Oleh: Jeannie Latumahina
Sesungguhnya, tidak ada karya fiksi yang benar-benar hanya menggambarkan dunia fiksi. Sefiksi apapun sebuah karya, dia merepresentasikan dunia sosial-politik. Kita mencoba membedakannya, dalam konteks dunia sosial-politik global hari ini, yang sesungguhnya melukiskan pertarungan dua tradisi filsafat politik yang sudah lama tetapi masih berlanjut.
Sosialisme yang pada awal mulanya merupakan aliran berpikir dengan mengutamakan kepentingan sosial dan demokrasi, dimana kemudian dalam tradisi politik/filsafat menjadi merujuk pada pemikiran dikerjakan melalui kepartaian.
Sedangkan Kapitalisme, merupakan aliran berpikir yang mengutamakan modal dengan nilai-nilai liberal yang mendukungnya seperti kebebasan pribadi, persaingan dalam usaha. Sehingga dalam hal demokrasi tentu lebih mengedepankan kebebasan seluasnya atau liberal.
Politik dan ekonomi merupakan dua sisi dari satu koin. Para analis biasanya menggunakan pendekatan ekonomi- politik sebagai pendekatan standar saat ini. Tentu itu beda dengan pengamat politik di TV yang sangat pragmatis analisisnya.
Perkembangan kapitalisme demikian pesat. Tetapi, kapitalisme dalam dirinya menyimpan krisis yakni berpotensi menghasilkan perang, baik melalui perang ekonomi, perebutan pengaruh politik, dan paling ekstrim adalah unjuk kekuatan militer dengan senjata yang tercanggih.
Kapitalisme bermuka dua. Di satu sisi, mereka membela demokrasi liberal dengan nilai-nilainya. Di sisi lain, mereka mendukung radikalisme agama/fundamentalisme ideologi untuk melemahkan pesaingnya, demi memenangkan perang dagang (kepentingan ekonomi politiknya). Mereka menjadi penyuplai senjata dlm perang, menjadi sekutu dari pihak- pihak yang berperang sekaligus.
Bayangkan, mereka mempromosikan nilai-nilai demokrasi liberal seperti kebebasan individu dan HAM melalui rule of law. Tetapi, saat yang sama mereka mendukung radikalisme /fundamentalisme ideologi tertentu yang melawan nilai-nilai liberalisme yang mereka promosikan. Jadi, itulah mengapa kapitalisme selalu rentan dengan krisis dan selalu memainkan politik dengan standar ganda atau bermuka dua.
Kita di Indonesia pun menganut paham dan prinsip kebebasan . Namun selalu ada norma dan etika yang menjadi ruh etik public yang jelas terangkum dalam butir-butir Pancasila. Tidak bisa dengan alasan demokrasi kemudian bisa apa saja tanpa etika.
Dalam ketegangan antara global ethics yang seakan harus diterima sebagai bagian dari peradaban dunia dan nilai-nilai lokal yang dianggap sebagai bentuk resistensi terhadap dominasi peradaban Barat, bagaimana kita harus merumuskan etik publik yang dapat mengakomodir hal dan kewajiban setiap individu, tanpa harus kebablasan menafsirkan kebebasan bagi kepentingan hidupnya sendiri. Itu mungkin yang harus menjadi focal point kita anak bangsa.
Politik luar negeri dari negara adikuasa adalah mengganggu stabilitas dan keamanan di Indonesia dengan cara menciptakan proxy war. Kubu radikalisme agama diadu dengan kubu nasionalis supaya saling berperang dan membunuh. Kita tidak heran dengan keterlibatan tokoh- tokoh tertentu.
Hari ini, kita bisa membedakan mana mereka dengan kelompok masing-masingnya.
Sebagai anak bangsa jangan kita ikut larut dalam permainan gendang musuh. Indonesia sudah memiliki jawaban untuk semua persoalan ini.
Pancasila sebagai jawaban memerlukan Transformasi Sosial. Sekaligus sebagai dasar hukum atau menjadi sikap hidup bangsa Indonesia. Ada oleh sebab digali dari akar budaya masyarakat yang hidup hingga sekarang. Yaitu atas dasar spiritualisme, humanisme, persaudaraan dan kekeluargaan gotong royong saling tolong menolong , dalam perjuangan bersama menuju kesejahteraan sosial.
Maka ketika sekarang muncul adanya upaya dari sekelompok masyarakat, untuk melakukan perubahan terhadap Pancasila, sangat jelas tidak akan bisa berakar kepada adat budaya yang hidup di Indonesia. Dan tentu akan menjadi musuh bersama seluruh anak bangsa.
Apalagi ketika upaya yang dilakukannya lebih mengkedepankan pada perasaan golongan atau intoleransi, atau tidak dapat mentolerir terhadap adanya kelompok-kelompok berbeda didalam masyarakat.
Sebab politik aliran atau sektarianisme akan selalu bertentangan terhadap falsafah kehidupan bangsa Indonesia yang lebih mengutamakan kepada kebersamaan didalam perbedaan. Bangsa Indonesia dapat dikatakan sebagai sebuah bangsa besar dengan memiliki dan mengedepankan hati nurani dimana dituliskan sebagai pokok kehidupan yang terwujud dalam Pancasila.
