Jakarta, 19 Desember 2017.
RUU Perkelapasawitan, yang kehadirannya merupakan inisiatif DPR kini kembali masuk dalam Prolegnas 2018. Prosesnya pun terus bergulir di gedung DPR-RI meskipun banyak Pemerintah menolak, yang disampaikan langsung kepada DPR-RI melalui Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Menteri Pertanian, dan menteri lainnya pada Rapat Kerja dengan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Menteri Pertanian, Menteri Perindustrian, Menteri Perdagangan, dan Menteri Hukum dan HAM terkait dengan RUU tentang Perkelapasawitan pada 17 Juli 2017, dengan sejumlah alasan yang cukup mendasar.
Pasal dalam RUU tersebut tumpang tindih dan bertentangan dengan UU Perkebunan dan PP Gambut. RUU yang mengatasnamakan kepentingan petani kecil, tidak tercermin dari pasal-pasal yang di usulkan, sebaliknya cenderung menguntungkan kalangan pengusaha yang memonopoli bisnis perkelapasawitan.
Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian dalam RAKER harmonisasi RUU Perkelapasawitan dengan Baleg dan Kementerian terkait lainnya (Kementan, Kemenkumham, Kementerian Perindustrian, dan Kementerian Perdagangan) telah menyatakan bahwa tidak ada substansi baru yang perlu dituangkan dalam bentuk ketentuan undang-undang. Selain itu, para pemangku kepentingan kelapa sawit meyampaikan bahwa hal-hal yang mendesak dapat difasilitasi dengan produk di bawah undang-undang.
Pernyataan senada juga disampaikan oleh Kementerian Pertanian, Kementerian Perindustrian, dan Kementerian Perdagangan. Walaupun Kementerian Hukum dan HAM belum menyampaikan posisi/pandangannya dalam RAKER harmonisasi RUU tersebut, telah terlihat jelas bahwa Pemerintah secara substansial berkeberatan untuk melanjutkan pembahasan RUU Perkelapasawitan ini. Penolakan terhadap RUU Perkelapasawitan juga muncul dari fraksi PKB.
Meskipun demikian, Baleg DPR-RI masih terus mengelak dan bersikeras melanjutkan pembahasan RUU. Inda Fatinaware, Direktur Eksekutif Sawit Watch mengatakan bahwa, “Baleg DPR RI bisa saja meneruskan pembahasan, namun untuk membatakalkan RUU. Langkah tersebut sangat mungkin dilakukan untuk kemaslahatan industri perkelapasawitan nasional” tegas Inda.
Teguh Surya, Direktur Eksekutif Yayasan Madani Berkelanjutan menambahkan “Pemerintah sebaiknya berfokus pada perbaikan tata kelola industri perkelapasawitan agar lebih berkelanjutan melalui kebijakan dan berbagai inisiatif yang telah ada seperti penguatan sistem perkebunan sawit berkelanjutan (ISPO), evaluasi perizinan dan penegakan hukum, serta memperkuat sinergi dengan KLHK dan K/L lainnya untuk penyelesaian persoalan kebun kelapa sawit yang berada di kawasan hutan” imbuhnya.
“DPR dan Pemerintah seharusnya tidak melanjutkan pembahasan RUU yang berorientasi pengusaha besar ini dan fokus pada RUU-RUU lain yang menyangkut hak-hak masyarakat kecil yang selama ini terpinggirkan seperti revisi RUU Pertanahan, RUU Masyarakat Adat, revisi UU Konservasi, dan lain-lain,” kata Inda Fatinaware. ”Dugaan kami, inisiatif ini lebih diarahkan sebagai ATM untuk kampanye partai menjelang Pemilu 2019.”
###
Narahubung:
Maryo Saputra (Sawit Watch) 085228066649
Marcel Andry (SPKS) 081314605024
Muhammad Teguh Surya (MADANI) 081915191979