*EDITORIAL MEDIA INDONESIA*
*Panglima dan Kapolri Berkantor di Papua*
*KONDISI keamanan di Papua dan Papua Barat berangsur normal*. Masyarakat kembali beraktivitas seperti biasa dan kegiatan perekonomian mulai pulih. *Meski begitu, situasi masih labil. Hanya dengan sedikit provokasi, sewaktu-waktu peristiwa serupa dapat timbul kembali.*
*Dalam setiap kekacauan, para penunggang gelap beraksi. Isu separatisme pun menguat*. Bahkan, pihak asing dengan tidak tahu malu ikut terlibat memprovokasi warga. *Hasilnya, emosi warga berkali-kali terpancing.*
*Setelah kasus tindakan rasialis terhadap mahasiswa Papua di Surabaya dan Malang mencuat, terhitung sedikitnya tiga kali peristiwa kerusuhan timbul di Papua dan Papua Barat*. Yang terbaru, aksi massa anarkitis terjadi pada Kamis, 29 Agustus lalu di Jayapura.
*Hal yang paling mendesak kini ialah memulihkan kondisi keamanan*. Maka, tepat keputusan Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto dan Kapolri Jenderal Tito Karnavian berkantor sementara di Papua. *Bukan berarti untuk melawan kekerasan dengan kekerasan.*
*Panglima TNI dan Kapolri perlu memastikan negara hadir memberikan jaminan keamanan bagi seluruh warga Papua dan tidak tunduk kepada para pelanggar hukum.*
*Kita ketahui pula, penegakan hukum telah dilakukan tanpa diskriminasi*. Pelaku rasialisme ditindak, separatisme dihalau, dan warga asing yang memprovokasi ditendang keluar dari Indonesia. *Malah, negara mestinya berlaku lebih tegas dengan memasukkan para warga asing itu ke daftar hitam. Tidak boleh lagi masuk Indonesia.*
*Situasi di Papua dan Papua Barat memang tidak bisa dianggap enteng. Kerusuhan sewaktu-waktu masih bisa terjadi lagi*. Tentu, dipicu provokasi dari pihak-pihak yang berusaha memetik keuntungan dari kekacauan di Papua. *Yang perlu ditekankan, ribuan warga bisa jadi terprovokasi dan berlaku anarkistis, tetapi jutaan lainnya menginginkan suasana damai dalam naungan NKRI*.
*Di saat hukum ditegakkan, upaya dialog mesti berlanjut*. Adalah fakta bahwa selama ini rakyat Bumi Cenderawasih cenderung terpinggirkan dalam pembangunan nasional. *Terbukti, hingga tahun ini predikat provinsi termiskin hampir selalu disandang Papua dan Papua Barat.*
*Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) per Maret 2019, Papua merupakan provinsi dengan jumlah penduduk miskin mencapai 27,53%, persentase terbesar di Indonesia*. Ya, di tempat kedua ialah Papua Barat, yang berpenduduk miskin sebanyak 22,17%. *Masih ada lagi, Nusa Tenggara Timur (NTT) di tempat ketiga dengan 21,09% penduduknya tergolong miskin.*
*Mari kita bandingkan dengan angka kemiskinan secara nasional*. Tahun ini, angka kemiskinan tercatat 9,41%, jauh di bawah persentase penduduk miskin di ketiga provinsi itu. *Upaya pemerintah untuk menggeser pembangunan yang selama ini terlampau Jawasentris menjadi lebih ke timur sudah tepat*. Meski begitu, perlu akselerasi untuk mengangkat kesejahteraan rakyat di Indonesia Timur.
*Begitu pula di Papua dan Papua Barat*. Kita berharap pemerintah segera membangun fasilitas-fasilitas perekonomian seperti pabrik semen, pupuk, dan produksi sarana transportasi di wilayah Papua. *Bukan sekadar rencana, apalagi hanya wacana. Lalu serap sebanyak-banyaknya tenaga kerja lokal.*
*Namun, rencana-rencana pembangunan itu tidak ada gunanya bila kondisi wilayah setempat bergejolak. Keamanan merupakan syarat mutlak menapaki jalan menyejahterakan rakyat. Panglima TNI dan Kapolri berkantor di Papua untuk memastikan keamanan hadir.* Selanjutnya, kesejahteraan mampu menyingkirkan kecemburuan yang mengipasi separatisme. *Semua berawal dari Tanah Papua yang aman dan damai.*