Jakarta, Gramediapost.com
Perkara Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura), yang sedang bergulir di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta, cukup menyita perhatian masyarakat luas yang dipicu oleh adanya pemberitaan terhadap putusan perkara a quo yang tendesius, menyesatkan bahkan membangun kebohongan publik yang menimbulkan keresahan bagi kader-kader dan simpatisan Partai Hanura serta membuat masyarakat umum terrkecoh dengan fakta yang sebenarnya.
Proses perkara Partai Hanura yang cukup menyita perhatian masyarakat luas Ini sedang berjalan di Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta ini bermula dengan adanya dua perkara gugatan yang disampaikan oleh Dewan Pimpinan Pusat Partai Hanum hasil Musyawarah Luar Biasa (Munaslub) !! Tahun 2018, oleh Ketua Umumnya Marsekal Madya TNI (Purn) DARYATMO, S.IP dan Sekretaris Jenderal SARIFUDDIN SUDDING, SH, MH, melalui kuasa hukumnya kantor ADVOKAT H. ADI WARMAN, SH, MH, MBA, yaitu :
Pertama, dengan register perkara Nomor : 24/G/2018/PTUN-JKT, tanggal, 22 Januari 2018, oleh Dewan Pimpinan Pusat Partai Hanura hasil Musyawarah Luar Biasa (Munaslub) II Tahun 2018, oleh Ketua Umumnya Marsekal Madya 1N1 (Pum) DARYATMO, S.IP dan Sekretaris Jenderal SARIFUDDIN SUDDING, SH, MH, melawan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik lndonesna sebagai Tergugat dan yang mengaku Dewan Pimpinan Pusat Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura) oleh Oesman Sapta Odang (OSO) dan Herry Lontung Siregar masmg-masing sebagai Ketua Umum dan Sekretaris Jenderal sebagai Tergugat II Intervensn, dengan obyek sengketa untuk membatalkan dalam perkara a quo adalah Surat Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor : M.HH-01.AH.11.01 Tahun 2018 Tentang Restrukturisasi, Reposisi dan Rammed Pengurus Dewan Pimpinan Pusat Partai Hati Nurani Rakyat Masa Bakti 2015-2020.
Kedua, Perkara Permohonan Fiktif Positif dengan reg ster perkara Nomor :12/P/FP/2018/PTUN-Jkt, ‘i’anggal, I7 April 2018 dengan Pihak Penggugat oleh Dewan Pimpinan Pusat Partai Hanura hasil Musyawarah Luar Biasa (Munaslub) ii Tahun 2018, oleh Ketua Umumnya Marsekal Madya TN! (Purn) DARYATMO, S.iP dan Sekretaris Jenderal SARIFUDDiN SUDDiNG. SH, MH, melawan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik lndonesia sebagai Tergugat dan yang mengaku Dewan Pimpinan Pusat Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura) oleh Oesman Sapta Odang (050) dan Herry Lontung Siregar masing-masing sebagai Ketua Umum dan Sekretaris Jenderal sebagai Tergugat II Intervensi, dengan obyek sengketa untuk membatalkan dalam perkara a quo adalah Surat Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik lndonesia Nomor : M.HH-01.AH.11.01 Tahun 2018.0esman Sapta Odang (050) dan Herry Lontung Siregar Menurut Wakil Ketua Umum Perhimpunan Advokat indonesia (Peradi). H. Adi Warman, SH, MH, MM, yang juga kuasa hukum Marsekal Madya TNI (Purn) Daryatmo, S.IP dan Sartiuddin Suddlng, SH, MH, pembatalan SK M.HH-01.AH.11.01 Tahun 2018, saat ini Pengadilan Tata Usaha Negara masih dalam proses pemeriksaan para saksi yang diajukan oleh para tergugat dua intervensi yartu Oesman Sapta Odang (050) dan Herry Lontung Siregar, akan tetapi sebelumnya pada tanggal, 19 Maret 2018 Majelis Hakim Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta mengeluarkan amar penetapannya yaitu;
‘1. Mengabulkan permohonan penundaan pelaksanaan sengketa yang dimohonkan ole Penggugat;
2. Mewajibkan Tergugat Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia untuk mununda pelaksanaan Keputusan Nomor : M.Hu01.AH.11.01 Tahun 2010 tentang Tentang Restrukturisasi, Reposlsi dan Revitalisasi Pengurus Dewan Pimpinan Pusat Partai Hati Nurani Rakyat Mala Bakti 2015-2020, “tanggal 17 Januari 2010 selama Pemeriksaan sampai Putusan dalam Perkara ini memiliki kekuatan hukum tetap kecuali ada Penetapan lain dikemudian hari yang mencabutnya;
3. Memerintahkan kepada Panitera Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta untuk memberitahukan berlakunya Penetapan ini kepada pihak-pihak yang bersengketa;
