Oleh :Firman Jaya Daeli (Mantan Anggota Badan Legislasi DPR-RI)
“Indonesia Raya” selalu berdiri kuat dan semakin bergerak kokoh dari dahulu, kini, dan seterusnya karena memiliki ideologi Pancasila dan konstitusi UUD 1945, yang mengakui, melindungi, memfasilitasi warga masyarakat Indonesia yang Bhinneka Tunggal Ika di dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Inilah prinsip dasar bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara Indonesia Raya. Prinsip ini merupakan dan menjadi “jantung” bahkan “pusat jantung” Republik Indonesia, sebuah Republik yang diproklamasikan 17 Agustus 1945. NKRI, Pancasila, UUD 1945, Bhinneka Tunggal Ika merupakan “pusat pertahanan” dan “darah pergerakan” Indonesia Raya, yang berbendera Merah Putih dan berlambang Burung Garuda. Republik Indonesia ada dan bertahan karena keberadaan dan kekuatan pusat pertahanan dan darah pergerakan ini. Pusat jantung merupakan ikatan dasar, ikatan ideologis, ikatan konstitusi, dan ikatan sosiologis yang mempertemukan, mempersatukan, mempererat, dan memperikat masyarakat dan bangsa Indonesia. Ketika pusat jantung secara simbolik dan ternyata diganggu, diserang, dan dirusak, maka segenap Indonesia Raya menumpahkan amarah, protes, dan bersatu padu. Indonesia Raya dengan semangat gotongroyong melindungi, menjaga, mengawal, merawat, mempertahankan, dan menegakkan pusat jantung.
Pusat jantung pertahanan dan darah pergerakan Indonesia Raya inilah yang secara serius kadang bahkan sering diganggu, diserang, dan dirusak bahkan terindikasi kuat diubah dan diganti oleh gerakan ekstrim intoleran fundamentalis. Segera dipastikan bahwa masyarakat dan bangsa Indonesia marah besar dan menentang keras atas serangan terbuka, ancaman nyata, dan perilaku simbolik dari gerakan ini. Gerakan ini tidak hanya mengancam melainkan sudah mengganggu dan membahayakan NKRI, Pancasila, UUD 1945, Bhinneka Tunggal Ika. Gerakan ini sudah melupakan atau mungkin lupa atau pura-pura lupa atau berusaha lupa bahwa ketika menyentuh sedikit saja pusat jantung Keindonesiaan maka pasti berakibat fatal. Sentuhan ini berakibat fatal karena mengundang amarah besar dan membangkitkan perlawanan kuat, masif, dan menyatu dari masyarakat dan bangsa Indonesia akibat sentuhan gerakan ekstrim intoleran fundamentalis.
“Negara” ; jajaran pemerintahan ; lembaga kenegaraan ; institusi kehakiman dan peradilan ; kejaksaan ; TNI ; Polri ; Partai Politik ; Organisasi Kemasyarakatan ; NGO/LSM ; Media Massa ; civil society ; institusi sosial, pendidikan, kebudayaan ; unit dan kelompok strategis ekonomi, bisnis, keuangan ; tokoh dan figur kredibel, karismatik, disegani, berpengaruh ; dan seluruh kalangan yang merindukan dan mengharapkan toleransi, perdamaian, dan persatuan, pada dasarnya bersatu padu dalam rangka mendukung dan membela Indonesia Raya. Dan dipastikan bahwa semua jajaran kebangsaan dan aparatur kenegaraan bertekad bulat dan bergotongroyong mencegah, menolak, menindak, dan mengatasi gerakan apapun yang mengganggu, merusak, dan membahayakan NKRI, Pancasila, UUD 1945, Bhinneka Tunggal Ika. Target dan sasaran pencegahan, penolakan, dan penindakan ini secara langsung dan nyata mesti dialamatkan kepada gerakan ekstrim intoleran fundamentalis. Dalam konteks dan dalam rangka menegakkan prinsip dasar “Indonesia Raya Merah Putih”, maka tidak boleh sekecilpun membuka ruang dan waktu bagi gerakan ini ; tidak boleh sedikitpun membiarkan gerakan ini bergerak dan tumbuh subur. Gerakan ini hanya bermodalkan dan mengandalkan ujaran kebencian, hinaan, hasutan, dan tindakan ancaman, kekerasan, provokasi, dan manipulasi. Bahkan modal dan andalan gerakan ini sering hanya berbungkusan “atas nama” dan “klaim manipulatif”. Kerangka wacana pemikiran, model pendekatan, dan metode aksi gerakan ini selalu mengeksploitasi dan memanipulasi pikiran dan perasaan massa dengan issue sektarian primordial ; mendompleng dan memanfaatkan massa umum dan cair yang bukan massa anggotanya ; gerakan ini dimanfaatkan dan diperalat juga oleh kelompok-kelompok kepentingan yang pragmatis dan opurtunis terutama saat Pemilu Presiden dan Pemilu Kepala Daerah.
