Tibet, Gramediapost.com
Tim The Women of Indonesia’s Seven Summits Expedition Mahitala-Unpar (WISSEMU) telah sampai di Everest Base Camp (EBC), Tibet yang berada di ketinggian 5.200 meter di atas permukaan laut (mdpl) Kamis, 19 April 2018, pukul 11.08 waktu setempat. Gunung Everest yang semula hanya ada di angan-angan dan hanya terlihat dari juah semakin lama semakin terlihat jelas seiring dengan semangat kedua pendaki wanita yang semakin menggebu. Ya, Fransiska Dimitri Inkiriwang (Deedee) dan Mathilda Dwi Lestari (Hilda) sudah semakin dekat dengan mimpi untuk menggapai Puncak Gunung Everest. Setelah tiga minggu mempersiapkan diri di sekitar daerah Nepal dan Tibet, Tim WISSEMU akhirnya tiba di tempat yang disebut-sebut sebagai titik awal pendakian Gunung Everest ini.
Dalam pendakian ini sendiri, Tim WISSEMU akan mengambil jalur utara –lewat Tibet. Jalur ini dipilih dengan pertimbangan menghindari penumpukan pendaki ketika menuju puncak. Meski sebagai gantinya, tim harus menghadapi medan medan yang lebih curam pada jalur ini.
Mulai dari titik ini, akses komunikasi ke luar akan semakin terbatas. Rencananya Tim akan menghabiskan tujuh hari di EBC. Hari-hari tersebut akan dipakai untuk berlatih kembali teknik-teknik pendakian yang dibutuhkan untuk mencapai Puncak Gunung Everest. Mulai dari penggunaan crampon,ice axe, sampai dengan pengaplikasian tali – temali dan segala persiapan lain untuk menunjang keselematan.
Beruntung, keadaan EBC saat ini boleh dibilang cukup baik. Meski cuaca dingin yang menyelimuti daerah tidaklah berkurang, namun kehangatan kebersamaan dengan rombongan lain rasanya cukup untuk meninggalkan kesan nyaman. “Akhirnya kami sampai EBC. Artinya semua akan jadi lebih berasa „real‟.
Everest akan kelihatan tiap hari,suasananya udah masuk wilayah dengan ketinggian di atas 5.000an (mdpl), bersama dengan orang-orang di sekitar yang punya tujuan sama untuk bisa sampai di Puncak Gunung Everest,” tambah Hilda mengutarakan rasa tidak sabarnya untuk bisa segera mengibarkan Merah Putih di atap dunia. Lewat komunikasi terakhir, tim juga sempat mengucap terima kasih sebesar-besarnya tidak hanya kepada tim di Bandung tapi juga untuk semua pihak yang telah membantu dan mendoakan ekspedisi ini. Termasuk kepada rekan-rekan media yang memberi dukungan lewat pemberitaan ke masyarakat luas.
Sebelum sampai titik ini, tim sempat menghabiskan waktu mengelilingi bangunan bangunan bersejarah di Tibet. Dalam ekspedisi ini, bukan hanya puncak yang tim kejar melainkan pembelajaran dan pengetahuan baru mengenai adat dan budaya dari suatu daerah dapat menjadi benefit bagi perjalanan ini. Tim sempat mengunjungi Potala Palace yang merupakan bangunan utama dari Lhasa yang berada tepat di pusat kota.
Bukan cuma berhenti di situ, tim melanjutkan untuk mengunjungi Biara Sera yang merupakan tempat belajar Tradisi Buda Mahayan utama yang di dirikan pada 1419.
Deedee dan Hilda sebelumnya dilepas dari Bandara Soekarno Hatta pada Kamis, 29 Maret 2018. Dua orang mahasiswi yang masih terdaftar aktif di Universitas Katolik Parahyangan, Bandung ini sebelumnya telah mengibarkan Bendera Merah Putih di enam puncak gunung tertinggi di enam lempeng benua lain. Mereka mencatatkan diri sebagai tim perempuan Iandonesia pertama yang berhasil mencapai puncak Puncak Gunung Denali (6.190 mdpl), Alaska dan Puncak Gunung Vinson Massif, Antartika (4.190 mdpl).
Pendakian menuju Puncak Gunung Everest akan menggenapi rangakaian ekspedisi Seven Summits yang telah dimulai sejak tahun 2014. Pendakian menuju puncak gunung tertinggi di dunia ini akan sangat sulit dilakukan. Meski perjalanan ini hampir terancam, tidak terealisasi karena permasalahan dana, berkat dukungan oleh Bank BRI sebagai sponsor utama, sponsor pendukung dan seluruh warga Indonesia sehingga perjalananan ini dapat terealisasikan.
Fact Sheet:
• Kita tidak pernah bisa MENAKLUKAN GUNUNG karena GUNUNG bukan untuk DITAKLUKAN.
