Rekonsiliasi bukan Kompromi

0
465

*EDITORIAL MEDIA INDONESIA*

 

*Keteladanan dalam berpolitik tampaknya akan terus dibutuhkan dari waktu ke waktu, terutama di saat bangsa menghadapi persoalan krusial dalam praktik berdemokrasi di Tanah Air*. Elite mestinya tidak perlu lagi mempertahankan perseteruan panjang dalam kontestasi pemilu.

*Tidak relevan lagi terbagi dan terbelah dalam kelompok-kelompok kompetisi*. Saatnya bersatu padu kembali melanjutkan pembangunan negeri. *Rivalitas sudah selayaknya dikubur dalam-dalam untuk menyatukan semangat memajukan bangsa.*

*Menjadi keniscayaan bagi elite untuk menunjukkan keteladanan dengan membangun rekonsiliasi.* Ketika bangunan persatuan erat itu tercipta di tingkat elite, tentu rakyat akan lebih mudah untuk kembali punya kesadaran bersama-sama membangun bangsa.

*Terciptanya rekonsiliasi diharapkan mampu menyatukan masyarakat Indonesia yang terbelah selama pelaksanaan pemilu*. Namun, tentu bangunan rekonsiliasi harus berpijak pada fondasi kukuh kepentingan bangsa dan negara, bukan hanya kelompok atau segelintir elite.

*Untuk itulah, sangat risih di telinga ketika muncul perbincangan bahwa rekonsiliasi harus dibarengi dengan seabrek persyaratan.* Ada yang meminta kursi di kabinet, pembagian jatah kursi pimpinan parlemen, menuntut pemutihan kasus-kasus hukum, bahkan muncul syarat pemulangan Imam Besar Front Pembela Islam, Rizieq Shihab.

*Rekonsiliasi bukanlah kompromi yang mengharuskan adanya barter kepentingan dua belah pihak yang berseteru sehingga tercipta peleburan kepentingan baru*. Apalagi untuk urusan hukum karena hukum tidak mengenal adanya kompromi.

*Begitu juga soal tuntutan jatah kursi menteri.* Dalam sistem presidensial yang dianut Indonesia, urusan mengangkat menteri ialah hak prerogatif presiden, bukan tuntutan partai politik, apalagi sebagai alat barter rekonsiliasi.

*Rekonsiliasi merupakan perbuatan menyelesaikan perbedaan dan memulihkan hubungan persahabatan pada keadaan semula*. Tidak harus ada kepentingan yang mesti dipertukarkan. *Jangan terjebak rekonsiliasi hanya memikirkan negosiasi, memikirkan kepentingan elite semata.*

Baca juga  Penuh Kemeriahan, Berikut 5 Fakta Piala Eropa 2020 Yang Harus Kamu Tahu!

*Rekonsiliasi seharusnya alamiah, tidak perlu dipaksakan, berjalan atas kesamaan visi-misi*. Rekonsiliasi semestinya buah kesadaran kedua belah pihak untuk mengutamakan kepentingan nasional, alih-alih kepentingan sepihak, apalagi menjadi narasi untuk mendapatkan kekuasaan.

*Sangat rendah derajatnya jika rekonsiliasi hanya disetarakan sebagai upaya barter kepentingan*. Akan lebih baik jika yang dikedepankan ialah kepentingan untuk memajukan dan mengelola bangsa ini ke depan, *baik itu sebagai penyelenggara pemerintahan maupun berada dalam parlemen untuk menjalankan pengawasan.*

*Peran untuk memajukan bangsa tidak hanya lewat pemerintahan*. Semua punya tanggung jawab yang sama sebab semua anak bangsa di negeri ini punya saham untuk menentukan masa depan Ibu Pertiwi ini. *Tidak hanya pasangan Joko Widodo-Ma’ruf Amin yang memenangi Pemilu Presiden 2019, bukan pula cuma Prabowo Subianto-Sandiaga Uno yang mengantongi 44,5% suara.*

*Jika kebetulan Jokowi-Ma’ruf Amin yang harus menjadi nakhoda pemerintahan Indonesia lima tahun mendatang, itu karena hasil kesepakatan demokrasi bangsa ini melalui pemilu*. Indonesia tidak bisa hanya dibangun partai-partai koalisi pendukung pemerintah. *Kehadiran partai-partai di luar pemerintahan alias oposisi sangat diidamkan untuk mejalankan fungsi kontrol dan penyeimbang.*

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here