Pemerintahan Jokowi-JK sudah jelas, tegas, dan pasti berdiri tegak dan teguh menjaga, mengawal, merawat, mempertahankan, menegakkan, membangun, dan memajukan Indonesia Raya. Presiden Jokowi sebagai Kepala Negara dan Kepala Pemerintahan, memiliki mandat dan kepercayaan penuh dari rakyat Indonesia, terpilih secara langsung, demokratis, dan konstitusional dalam Pemilu Presiden. Presiden Jokowi dipastikan senantiasa dan seterusnya menjaga dan mengawal NKRI ; mempertahankan dan menjalankan ideologi Pancasila ; merawat dan menegakkan konstitusi UUD 1945, mendukung dan menumbuhkan Bhinneka Tunggal Ika. Presiden Jokowi bersama Wakil Presiden JK beserta jajaran Pemerintahan, TNI, Polri, Kejaksaan, institusi Kehakiman dan Peradilan berfungsi dan bertanggungjawab melindungi dan mempertahankan pusat jantung Keindonesiaan dan simbol-simbol kenegaraan. Jika ada ancaman, serangan, gangguan, dan pelanggaran yang dilakukan gerakan ekstrim intoleran fundamentalis, maka Presiden Jokowi bersama masyarakat dan bangsa Indonesia sudah pasti mencegah, menghadapi, menindak, dan mengatasinya. Manakaka ada pihak manapun yang memprovokasi, mendompleng, memanfaatkan, dan memperalat gerakan ini demi kepentingan pribadi dan kelompoknya, maka yakin dan percayalah bahwa Presiden Jokowi dan jajarannya dipastikan tampil tegas, cerdas, dan tuntas mengatasi dan menyelesaikannya.
Wakil Presiden Kedelapan Republik Indonesia Dan Presiden Kelima Republik Indonesia yang juga Ketua Umum DPP PDI Perjuangan Hj. Megawati Soekarnoputri, sejak dahulu sampai sekarang dan seterusnya senantiasa berdiri tegak, kuat, dan kokoh untuk menjaga, mengawal, merawat, mempertahankan, dan menegakkan NKRI, Pancasila, UUD 1945, Bhinneka Tunggal Ika. Megawati dalam kedudukan apapun, kapanpun, dan dimanapun pasti dan selalu mengutamakan dan mengedepankan kedaulatan bangsa dan persatuan nasional ; memprioritaskan dan menitiberatkan kedamaian umum dan keutuhan ciptaan ; mengaktualkan dan membumikan “Trisakti”. Garis panjang perjuangan ideologis Megawati selalu tegak lurus untuk membangun dan mengukuhkan Trisakti, yaitu : Berdaulat Dalam Politik ; Berdikari Secara Ekonomi ; Berkepribadian Di Dalam Kebudayaan. Dalam hal ini, Megawati sungguh amat tegas, jelas, dan terang benderang sebagai “Merah Putih”. Megawati sama sekali tidak ragu, tidak bimbang, dan tidak takut sedikitpun untuk menegakkan dan mempertahankan prinsip dasar dan simbol kenegaraan yang merupakan pusat jantung pertahanan dan darah pergerakan Republik Indonesia. Pemikiran, sikap, dan pendirian Megawati mengalami proses ideologisasi dan aktualisasi dalam keadaan apapun dari dahulu sampai sekarang dalam kapasitas kedudukan pribadi, anggota DPR-RI, anggota MPR-RI, Wakil Presiden RI, Presiden RI, Ketua Umum PDI Perjuangan. Bahkan Megawati dan PDI Perjuangan merupakan dan sekaligus menjadi “episentrum” perjuangan dan “titik sentral” pergerakan di Indonesia dan di dunia internasional dalam hal menjaga, mengawal, merawat, mempertahankan, dan menegakkan NKRI, Pancasila, UUD 1945, Bhinneka Tunggal Ika.
