*EDITORIAL MEDIA INDONESIA*
*Paradigma Baru Cegah Radikalisme*
*RADIKALISME merupakan paham atau gagasan untuk melakukan perubahan sosial-politik menggunakan cara-cara ekstrem, termasuk kekerasan dan terorisme*. Mereka yang berpaham radikal mendambakan perubahan cepat, drastis, dan *tidak jarang menerabas sistem sosial yang telah berlaku di suatu negara atau wilayah tertentu.*
*Beberapa tahun terakhir, perkembangan paham radikalisme di berbagai belahan dunia, termasuk Indonesia, dilaporkan kian mengkhawatirkan.*
*Permintaan Presiden Joko Widodo kepada jajarannya untuk melakukan pencegahan gerakan radikalisme yang disampaikan dalam rapat terbatas* dengan agenda penyampaian program dan kegiatan di bidang politik, hukum, dan keamanan di Kantor Presiden, Jakarta, Kamis (31/10), *menunjukkan betapa seriusnya perkembangan dari paham tersebut.*
*Ditegaskan bahwa pemberantasan radikalisme dan intoleransi merupakan salah satu fokus pemerintahan Jokowi pada periode kedua*. Presiden bahkan sempat melempar wacana untuk mengubah istilah radikalisme dengan manipulator agama sebagai salah satu solusi untuk mengatasi paham tersebut.
*Apa pun itu, kita sepakat dengan Presiden yang mengenali dengan cermat persoalan radikalisme yang terus menghantui keberadaan bangsa ini.* Kalaupun benar bahwa tidak terlepas dari pengaruh global, gerakan radikalisme memang terus bertumbuh dalam skala lebih meluas dan masif sejalan dengan revolusi informasi era 4.0.
*Sebagai wilayah yang tidak terbebas dari revolusi era informasi 4.0, Indonesia pun mau tidak mau dan suka tidak suka harus pula bersiap membentengi diri* dari dampak pengaruh global yang negatif, termasuk di dalamnya perkembangan paham radikalisme.
*Sudah tepat jika Presiden dan jajaran di bawah Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan melakukan redefinisi dan reevaluasi atas persoalan radikalisme*. Dengan redefinisi dan reevaluasi tersebut diharapkan pemerintah lebih mengenali substansi dari persoalan radikalisme.
*Kita melihat pendekatan dalam memecahkan persoalan radikalisme selama ini belum membawa hasil optimal*. Indikasinya ialah dari waktu ke waktu gejala radikalisme bukannya semakin berkurang, melainkan justru semakin marak dan mengkhawatirkan.
*Karena itu, pendekatan untuk mengatasi radikalisme harus diubah*. Pola lama yang tidak efektif dan cenderung oversimplifikasi dan overgeneralisasi dalam memandang radikalisme tidak boleh diteruskan. *Konsekuensinya, program dan rencana aksi yang terbukti tidak efektif dan bahkan kontraproduktif pun harus ditanggalkan*. Program dan rencana aksi harus diganti dengan yang lebih baik dan produktif.
*Kita sepakat dengan pendekatan baru pemerintah untuk, misalnya, mengubah paradigma yang mengasosiasikan penganut radikal berasal dari kelompok agama tertentu. Paradigma ini harus diubah*. Kita mendukung penegasan Menko Polhukam Mahfud MD bahwa radikalisme tidak identik dengan Islam dan agama tertentu atau orang dan ormas tertentu.
*Program deradikalisasi pun harus dievaluasi dan direvisi agar lebih sesuai dengan perubahan paradigma yang dipilih pemerintah tersebut*. Kita mengapresiasi penanganan radikalisme yang akan dilakukan lintas kementerian. *Namun, hendaknya cara-cara represif tidak digunakan. Pada era revolusi 4.0, cara-cara represif tidak akan membawa hasil, sebaliknya ia justru akan menjadi bumerang*.
*Pendekatan dan paradigma baru dalam menangani radikalisme sebaiknya juga lebih menyasar pada akar masalah*. Salah satunya ialah ketidakadilan, bukan hanya di bidang ekonomi, melainkan juga di bidang politik, hukum, sosial, dan kemasyarakatan.
*Akar persoalan itu sejatinya sudah dikenali dengan baik oleh pemerintah*. Namun, persoalan ini belum dapat diselesaikan dan dituntaskan secara komprehensif. *Dengan pendekatan baru yang lebih substantif tersebut, kita percaya, pencegahan dan pemberantasan paham radikalisme akan lebih membawa hasil.*