yang dilakukan Laporcovid-19 bersama NTU di Jakarta dan Surabaya, yang menunjukkan sebagian besar masyarakat belum siap memasuki “normal baru”, di antaranya karena belum taat protokol kesehatan. Dengan ini kami mengajak masyarakat untuk lebih taat potokol, dan pemerintah sebaiknya kosisten memberikan informasi, serta sanksi dan dukungan bagi mereka yang tidak punya pilihan, selain harus bekerja di luar rumah.
5. Selain itu, kami juga banyak menerima laporan adanya kluster perkantoran, namun ada kecenderungan hal itu ditutupi oleh pengelola perkantoran/gedung. Ini menyebabkan kekhawatiran dari para pekerja karena bisa meningkatkan risiko penularan. Oleh karena itu, kami mengharapkan adanya transparansi informasi dan jaminan keselamatan pekerja. Pemerintah diharapkan juga lebih mengintensifkan penelurusuan kontak, dan menindaklanjuti setiap keluhan terkait ini.
6. LaporCovid-19 juga melakukan pemantauan kematian tenaga Kesehatan yang terus meningkat. Tak hanya menghadapi risiko penularan yang kian tinggi, kami juga menerima laporan tentang maraknya stigmatisasi yang dialami tenaga kesehatan. Survei yang kami lakukan terkait stigmatisasi, terhadap penyintas Covid-19, baik dari kalangan nakes maupun masyarakat umum juga menunjukkan, lebih dari separuhnya mengalami stigma. Bentuknya mulai dari ejekan, penolakan, hingga pengusiran. Oleh karena itu, kami harap semua pihak, utamanya pemerintah untuk lebih memperhatikan hal ini, karena stigma bisa memperdalam dampak pandemi.
Kini, pertambahan kasus Covid-19 mencapai lebih dari 3,000 per-hari dan tiap hari puluhan hingga ratusan orang meninggal. Semua pihak harus bersatu untuk mengendalikan wabah ini. Untuk pemerintah, kami harap menjalankan tugas mengoptimalkan surveilans, yaitu testing, tracing, dan isolating untuk menekan penyebaran Covid-19.
Pemerintah juga harus secepatnya mengambil langkah emergensi yang bijak antara lain dengan berhati-hati membuka aktivitas ekonomi maupun kegiatan publik yang berisiko. Nyawa manusia semestinya dipandang lebih berharga, sesuai dengan amanat konsitusi, bahwa Negara harus memenuhi hak hidup dan menjamin hak layanan kesehatan setiap warga negaranya.
Masyarakat diharapkan bisa berkontribusi dengan menjaga keselamatan dan taat protokol kesehatan agar tidak memberi beban berlebih kepada para nakes yang sudah mengalami burned out dan berguguran.
Hingga saat ini, lebih dari 100 Dokter dan lebih dari 70 perawat telah gugur karena Covid-19. Maka, LaporCovid19 dengan ini meluncurkan Pusara Digital sebagai dokumentasi dan penghormatan kepada mereka yang telah wafat di medan Covid-19. Dalam dokumentasi ini, kami mengacu pada panduan WHO pada 11 April 2020, bahwa korban Covid-19, selain yang telah terkonfirmasi melalui tes molekuler juga termasuk orang yang diduga terpapar virus ini berdasarkan gejala klinis. Hal ini dikecualikan jika ada penyebab lain yang sudah terbukti tak terkait Covid-19, misalnya karena benturan.
Kali ini, pusara digital dikhususkan untuk korban dari kalangan nakes, namun ke depan kami berencana membangun pusara untuk seluruh korban yang meninggal karena COVID-19. Kami mengundang semua pihak untuk turut melengkapi informasi serta menaburkan bunga melalui testimoni dan untaian kata di https://nakes.laporcovid19.org/
Jika ada informasi mengenai keluarga atau rekan sejawat/tenaga kesehatan meninggal terkait Covid-19 bisa disampaikan juga lewat Bot laporcovid di nomor 0812-9314-9546.
Kontak:
Irma Hidayana: +1-917-941-9383
Lenny Ekawati, tim Pusara Digital: +62-812-9477-690
Tentang Koalisi Warga untuk Lapor COVID-19.
Dibentuk oleh sekelompok individu yang memiliki perhatian terhadap hak asasi warga dan masalah kesehatan masyarakat terkait pandemi COVID-19. LaporCOVID-19 adalah wadah (platform) sesama warga untuk berbagi informasi mengenai angka kejadian terkait COVID-19 di sekitar kita. Menggunakan pendekatan citizen reporting atau crowdsourcing agar setiap warga bisa ikut menyampaikan informasi seputar kasus terkait COVID-19 melalui chat dengan WAbot LaporCOVID-19: https://api.whatsapp.com/send?phone=6281293149546&text=hi atau Telegram http://t.me/laporcovid19bot. Ketik “hi,” “halo,” atau apa saja dan enter untuk memulai pelaporan.
***
Catatan kaki 1:
1 Angka ini masih bisa lebih besar lagi mengingat belum sepenuhnya wilayah Indonesia terdata, selain juga sebagian pemerintah daerah tidak mencantumkan jumlah ODP/PDP yang meninggal. Hingga 3 September, jika mengacu pada definisi kematian WHO yang juga mengakomodasi kematian terduga Covid-18, angkanya masih lebih dari 2.3 kali lipat dari angka kematian terkonfirmasi secara PCR. Detail angka lihat di sini: https://laporcovid19.org/publik/ Perubahan terminologi ODP/PDP menjadi Suspek, Probable dst menyebabkan tim relawan sulit memetakan data statistik Covid-19 yang sebenarnya. Kami mencatat hanya 120 kota kabupaten yang memiliki data tsb. Padahal jika terdapat data suspek meninggal dan probable meninggal, angka kematian terduga covid bisa bertambah 2600an.