Jakarta, Suarakristen.com
Kekalahan Ahok-Jarot dalam pilgub DKI harus dibaca sebagai kekalahan kaum Nasionalis dan Islam moderat versus kaum fundamentalis kanan (Garis Keras). Kekalahan Ahok-Jarot merupakan indikasi semakin menguatnya kebangkitan kembali gerakan fundamentalisme kanan di Indonesia saat ini.
Saat ini menurut hemat saya, Gerakan Fundamentalisme kanan ini sedang meraih momentum untuk semakin menancapkan dan memperluas agenda ideologi politik mereka. Ada indikasi kuat ‘Gelombang Arab Spring” sedang dipersiapkan terjadi di Indonesia.
Kekalahan pasangan Ahok-Jarot sebagai reprensentasi pasangan nasionalis harus dilihat secara kritis dalam sistem tata negara dan sosial Indonesia, tidak sebatas masalah teknis terbatas pada personalitas Ahok yang tentunya ada keterbatasan dan kekurangan termasuk organisasi pemenang yang ada di balik itu.,”demikian disampaikan Politisi Golkar, Leo Nababan, kepada Suarakristen.com, saat diminta pendapatnya sekilas tentang fenomena Pilgub DKI 2017 ini.(22/4/17).
Ungkap Leo Nababan lebih lanjut,”Kekalahan ini harus juga menjadi bagian dari analisis sistematis dan terstruktur dari semua gejala dan fakta yang ada di dunia dan nasional sejak era reformasi dan globalisasi”
“Kekalahan pasangan Ahok dan Jarot sebagai representasi negara Pancasila merupakan indikasi serius bahwa femomana Arab Spring di Indonesia mengalami indikasi kemajuan yang tidak bisa disepelekan,”tegas Leo Nababan.
Menurut politisi Golkar ini, “Kasus kasus terorisme, peraturan yang berbasis pada syariah (ekonomi syariah dan peraturan daerah lainnya), dan besarnya pengaruh sosial budaya ideologi fundamentalisme Kanan ini pada arena organisasi masyarakat dan politik, serta tidak sedikitnya pengaruh nilai nilai ini pada anggota dan keluarga institusi negara, mengindikasikan bahwa faham yang berbasis fundamentalisme kanan berkembang pada seluruh sendi tata negara dan tata sosial kita saat ini.”
‘Pilgub di DKI Jakarta menjadi indikasi kuat bahwa nilai-nilai moderatisme, pluralisme, toleransi, kebersamaan, kesetaraan dan wawasan Kebangsaan berdasarkan Pancasila semakin merosot dan memudar dalam praksis kehidupan sosial masyarakat dan perpolitikan nasional. Fundamentalisme agama saat ini mengalahkan dan menumbangkan nasionalisme. Agama saat ini menjadi alat yang sangat ampuh dalam meraih kekuasaan dan sumber Rejeki,”ungkapnya dengan nada sedih.
Tegasnya lebih lanjut,”Paham Nasionalismelah yang membuat NKRI saat ini masih kuat dan eksis. Akan tetapi, gerakan Fundamentalisme kanan akan membuat NKRI rapuh dan lemah.Tentunya ini menjadi permasalahan serius jika negara dan partai politik yang ada hanya berfikir tentang kekuasaan. Stabilitas Ideologi Pancasila yang menjadi prasyarat dari stabilitas yang lainnya sudah mulai terusik.NKRI berdasarkan Pancasila sudah harga mati. Tanpa Pancasila NKRI akan rapuh dan bubar’.
Faktor kesatuan dan persatuan nasional jelas terancam karena realitas kebangsaan Indonesia dilahirkan dari perjuangan dan kehendak yang sama untuk menjadikan negara Pancasila sebagai rumah bersama.”
“To be Or Not To Be, menjaga Negara Pancasila harus mulai menjadi komitmen bersama saat ini jika kita ingin negara Pancasila yang diperjuangkan dan disepakati itu tetap berdiri dan menjaga Indonesia masa kini dan masa datang. NKRI berdasarkan Ideologi Pancasila merupakan harga mati bagi kita semua. Semua entitas kebangsaan harus menerima dan mempraktekkan Pancasila sebagai filsafat hidup, acuan, ideologi dan paradigma bersama dalam kehidupan sosial nasional. Pertahankan dan perkuat kembali ideologi Pancasila, kalau tidak NKRI bisa mengalami Arab Spring,”pungkas Leo Nababan saat mengakhiri perbincangan singkatnya dengan Suarakristen.com. (Hotben Lingga)