Pancasila memiliki jiwa dan sikap humanisme universalitas, yang kemudian dicoba dipersempit menjadi bagian daripada sekelompok agama tertentu saja oleh segolongan masyarakat. Akan sama halnya dengan melawan seluruh rakyat dan bangsa Indonesia.
Dan bila ancaman terhadap universalitas serta kemanusiaan tidak mendapatkan pengamanan sungguh sungguh daripada negara dan pemerintah yang berkuasa. Bukan tidak mungkin akan muncul gerakan rakyat semesta akan melakukan perlawanan sendiri-sendiri terhadap ancaman bersama ini. Karena itulah sangat diperlukan ketahanan nasional, ekonomi dan politik.
Sejarah bangsa Indonesia telah membuktikan bahwa ancaman bersama dapat melahirkan perlawanan bersama atas ketidak adilan, baik terhadap sekelompok kecil masyarakat apalagi terhadap bangunan besar kehidupan berbangsa dan bernegara.
Sehingga kita memahami dengan jelas serta menjiwai benar bahwa asas Pancasila bukan sebagai sekedar slogan, tetapi memang sungguh ada sebagai roh, jiwa, akar budaya bangsa Indonesia. Maka segala bentuk upaya merubahnya dapat menjadi petaka bagi seluruh bangsa Indonesia.
Sebagai bangsa yang besar kita harus dapat memanfaatkan bonus demografi dengan bijak. Melalui peningkatan kualitas SDM , kita harus dapat mengantisipasi perkembangan global yang saat ini sudah memasuki hampir seluruh aspek kehidupan masyarakat sebagai konsekwensi dari perkembangan teknologi informasi .
Dengan modal kekayaan peradaban, dan alamnya, sudah semestinya bangsa Indonesia memiliki jatidiri dan identitas kebangsaan dengan peradabannya yang unggul.
Masyarakat Indonesia yang majemuk sangat membutuhkan roh dan semangat toleransi, empati, dan koperatif demi kepentingan yang jauh lebih besar yaitu menjaga keharmonisan berbangsa dan mensejahterakan rakyat!
Semua penyelesaian konflik antar kelompok harus diselesaikan dengan cara musyawarah, kekeluargaan dan bukan dengan cara- cara kekerasan maupun arogansi kesewenangan. Tidak ada satupun merasa paling hebat, paling benar, paling berkuasa.
Masyarakat Indonesia sungguh sangat berpegang teguh pada asas toleransi, keberagaman dan kekeluargaan dalam menyelesaikan segala masalah kehidupan bermasyarakat dengan menjunjung tinggi etika perilaku yang telah disepakati bersama.
Indonesia sebagai entitas bangsa yang besar, utuh dan solid, bukan sekedar warisan turun temurun tetapi merupakan cita- cita dan mimpi bersama yang tetap hidup dan selalu diwujudkan serta diperjuangkan dari generasi ke generasi.
Harus selaras, sejiwa, sehati pemahaman yang benar tentang nilai Pancasila, kesiapan mental, dan memahami wawasan bernegara secara rasional diwujudkan dengan penuh kasih saling menghargai dan menghormati.
Segala macam hal yang dapat mengancam sikap hidup bersama akan menuai perlawanan yang sangat besar, jika bertolak belakang terhadap asas kesatuan dan kebersamaan , perasaan senasib sebagai suatu keluarga besar bangsa Indonesia dengan kemajemukan serta perbedaan.
Oleh sebab itu dalam menjaga suasana yang kondusif, maka diperlukan KETELADANAN PANCASILA!
Disertai dengan TRANSFORMASI SOSIAL BERBASIS PANCASILA! dalam segala sendi kemasyarakatan, berbangsa dan bernegara.
Pancasila adalah wujud dari bangsa Indonesia, Pancasila adalah jiwa bangsa Indonesia! Indonesia ada karena Kebhinnekaan, oleh sebab itu diperlukan semangat untuk selalu merawat Kesatuan dan Persatuan berdasarkan asas gotong royong. Dengan selalu memahami bahwa Humanisme adalah bagian dari roh Pancasila. Kesejahteraan sosial adalah harapan dari rakyat Indonesia
Keunggulan kita sebagai bangsa yang besar dan tetap ada selama- lamanya, terletak pada hal -hal ini:
1. Persatuan dan kesatuan bangsa!
2.Transformasi sosial berbasis Pancasila dan Keteladanan Pancasila.
3.Ketahanan ekonomi, politik serta ketahanan nasional.
4. Integritas moral!
5. Kebijakan, perhatian, program yang berpihak kepada anak- anak Indonesia sebagai generasi penerus bangsa.
Ketika hal- hal tersebut hilang, apa pun yang kita miliki pasti kalah! Tetapi kalau hal- hal ini selalu kita rawat, kita jaga, kita temukan kembali rohnya, saya yakin, gelombang globalisasi akan menyapu seantero jagat raya, tetapi Indonesia sebagai bangsa yang besar tetap ada dan Berjaya selama- lamanya!
MERDEKA!!
Kediri, 29 Maret 2018