Paket ideologis dan politis dari gerakan ekstrim intoleran fundamentalis adalah : melemahkan, mendelegitimasi, dan merusak pusat jantung Indonesia Raya Merah Putih dengan modus operandi terlebih dahulu melemahkan, mendelegitimasi, dan merusak Megawati dan Jokowi sebagai episentrum dan titik sentral. Dengan melemahkan, mendelegitimasi, dan merusak terlebih dahulu Jokowi dan jajarannya beserta Megawati dan jajarannya sebagai episentrum perjuangan dan titik sentral pergerakan penjaga, pengawal, dan penegak NKRI, Pancasila, UUD 1945, Bhinneka Tunggal Ika, maka gerakan ekstrim intoleran fundamentalis menjadi lebih mudah dan semakin gampang menyentuh dan merusak pusat jantung Indonesia Raya dan Keindonesiaan (NKRI, Pancasila, UUD 1946, Bhinneka Tunggal Ika).
Pemikiran, sikap, dan pendirian ideologis inilah yang diungkapkan dan diwujudkan Hj. Megawati Soekarnoputri sebagai Ketua Umum PDI Perjuangan dalam Pidato Politik dalam rangka Hari Ulang Tahun (HUT) PDI Perjuangan, Selasa, 10 Januari 2017, di Jakarta. Konstruksi dan isi substansi Pidato Megawati menyentuh basis dasar dan mengurai materi inti Keindonesiaan dan Indonesia Raya yang diproklamasikan Bung Karno dan Bung Hatta 17 Agustus 1945. Dengan demikian, pemikiran, sikap, dan pendirian Megawati dalam konteks Keindonesiaan ini secara hakiki mestinya juga menjadi pemikiran, sikap, dan pendirian Pemerintah. Hal ini tampak jelas ketika Presiden RI Jokowi menyampaikan Pidato Presiden sesaat setelah Presiden Kelima RI dan sekaligus Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati menyampaikan Pidato. Materi Pidato Presiden Jokowi secara umum dan garis besar senafas dan searah dengan Pidato Megawati serta mendukung pemikiran, sikap, dan pendirian Megawati. Konstruksi dan isi substansi Pidato kedua Beliau sungguh-sungguh bernas, tajam, berisi, relevan, kontekstual, visioner ; dan mengandung makna strategis ; bahkan memiliki atmosfir pesan etik moral, keluhuran kemanusiaan dan kerakyatan untuk memaknai NKRI, Pancasila, UUD 1945, Bhinneka Tunggal Ika.
