Malaysia yang Membebaskan Majikan Adelina dari Jeratan Hukum
melakukan kekerasan berujung kematian terhadap Adelina Sau.
Berikut dibawah ini kronologis kasus yang dialami oleh Pekerja Rumah Tangga Migran (PRT Migran) dari Nusa Tenggara Timur (NTT).
1.Adelina Sau (21 tahun) Pekerja Rumah Tangga Migran (PRT Migran) asal
Desa Abi Kecamatan Oenino, Kabupaten Timur Tengah Selatan (TTS), Nusa
Tenggara Timur (NTT), yang bekerja di Malaysia. Ia meninggal dunia di
Hospital Bukit Mertajam, Penang pada 11 Februari 2018. Dari keterangan
BNP2TKI, kematiannya diduga akibat disiksa oleh majikannya[ Lihat:
https://news.detik.com/berita/
kematian pekerja Migran Indonesia yang tertinggi, dibandingkan dengan
negara tujuan lain di seluruh dunia. Data dari Badan Nasional Penempatan
dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) menunjukan bahwa selama tahun 2017 tercatat 217 kasus kematian Pekerja Migran Indonesia yang meninggal dunia di luar negeri. Dari jumlah tersebut, 69 kasus (32 %) terjadi di Malaysia. Kasus kematian Adelina merupakan dampak dari lemahnya perlindungan dua negara (baik Indonesia sebagai negara asal,
maupun Malaysia sebagai negara tujuan) terhadap PRT Migran yang bekerja di ruang domestik, yang juga rentan sebagai korban perdagangan
orang (human trafficking);
yaitu R Jayavartiniy (32 tahun) dan S.Ambika (59 tahun), adalah putusan
yang menodai rasa keadilan bagi Adelina, keluarga, Pekerja Migran
Indonesia, bangsa Indonesia maupun warga bangsa di ASEAN;
4.UU no 18 Tahun 2017 (Pasal 33) memandatkan Pemerintah Indonesia untuk memberikan perlindungan hukum terhadap Pekerja Migran Indonesia sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan, hukum negara tujuan penempatan, serta hukum dan kebiasaan internasional. Komnas Perempuan mengkhawatirkan putusan bebas kepada pelaku, membawa preseden buruk untuk menyuburkan impunitas para pelaku yang mengancam jaminan perlindungan dan keadilan bagi buruh migran.Untuk itu Komnas Perempuan mendesak:
1.Pemerintah Indonesia harus melakukan upaya desakan kepada Jaksa Penuntut (Deputy Public Persecutor) untuk mengajukan banding atau appeal (yang waktunya hanya dibatasi 14 hari);
atas hak pemulihan termasuk kompensasi bagi keluarga, hak atas kebenaran serta hak atas keadilan;
NHRI di ASEAN untuk membuat pelaporan tentang pelanggaran hak asasi migran yang akan diserahkan ke mekanisme HAM PBB saat Malaysia di-review di PBB, antara lain melalui mekanisme UPR (Universal Periodic Review), CEDAW, dll;
Commission on Human Rights (AICHR), ACWC (ASEAN Commission on the
Promotion and Protection of the Rights of Women and Children), ACMW
(ASEAN Committee on Migrant Workers) untuk bersikap dan melakukan
langkah sistemik untuk pencegahan dan perlindungan khususnya mencegah
impunitas pelaku kejahatan kepada buruh migran perempuan;
komitmen dan mengimplementasikan ACTIP (The ASEAN Convention Against
Trafficking in Persons, Especially Women and Children), ASEAN Consensus
on the Protection and Promotion of the Rights of Migrant Workers dan GCM
(The Global Compact for Safe, Orderly and Regular Migration);
menerbitkan aturan turunannya agar dapat dioperasionalkan dan
meratifikasi Konvensi ILO 189 tentang kerja layak PRT;
8.Pemerintah RI melakukan pendokumentasian, khususnya kasus-kasus femicida (pembunuhan perempuan karena dia perempuan) dalam berbagai konteks kekerasan, termasuk konteks kerentanan migran perempuan menjadi korban femicida baik secara langsung maupun secara gradual.Kontak Narasumber:
Thaufiek Zulbahary, Komisioner (08121934205)
Magdalena Sitorus, Komisioner (0818727038)
Imam Nahei, Komisioner (082335346591)