Jakarta, Suarakristen.com
Merujuk pada pertemuan Kelompok Cipayung Plus DKI Jakarta dengan Kepala Staf Kepresidenan, Teten Masduki, di kantor Kepala Staf Kepresidenan (28/07/2017), maka kami akan mempublikasikan intisari dari catatan kritis kami dan pembicaraan itu kepada publik.
1. Kelompok Cipayung Plus DKI Jakarta tidak puas dengan argumentasi yang disampaikan pemerintah terkait rasionalisasi situasi kegentingan yang memaksa. Kami mendapat kesan bahwa pemerintah, melalui Kepala Staf Kepresidenan, seolah-olah memaksakan sebuah situasi untuk dijadikan alasan penerbitan Perppu tersebut. Situasi genting yang memaksa menurut Kepala Staf Kepresidenan adalah ketiadaan/kekosongan hukum. Padahal, dalam putusan MK No. 38/Ppu-VII/2009, syarat sebuah Perppu itu diterbitkan ada tiga, yakni: adanya kegentingan yang memaksa; adanya kekosongan hukum; kekosongan hukum tidak dapat diatasi dengan prosedural normal pembuatan Undang-Undang. Dalam pengertian ini, kegentingan memaksa dan kekosongan hukum itu merupakan dua syarat yang tidak bisa dicampuradukkan begitu saja sebagaimana pernyataan Kepala Staf Kepresidenan.
2. Kelompok Cipayung Plus DKI Jakarta menganggap Perppu ini telah memutilasi nilai-nilai demokrasi dan hukum yang berlaku
3. Kelompok Cipayung Plus DKI Jakarta menilai bahwa mekanisme pembubaran ormas yang dilakukan oleh pemerintah merupakan bentuk kesewenang-wenangan tehadap kebebasan warga negara untuk berserikat; pemerintah mengabaikan proses pembubaran sebuah ormas melalui mekanisme hukum di pengadilan
4. Kelompok Cipayung Plus DKI Jakarta menilai bahwa penerbitan Perppu ormas ini tidak melibatkan ruang publik sehingga terkesan tidak mewakili berbagai macam pandangan yang ada di akar rumput. Hal ini diakui oleh Kepala Staf Kepresidenan sendiri dalam diskusi bersama kami.
5. Kelompok Cipayung Plus DKI Jakarta meminta DPR RI untuk menolak Perppu ormas menjadi Undang-Undang karena tidak legitim secara hukum dan tidak memenuhi persyaratan lahirnya sebuah Perppu sebagaimana yang telah diputuskan oleh Mahkamah Konstitusi
6. Kelompok Cipayung Plus DKI Jakarta melihat tidak adanya kemendesakan Perppu ini diterbitkan. Faktanya, sejak dikeluarkannya pada tanggal 10 Juli, tidak ada eksekusi apapun terhadap ormas anti Pancasila. Baru setelah 9 hari kemudian Perppu ini dilaksanakan.
7. Kelompok Cipayung Plus DKI Jakarta akan tetap mengawal Perppu ini baik melalui ruang-ruang akademis maupun melalui aksi jalanan
Hormat Kami,
Kelompok Cipayung Plus DKI Jakarta