• Indonesia sebelumnya telah memiliki beberapa orang yang berhasil mencatatkan diri sebagai seven summiters diantaranya adalah Sofyan Arief Fesa , Xaverius Frans, Broery Andrew Sihombing dan Janatan Ginting yang mewakili Tim Indonesia Seven Summits Expedition Mahitala UNPAR (2009-2011) serta Iwan Irawan, Martin Rimbawan, Fadjri Al Lufhfi dan Nurhuda yang tergabung dalam Ekspedisi Tujuh Puncak Dunia Wanadri. Meski begitu dari kedelapan nama di atas tak satu pun dari mereka adalah perempuan.
• Seven Summits adalah rangkaian tujuh gunung tertinggi di tujuh lempeng benua (sering disalahartikan sebagai tujuh gunung tertinggi di dunia). Gunung-gunung tersebut adalah; Gunung Carstensz Pyramid (4.884 mdpl) di Papua mewakili Lempeng Australasia, Gunung Elbrus (5.642 mdpl) di Rusia mewakili Lempeng Eropa, Gunung Kilimanjaro (5.895 mdpl) di Tanzania yang mewakili Lempeng Afrika, Gunung Aconcagua (6.962 mdpl) di Argentina yang mewakili Lempeng Amerika Selatan, Gunung Vinson Massif (4.892 mdpl) di Antartika yang mewakili Lempeng Antartika, Gunung Denali (6.190 mdpl) di Alaska yang mewakili Lempeng
Amerika Utara dan Gunung Everest (8.848 mdpl) di Nepal yang mewakili Lempeng Asia.
• Gunung Everest merupakan gunung ketujuh atau terakhir yang akan didaki oleh Tim WISSEMU dalam misi menyelesaikan trek Seven Summits. Sebelumnya Tim WISSEMU telah berhasil mendaki enam gunung tertinggi di enam lempeng benua berbeda yaitu:
Gunung Carstensz Pyramid, Papua, (4.884 mdpl) pada 13 Agustus 2014
Gunung Elbrus, Rusia, (5.642 mdpl) pada 15 Mei 2015
Gunung Kilimanjaro, Tanzania, (5.895 mdpl) pada 24 Mei 2015
Gunung Aconcagua, Argentina (6.962 mdpl) pada 30 Januar 2016
Gunung Vinson Massif, Antartika (4.892 mdpl) pada 5 Januari 2017
Gunung Denali, AS, (6.190 mdpl) pada 2 Juli 2017
• Gunung Everest yang dikenal sebagai The Highest Peak in The World disebut juga sebagai Chomolungma oleh orang-orang Tibet yang memiliki arti Mother Goddesss of The universe. Sebelumnya Pemerintah Negara Nepal memberi nama Sagarmatha untuk gunung ini, yang dapat diartikan kurang lebih sebagai Dewi Langit.
• Berada di lempeng Benua Asia, Gunung Everest berbatasan dengan Negara Nepal di bagian selatan, Negara Tiongkok dan Tibet di sisi utara. Gunung ini sangat besar hingga memiliki 18 alternatif jalur pendakian.
• Rata-rata orang memerlukan waktu 40 hari untuk mendaki gunung ini. mulai dari penyesuaian badan dengan ketinggian gunung ini.
• Medan yang akan dihadapi di puncak Everest ialah kadar Oksigen yang tipis sekitar 66% daripada di ketinggian permukaan laut, sehingga membutuhkan bantuan tabung oksigen untuk dapat mendaki ke puncak Everest.
• Tantangan lain yang akan dihadapi ialah angin dengan kecepatan 200 mph dengan suhu dapat mencapai -80F, untuk menemukan waktu yang tepat hanya ada di pertengahan Mei setiap tahunnya ketika arus angin bergerak ke utara sehingga arus angin lebih tenang dan suhu sedikit hangat yang dimana saat seperti itu disebut „Summit Window’ memungkinkan para pendaki untuk pergi ke puncak Everest.
• 288 orang telah meninggal di Everest dari 1924-2017, 168 orang meninggal pada saat hari menuju puncak tanpa suplmen oksigen, 71 orang meninggal pada saat turun dari berhasil beridiri di puncak Everest. Kebanyakan mayat masih berada di gunung.
• Tantangan yang rawan menjadikan nyawa taruhannya dikarenakan longsor salju menyebabkan 77 orang meninggal, jatuh dari ketinggian menyebabkan 67 orang meniggal, penyakit ketinggian menyebabkan 32 orang meninggal dan pencahayaan ekstrim menyebabkan 26 orang meninggal.
• Kebanyakan pendakian Everest dibantu oleh suku Sherpa yang tinggal di Nepal Barat yang sudah terbiasa dengan ketinggian ekstrim di Nepal. Mereka dapat membantu membawakan peralatan pendakian dan memasak di High Camp
• North Base Camp adalah camp yang terletak di jalur pendakian everest bagian Utara di ketinggian 5200 mpdl yang di mulai dari Tibet sedangkan South Base Camp terletak di jalur pendakian Selatan di ketinggian 5364 mpdl yang di mulai dari Nepal.