Masyarakat Indonesia kemudian menjadi heran dan marah atas tindakan Rizieq Shihab ketika Rizieq mempersoalkan Pidato Megawati dengan bermanufer akan mengadukan dan melaporkan atau siapapun yang akhirnya nanti mengadukan dan melaporkan Megawati ke Polri. Keheranan dan kemarahan publik bersifat masif, membesar, dan meluas atas tindakan Rizieq. Hal ini tidak hanya merupakan keheranan dan kemarahan internal PDI Perjuangan melainkan sudah menjadi keheranan dan kemarahan umum atau publik di Indonesia. Ada sejumlah pertanyaan mendasar muncul di sini : Apa kepentingan hukum Rizieq ? Apa kedudukan hukum Rizieq ? Isi materi (konten) apa yang dipersoalkan Riziek ? Siapa Sesungguhnya Rizieq ? Siapa yang mendorong, mendompleng, dan memanfaatkan Rizieq ? Apakah Rizieq mempersoalkan dan menolak serta tak setuju dengan NKRI ? Pancasila ? UUD 1945 ? Bhinneka Tunggal Ika ? Sehingga Rizieq harus mengadukan dan melaporkan Megawati ?. Kemarahan masyarakat umum (publik) kepada Rizieq semakin mengkristal dan melembaga karena publik sudah sering dan telah banyak mengadukan dan melaporkan Rizieq Shihab atas sejumlah pelanggaran hukum dan tindak pidana yang dilakukan Rizieq.
Presiden Jokowi dan Wakil Presiden JK beserta jajaran pemerintahan pasti tidak bergeser semilipun dan sejengkalpun untuk menjaga, mengawal, dan merawat NKRI, Pancasila, UUD 1945, Bhinneka Tunggal Ika. Kepemimpinan Presiden Jokowi memaknai prinsip dasar dan simbol kenegaraan ini dengan mengisinya melalui Kerja dan Kerja. Presiden Jokowi berkonsentrasi penuh dan sungguh-sungguh fokus untuk percepatan dan peningkatan pelaksanaan Program Nawacita. Pemerintahan Kabinet Kerja dan kepemimpinan Presiden Jokowi yang terkenal sederhana, supel, fleksibel tetapi tegas, teguh, dan kukuh berkomitmen kuat tanpa bimbang dan tanpa ragu untuk mempertahankan dan menegakkan Indonesia Raya dan Merah Putih melalui perwujudan dan peningkatan pembangunan dan perekonomian Indonesia bagi kesejahteraan umum dan kemakmuran rakyat. Dalam kerangka bangunan kemasyarakatan, kebangsaan, dan kenegaraan ini, meliputi juga kebijakan konkrit dan agenda nyata jajaran pemerintahan untuk mencegah dan menindak tegas dan tuntas gerakan ekstrim intoleran fundamentalis. Pencegahan dapat dilakukan dengan pendekatan sosial, pendidikan, dan kebudayaan ; serta dengan pendekatan keamanan dan ketertiban umum. Penindakan dapat dilakukan dengan pendekatan ketentuan hukum kepidanaan dan pendekatan ketentuan administrasi kenegaraan. Negara memiliki otoritas penuh, tugas tanggungjawab, dan kewenangan maksimal untuk melakukan pencegahan dan penindakan terhadap gerakan ekstrim intoleran fundamentalis yang merongrong keberadaan dan kewibawaan NKRI, Pancasila, UUD 1945, Bhinneka Tunggal Ika.
Institusi Polri sebagai Bhayangkara Negara dengan Tribrata, senantiasa memaksimalkan fungsi, tugas, tanggungjawab, dan kewenangan untuk menjaga dan melindungi rakyat dari ancaman, serangan, gangguan, dan kekerasan yang dilakukan gerakan ekstrim intoleran fundamentalis ; memelihara keamanan, kenyamanan, dan ketertiban umum ; menegakkan hukum (kepidanaan) sekaligus menindak siapapun dan organ manapun dari gerakan ekstrim intoleran fundamentalis yang selalu mengatasnamakan dan melakukan pelanggaran hukum. Jajaran Polri juga mendukung, mengamankan, menjalankan, dan menyukseskan pelaksanaan Visi, Misi, Program Presiden. Polri adalah simbol dan wujud representase negara yang harus senantiasa melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia.
