Scroll untuk baca artikel
Example 325x300
Example floating
Example floating
Example 728x250
BERITANasional

Pernyataan Sikap Komnas Perempuan Atas Putusan Pengadilan Tinggi  Malaysia yang Membebaskan Majikan Adelina dari Jeratan Hukum

43
×

Pernyataan Sikap Komnas Perempuan Atas Putusan Pengadilan Tinggi  Malaysia yang Membebaskan Majikan Adelina dari Jeratan Hukum

Sebarkan artikel ini
Example 468x60
Pernyataan Sikap Komnas Perempuan Atas Putusan Pengadilan Tinggi
Malaysia yang Membebaskan Majikan Adelina dari Jeratan Hukum
“Membebaskan Pelaku Kekerasan Adalah Preseden Buruk Suburkan Impunitas dan Mencerabut Hak Pekerja Migran Perempuan atas Jaminan Perlindungan dan Keadilan”
Jakarta, Gramediapost.com
Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) menyatakan keprihatinannya mengenai keputusan yang dikeluarkan oleh Putusan Pengadilan Tinggi Malaysia yang membebaskan pelaku yang
melakukan kekerasan berujung kematian terhadap Adelina Sau.

Berikut dibawah ini kronologis kasus yang dialami oleh Pekerja Rumah Tangga Migran (PRT Migran) dari Nusa Tenggara Timur (NTT).

1.Adelina Sau (21 tahun) Pekerja Rumah Tangga Migran (PRT Migran) asal
Desa Abi Kecamatan Oenino, Kabupaten Timur Tengah Selatan (TTS), Nusa
Tenggara Timur (NTT), yang bekerja di Malaysia. Ia meninggal dunia di
Hospital Bukit Mertajam, Penang pada 11 Februari 2018. Dari keterangan
BNP2TKI, kematiannya diduga akibat disiksa oleh majikannya[ Lihat:
https://news.detik.com/berita/d-3865797/bnp2tki-terima-laporan-adelina-disiksa-ibu-majikan-sampai-digigit-hewan

Example 300x600
];
2.Malaysia adalah negara tujuan Pekerja Migran Indonesia dengan kasus
kematian pekerja Migran Indonesia yang tertinggi, dibandingkan dengan
negara tujuan lain di seluruh dunia. Data dari Badan Nasional Penempatan
dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) menunjukan bahwa selama tahun 2017 tercatat 217 kasus kematian Pekerja Migran Indonesia yang meninggal dunia di luar negeri. Dari jumlah tersebut, 69 kasus (32 %) terjadi di Malaysia. Kasus kematian Adelina merupakan dampak dari lemahnya perlindungan dua negara (baik Indonesia sebagai negara asal,
maupun Malaysia sebagai negara tujuan) terhadap PRT Migran yang bekerja di ruang domestik, yang juga rentan sebagai korban perdagangan
orang (human trafficking);
3.Putusan Pengadilan Tinggi Malaysia yang membebaskan terdakwa pelaku
yaitu R Jayavartiniy (32 tahun) dan S.Ambika (59 tahun), adalah putusan
yang menodai rasa keadilan bagi Adelina, keluarga, Pekerja Migran
Indonesia,  bangsa Indonesia maupun warga bangsa di ASEAN;

4.UU no 18 Tahun 2017 (Pasal 33) memandatkan Pemerintah Indonesia untuk memberikan perlindungan hukum terhadap Pekerja Migran Indonesia sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan, hukum negara tujuan penempatan, serta hukum dan kebiasaan internasional.  Komnas Perempuan mengkhawatirkan putusan bebas kepada pelaku, membawa preseden buruk untuk menyuburkan impunitas para pelaku yang mengancam jaminan perlindungan dan keadilan bagi  buruh migran.Untuk itu Komnas Perempuan mendesak:

1.Pemerintah Indonesia harus melakukan upaya desakan kepada Jaksa Penuntut (Deputy Public Persecutor) untuk mengajukan banding atau appeal (yang waktunya hanya dibatasi 14 hari);

2.Menelusuri lebih jauh tentang dimensi fair trial dalam proses peradilan dan putusan, antara lain apakah peradilan sudah menghadirkan bukti yang memadai dan saksi-saksi kunci yang independen, bebas dari tekanan, dan proses peradilan yang memperhatikan relasi kuasa antara pihak pelaku maupun saksi;
3.Memperjuangkan dan memenuhi hak korban yaitu Adelina dan keluarganya,
atas hak pemulihan termasuk kompensasi bagi keluarga, hak atas kebenaran serta  hak atas keadilan;
4.Mendorong berbagai pihak, khususnya organisasi migran, CSO regional,
NHRI di ASEAN  untuk membuat pelaporan tentang pelanggaran hak asasi migran yang akan diserahkan ke mekanisme HAM PBB saat Malaysia di-review di PBB, antara lain melalui mekanisme UPR (Universal Periodic Review), CEDAW, dll;
5.Mendorong mekanisme regional baik AICHR (ASEAN Intergovernmental
Commission on Human Rights (AICHR), ACWC (ASEAN Commission on the
Promotion and Protection of the Rights of Women and Children), ACMW
(ASEAN Committee on Migrant Workers) untuk bersikap dan melakukan
langkah sistemik untuk pencegahan dan perlindungan khususnya mencegah
impunitas pelaku kejahatan kepada buruh migran perempuan;
6.Pemerintah Indonesia dan negara-negara ASEAN untuk menjalankan
komitmen dan mengimplementasikan ACTIP (The ASEAN Convention Against
Trafficking in Persons, Especially Women and Children), ASEAN Consensus
on the Protection and Promotion of the Rights of Migrant Workers dan GCM
(The Global Compact for Safe, Orderly and Regular Migration);
7.Menyegerakan perlindungan komprehensif dengan melaksanakan UU No. 18 Tahun 2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia dengan
menerbitkan aturan turunannya agar dapat dioperasionalkan dan
meratifikasi Konvensi ILO 189 tentang kerja layak PRT;

8.Pemerintah RI melakukan pendokumentasian, khususnya kasus-kasus femicida (pembunuhan perempuan karena dia perempuan) dalam berbagai konteks kekerasan, termasuk konteks kerentanan migran perempuan menjadi korban femicida baik secara langsung maupun secara gradual.Kontak Narasumber:

Thaufiek Zulbahary, Komisioner  (08121934205)
Magdalena Sitorus, Komisioner  (0818727038)
Imam Nahei, Komisioner  (082335346591)

Example 300250
Example 120x600

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *