Foto: Saat persidangan pihak Ahli Waris menuntut PT Taman Malibu Indah di PN Medan
Jakarta, Gramediapost.com
Mahkamah Agung Republik sebagai Pengadilan Negara Tertinggi dalam tingkat kasasi, mestinya secara otomatis harus mampu menuntaskan putusan pengadilan sebelumnya dengan adil dan benar.
Namun bagaimana jadinya, jika masalah hukum tersebut diindikasikan justru berada di lembaga hukum terhormat itu? Tentu masyarakat pencari keadilan tak mungkin lagi berharap ke lembaga hukum lainnya, karena MA menjadi pamungkas dari proses hukum sebelumnya.
Dalam kasus tanah Grant Sultan Deli, Medan dengan ahli warisnya Datuk Muhamad Cheer, justru dinilai masalah ada di Mahkamah Agung. Bahkan diduga kuat, Ketua Mahkamah Agung R.I (1996-2000), Marsdya Sarwata, SH terlibat.
Berawal dari adanya tanah ahli waris Dt. M.Cheer (Datuk Muhamad Cheer) seluas 35 hektar, yang terletak di Jl.Karangsari, Kelurahan Sukadamai, Kecamatan Medan Baru, Kotamadya Medan, diminta pihak Angkatan Udara Medan untuk digunakan sebagai perluasan pangkalan udara.
Dengan alasan perluasan Pangkalan Udara TNI-AU Polonia Medan itu, melalui Surat Keputusan No.1/HPL/DA/70 tanggal 3 Februari 1970, Dirjen Agraria mengabulkan permohonan Panglima Komando Wilayah Udara (Pangkowilu) I Medan, tentang pemberian tanah hak pengelolaan (HPL) seluas 1. 379. 659, 50 m2 di atas tanah yang terletak di Kecamatan Medan Baru, Kotamadya Medan.
Dalam hal ini termasuk tanah adat Grant Sultan No.1 Th.1935 seluas 35 hektar, milik ahli waris Dt. M.Cheer, yang pada waktu itu diberikan syarat antara lain: (1). Jika ternyata ada pihak lain yang dapat membuktikan hak miliknya atas tanah tersebut, maka pihak AURI harus bersedia membayar ganti rugi kepada yang bersangkutan; (2). Penerima hak pengelolaan wajib mengembalikan hak pengelolaannya, baik secara keseluruhan maupun sebagian,apabila tidak dipergunakan lagi untuk keperluan pangkalan Angkatan Udara Medan.
Ternyata, menurut Kuasa Hukum ahli waris Dt. M.Cheer, Sugiono, Mangalaban Silaban, SH., MH dan Manahan Sihombing, SH., MH, permintaan tanah oleh Pangkowilu I Medan dengan alasan ‘perluasan Pangkalan Udara Polonia Medan’ hanyalah kebohongan semata.
“ Sebab sebagian dari tanah HPL tersebut, yang dalam hal ini tanah Adat/Grant Sultan No.1/1935 an. Datuk Muhamad Cheer seluas 219.506 m2 itu, diberikan kepada PT. Surya Dirgantara berdasarkan Skep. Pangkowilu I Medan No.019/B/VI/74 tanggal 1 Juni 1974,” kata Manahan Sihombing, SH., MH kepada para awak media, Rabu (19/12/2018) di sebuah rumah makan di Jakarta Tmur.
Dikatakan Manahan, akibat pengalihan tanah hak pengelolaan yang dilakukan berdasarkan Skep No.019/B/VI/7, Dirjen Agraria melalui Surat Keputusan No.150/DJA/82 tanggal 8 September 1982 membatalkan tanah hak pengelolaan (HPL) Pangkowilu I Medan tersebut, dengan ketentuan antara lain, mempersilahkan Pangkowilu I Medan untuk mengajukan permohonan Hak Pakai, dengan syarat: (1). Tanah yang diberikan harus bebas dari adanya hak-hak pihak ketiga yang ada di atasnya; dan (2). Bagian tanah yang terdapat hak-hak pihak ketiga dan secara objektif tidak diperlukan sebagai wilayah pangkalan Angkatan Udara, akan dikeluarkan dari pemberian Hak Pakai.