Institusi TNI dengan Sumpah Prajurit dan Sapta Marga senantiasa sepenuhnya melaksanakan fungsi, tugas, dan tanggungjawab untuk menjaga kedaulatan negara ; mengawal keutuhan wilayah ; mempertahankan NKRI dan Pancasila ; menegakkan dan menghormati UUD 1945 dan perundang-undangan ; menumbuhkan dan menyuburkan Bhinneka Tinggal Ika. Dengan demikian, TNI tentunya berkomitmen untuk setegas-tegasnya menghadapi dan menentang gerakan ekstrim intoleran fundamentalis yang mengancam, menolah, dan membahayakan NKRI, Pancasila, UUD 1945, dan Bhinneka Tunggal Ika. Jajaran TNI juga mendukung, mengamankan, menjalankan, dan menyukseskan pelaksanaan Visi, Misi, Program Presiden. Pelaksanaan fungsi, tugas, dan tanggungjawab ini diletakkan dan digerakkan dalam konteks sistem dan kultur sosial politik demokratis secara konstitusional.
Penindakan oleh Negara dapat dilakukan melalui institusi Kepolisian dan Kejaksaan dengan pendekatan ketentuan hukum kepidanaan. Negara dapat juga melakukan penindakan melalui institusi Kepolisian, Kejaksaan, dan Kementerian Dalam Negeri dengan pendekatan ketentuan administrasi kenegaraan. Jajaran kelembagaan ini berfungsi strategis, bertanggungjawab efektif, dan berwenang penuh melakukan penindakan. Organisasi Kemasyarakatan (Ormas) atau organ apapun dan manapun harus dilarang dan dibubarkan ketika terindikasi kuat, ternyata jelas, terbukti sah dan meyakinkan melakukan gerakan ekstrim intoleran fundamentalis. Pembubaran dan pelarangan Ormas dapat dilakukan ketika keberadaan dan kegiatannya sungguh-sungguh telah melakukan tindakan salah dan pelanggaran fatal dan serius. Ormas dan organ ini misalnya mengganggu dan mengacaukan keamanan nasional dan ketertiban umum ; merusak dan menyerang hak-hak dan kebebasan konstitusional warga masyarakat lain ; membahayakan, mengancam, merusak, mengubah, bahkan menolak NKRI dan Pancasila ; menentang, menolak, dan merusak Bhinneka Tunggal Ika dan sejumlah simbol kenegaraan.
Pencegahan dapat dilakukan dengan pendekatan sosial, pendidikan, dan kebudayaan ; serta dengan pendekatan keamanan dan ketertiban umum. Dalam konteks pencegahan dengan pendekatan keamanan dan ketertiban, Negara hadir dan berada pada posisi dan peran membangun dan memaksimalkan sistem keamanan nasional, tata ketertiban umum, dan kualitas intelijen negara. Dengan demikian efektif dan berhasil mencegah, menangkis, dan mengatasi sejak awal jika ada ancaman, serangan, gangguan, dan kekerasan dari gerakan ekstrim intoleran. Sistem keamanan nasional, tata ketertiban umum, dan kualitas intelijen negara yang memadai, sekaligus berfungsi dan bertanggungjawab juga melindungi dan memfasilitasi pelaksanaan hak-hak dan kebebasan konstitusional warga masyarakat NKRI. Dalam konteks pencegahan dengan pendekatan sosial, pendidikan, dan kebudayaan, maka Negara melalui sejumlah instansi kementerian dan non kementerian sebaiknya dan sesungguhnya dapat melakukan pencegahan sejak dini sebelumnya. Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Sosial, Kementerian Pendidikan Dan Kebudayaan, Kementerian Ristek Dan Pendidikan Tinggi, Kementerian Agama, dan instansi terkait lainnya menjadi relevan dan efektif berinisiatif dan berperan dalam konteks ini.
