Jakarta, Gramediapost.com
Kementrian Kelautan dan Perikanan (KKP) yang dipimpin oleh Susi Pudjiastuti pada hari Selasa, 25 Juni 2019 pukul 08.30 – 13.00 bertempat di Marine Heritage Galery Gedung Mina Bahari IV lt. 2 KKP mengadakan seminar untuk umum yang berjudul “The Richness of Indonesian Marine Tradition”. Peserta terdiri dari mahasiswa-i, guru-guru sejarah, dll. Suatu terobosan yang sangat bagus untuk mendekatkan diri dan menambah wawasan bagi masyarakat umum.
Materi terkait Menjaga konsep pemanfaatan ruang laut melalui kearifan lokal (local wisdom) masyarakat pesisir dan pulau-pulau kecil dibawakan oleh nara sumber Kasubdit Masyarakat Hukum Adat KKP yaitu Bp. R. Moh Ismail.
Masyarakat terdiri masyarakat lokal, masyarakat hukum adat, masyarakat tradisional. Pulau-pulau kecil, sebaran kearifan lokal, pesisir.
UU no. 27/2007 JO UU no. 1/2014 tentang *Perubahan atas Undang-Undang nomor 27 tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau kecil*
Pasal 1 ayat 2 : *Wilayah Pesisir adalah daerah peralihan antara Ekosistem darat dan laut yang dipengaruhi oleh perubahan di darat dan di laut.*
Pasal 1 ayat 3 : *Pulau kecil adalah pulau dengan luas lebih kecil atau sama dengan 2.000 km2 (dua ribu kilo meter persegi) beserta kesatuan Ekosistemnya*
Pasal 1 ayat 21 : *Sempadan pantai adalah daratan sepanjang tepian yang lebarnya proposional dengan bentuk dan kondisi fisik pantai minimal 100 (seratus) meter dari titik pasang tertinggi ke arah darat.*
Catatan berpedoman pasal tersebut berarti tidak diperkenankan berdiri bangunan di sepanjang tepian pantai.
Sertifikat di sebaran pantai seyogyanya dipindahkan mengingat bahaya Tsunami.
Semua kegiatan di daratan akan berdampak di lautan.
Kegiatan tata ruang di darat berdampak di laut. Harus ingat zonasi.
Gambaran umum kearifan lokal.
Yaitu nilai-nilai luhur yg masih berlaku di daerah tersebut.
*Indonesia mempunyai budaya dan kearifan lokal yg sangat besar sekali* sudah selayaknya dijaga dan dilestarikan.
Sungguh amat disayangkan anak muda sekarang melupakan budaya negeri sendiri dan beralih ke game-game dari luar.
Nyanyian, pantun, tarian, kesenian termasuk harga diri bangsa Nawa Cita ke 3. Nawa Cita ke 9 Kebhineka tunggal ikaan.
Tarian, nyanyian, pantun, adat budaya.
Kearifan lokal ada dua yaitu di darat dan perairan.
Kementerian Kelautan dan Perikanan KKP melalui Direktorat Pendayagunaan Pesisir dan Pulau-pulau kecil (Ditjen PRL, KKP) mengadakan kajian lapangan tahun 2016-2017 di 7 (tujuh) lokasi terkait Kearifan lokal dari masyarakat pesisir dan pulau-pulau kecil di Nusantara.
1. Lhok : Kuasa Panglima Laot di Sabang – Pulau Weh, Aceh.
2. Mensucikan Laut.
Kuranji Dalang, Lombok Barat – NTB.
3. Awik-awik Benteng Terakhir, Gili Belek, Lombok Timur – NTB.
4. Laut, Adat, Syariat.
Sapeken, Sumenep Madura – Jawa Timur.
5. Memanen di Laut dan di Darat.
Bangkagi – Tojo Una-una, Sulawesi Tengah.
6. Sero : alat tangkap tradisional. Bangkurung – Banggal Laut, Sulawesi Tengah.
7. Warisan dari Nusa Enos. Pulau Selaru-Maluku Tenggara Barat, Maluku.
Tiap daerah mempunyai nama berbeda tapi intinya sama.
Visi KKP :
*”Mewujudkan sektor kelautan dan perikanan Indonesia yang mandiri, maju, kuat dan berbasis kepentingan Nasional”.*
Misi :
1. Kedaulatan (Sovereignty)
2. Keberlanjutan (Sustainability)
3. Kesajahteraan (Prosperity)
Menuju Penguatan Masyarakat Hukum Adat/Lokal.
Kearifan lokal, yang menjadi istilah populer saat ini sebenarnya bukanlah sebatas pengetahuan lokal namun juga mampu dimanifestasikan secara empiris dalam wujud peralatan keseharian mereka, kesenian, bahasa dan aspek kehidupan lainnya.
Pengetahuan dan kearifan lokal ini tumbuh dan berkembang di tempat lahirnya dan dipergunakan serta dirajut dalam satu untaian Negara Kesatuan Republik Indonesia yang terdiri dari kepulauan dari Sabang sampai Merauke.
Meskipun hidup dan berkembang di tataran lokal, nilai yang terkandung di dalamnya sangat *universal*.
Betapa sangat penting kita sebagai warga negara Indonesia memahami dan memaknai tentang kearifan lokal dari masyarakat pesisir dan pulau-pulau kecil di Nusantara karena merekalah yang berhadapan langsung dengan lautan, pesisir dan pantai-pantai. Mereka juga yang menjadi ujung tombak saat terjadi tsunami.
Dengan menyadari adat istiadat, budaya masyarakat dan kearifan lokal yang begitu sangat beragam adalah merupakan sebuah kekayaan warisan nenek moyang yang menjadi modal yang kuat untuk menciptakan bangsa yang besar dan maju. Penutup kata “Bukankah nenek moyang kita seorang pelaut?”.
(Johan Sopaheluwakan/Lili Judiarti)