Kemudian, pada saat Sarwata, S.H menjabat Dirjen Agraria, sebagian dari tanah hak pengelolaan (tanah adat/Grant Sultan No.1/1935) yang telah dibatalkan tersebut di atas, diberikan kepada Yayasan TNI-AU Adi Upaya (YASAU) berdasarkan Surat Keputusan No.78/HP/DA/87 tanggal 25 Agustus 1987 yang isinya antara lain : (1). Memberikan tanah Hak Pakai seluas 201.000.m2 kepada Yayasan TNI-AU “Adi Upaya” (YASAU); (2). Mempertimbangkan bahwa tanah yang dimohonkan dan diberikan kepada YASAU tersebut adalah tanah Negara.
Hebatnya, hanya dalam waktu 1 (satu) tahun setelah YASAU memperoleh Hak Pakai No. 194/Polonia di atas tanah eks Adat (Grant Sultan No. 1/1935), tanah tersebut dijual kepada developer PT. Taman Malibu Indah seharga Rp. 5.628.000.000,- (lima milyar enam ratus dua puluh delapan juta rupiah), dan selanjutnya terbit Hak Guna Bangunan No, 1/1990 atas nama PT. Taman Malibu Indah.
“Untuk perbuatan jual beli diatas eks tanah adat tersebut, mempertegas apa sesungguhnya latar belakang dari pengambilan tanah masyarakat, dengan alasan perluasan Pangkalan Udara Polonia Medan, bukan untuk kepentingan Negara. Tetapi untuk menguntungkan oknum-oknum tertentu TNI-AU Pangkalan Udara Polonia Medan,” tandas Manahan yang juga dosen Universitas Swasta diJakarta ini.
Terhadap perbuatan TNI-AU Pangkalan Udara Polonia Medan tersebut, lanjut Manahan, para ahliwaris Dt. M. Cheer yang dapat membuktikan kepemilikannya menggugat Badan Pertanahan Nasional, TNI-AU Polonia Medan, PT. Taman Malibu Indah di Peradilan Tata Usaha Negara.
Namun di tingkat kasasi, melalui putusan No. 56 K/TUN/1996, SK Dirjen Agraria No.78/HP/DA/87 yang diterbitkan oleh Sarwata, SH, sebagai dasar pengambilan dan penjualan eks tanah adat milik Dt. M. Cheer dibatalkan oleh Mahkamah Agung, termasuk HGB No.1/1990 atas nama PT. Taman Malibu Indah.
Terhentak oleh putusan kasasi No. 56 K/TUN/1996 tersebut, Sarwata SH. prajurit TNI-AU yang pada waktu itu dikaryakan sebagai Dirjen Agraria dan Ketua Mahkamah Agung R.I, sengaja bertindak sebagai Ketua Majelis Hakim Peninjauan Kembali (PK) No. 27 PK/TUN/1997, demi membatalkan putusan kasasi No. 56 K/TUN/1996, sekalipun hukum melarangnya.
“Untuk pelanggaran hukum yang berkatagori Kejahatan Hukum tersebut di atas, Mahkamah Agung sengaja tidak menggubris segala upaya hukum yang telah dilakukan oleh para ahliwaris Dt. M. Cheer selama puluhan tahun,” ungkap Manahan.
Sebab itu Manahan mengatakan, Ketua Mahkamah Agung sekarang ini harus segera menyelesaikan kasus ini agar tidak terkatung-katung dan membusuk di MA.
“Bila Ketua Mahkamah Agung sekarang ini (Prof. Dr. H. M. Hatta Ali, SH., MH-red) membiarkan kejahatan yang dilakukan oleh mantan Ketua Mahkamah Agung Sarwata, SH, terpendam dan membusuk, berarti Ketua Mahkamah Agung juga sengaja memelihara dan mewariskan kejahatan serta kebusukan hukum di Mahkamah Agung sebagai lembaga tertinggi Peradilan,” pungkasnya. DANS