4. Menunda pembebanan biaya perkara yang timbul akibat penetapan ini sampai dengan putusan akhir.
Terhadap putusan penetapan tersebut, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia sebagai Tergugat telah melaksanakannya dengan mencantumkan kalimat :Catatan dalam websait resml Dirjen AHU Kemenkumham RI terkait dengan SK Partai Hanura,” Ujar Advokat Adi Warman.
Dengan demikian, secara hukum, kata Adi Warman, yang juga Ketua Umum Dewan Pimpinan Nasional Gerakan Nasional Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (GN-PK) itu, mengatakan, Surat Keputusan Nomr.M.HH-01.AH.11.01 Tahun 2018… Kepengurusan Parai Hanura yang Ketua Umumnya Oesman Sapta Odang (0S0) dan Heny Lontung Siregar sebagai Sekretaris Jenderal, ditunda keputusannya atau yang bersangkutan tidak dapat melakukan kegiatan politik dan hukum lainnya temasuk mengajukan Calon Legislatif (Caleg) ke Komisi Pemilihan Umum (KPU) pada Pemilu 2019 nanti.
Dikatakannya lagi, Alhamdulillah tepat 21 hari dari tanggal pendaftaran mengenai proses perkara Permohonan Fiktif Positif dengan register perkara Nomor 12/P/FP/2018/PTUN-Jkt, Tanggal 17 April 2018. “Alhamdulillah tepat 21 han dari tanggal pendaftaran permohonan kepada Majelis Hakim telah mengeluarkan keputusan -. yang arnamya berbunyi, sebagai berikut:
- Menyatakan permohonan tidak dapat diterima, karena obyek perkara Pemohon tidak memenuhi syarat formal sesuai dengan Pasal 3 ayat (3) huruf b Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor : 8 Tahun 2017, Tentang Pedoman Beracara Untuk Memperoleh Putusan atas penerimaan Permohonan Guna Mendapat Keputusan dan/atau tindakan Badan atau Pejabat Pemerintah.
- Membebankan biaya perkara sebesar Rp. 362.000,- kepada Pemohon.
Menurutnya, terhadap bunyi pasal 3 ayat (3) huruf b tidaklah termasuk obyek perkara, yang dapat diajukan ke Pengadilan sebab ayat 3 huruf b, permohonan terhadap permasalahan hukum yang sudah pernah mengajukan gugatan.
Untuk itu katanya, penjelasan terhadap putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta terkait dengan Perkara Fiktif Positif ini, “Majelis Hakim sama sekali tidak memeriksa pokok perkara, substansi dan materi permohonan Pemohon, sehingga menimbulkan pemberitaan yang beredar sengaja digoreng oleh pihak ketiga terkait dengan putusan perkara ” a quo”, adalah berita yang sesat dan kebohongan publik dengan maksud untuk meresahkan para kader dan simpatisan Partai Hanura dan masyarakat dapat terkecoh dengan fakta hukum yang sebenarnya.