Masyarakat dan bangsa Indonesia sungguh amat terbantu dan tersemangati dengan keberadaan dan jasa perjuangan NU dan Muhammadyah. Kedua Ormas terbesar ini merupakan Ormas Islam Mainstrem (arus utama dan berpengaruh) di Indonesia dari dahulu sampai sekarang. NU dan Muhammadyah sejak awal terlibat aktif dan berinisiatif di garis terdepan untuk berjuang mengusir penjajah kolonial dan merebut Kemerdekaan Republik Indonesia serta mempertahankan keberadaan Republik Indonesia sampai sekarang dan seterusnya. Kedua Ormas terbesar ini berjuang mempertahankan dan mengisi Kemerdekaan sehingga senantiasa menjadi kekuatan utama dan strategis dalam rangka menjaga, mengawal, merawat, menegakkan, dan mempertahankan NKRI, Pancasila, UUD 1945, Bhinneka Tunggal Ika. NU dan Muhammadyah senantiasa tergerak dan terpanggil menyelamatkan dan membangun Indonesia Raya Dan Merah Putih melalui program sosial, ekonomi, pendidikan, kesehatan, kebudayaan, pemberdayaan sumber daya, dan lain-lain. Program-program ini berjalan dalam kerangka dan berbasis pada tugas tanggungjawab dan komitmen untuk memperkuat dan mengukuhkan pusat jantung pertahanan dan darah pergerakan Indonesia (NKRI, Pancasila, UUD 1945, Bhinneka Tunggal Ika).
Kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara semakin bermakna dengan kehadiran, kegiatan, dan pengabdian sejumlah tokoh utama dan figur kredibel, disegani, dan berpengaruh sekaliber Shinta Nuriyah Abdurrahman Wahid, KH. Mustafa Bisri, KH. Hasyim Muzadi, Prof. DR. A. Syafii Maarif, Prof. DR. A. Malik Fadjar, dan tokoh figur panutan lainnya. Kebermaknaan ini bertalian erat dengan maksud dan tujuan untuk memajukan, menumbuhkan, dan menyuburkan NKRI, Pancasila, UUD 1945, Bhinneka Tunggal Ika. Tokoh dan figur ini membangun dan menumbuhkan pemikiran terbuka, moderat, kultural, dan egaliter ; kemudian sikap yang pro kemanusiaan, kerakyatan, dan kebangsaan ; selanjutnya pendirian yang kuat, konsisten, dan otentik. Hal ini menjadi sangat bermanfaat bagi pertumbuhan demokrasi dan civil society untuk semakin menebalkan ruh dan semangat mengaktualkan dan merealisasikan Pancasila dan UUD 1945 di tengah-tengah masyarakat yang Bhinneka Tunggal Ika di dalam wadah NKRI.
Penguatan dan pemaknaan terhadap NKRI, Pancasila, UUD 1945, Bhinneka Tunggal Ika semakin tumbuh ketika hal ini disuarakan Wakil Presiden Ketujuh Republik Indonesia dan Presiden Ketiga Republik Indonesia (Prof. DR. BJ. Habibie) dan Wakil Presiden Keenam Republik Indonesia (Try Sutrisno) ketika dan sesaat setelah bertemu dan berdiskusi dengan Presiden Jokowi beberapa waktu sebelum ini. Menurut BJ. Habibie dan Try Sutrisno, komitmen dan dukungan penuh terhadap NKRI, Pancasila, UUD 1945, Bhinneka Tunggal Ika, dan simbol kenegaraan harus diutamakan dan diprioritaskan. Dengan demikian, kepentingan dan kesetiaan untuk mempertahankan dan menegakkan NKRI, Pancasila, UUD 1945, Bhinneka Tunggal Ika harus dan mutlak dikedepankan dan digelorakan di atas dan dibanding dengan kepentingan pribadi dan kelompok yang pragmatis dan opurtunis.
Komunitas strategis dan berpengaruh luas, yaitu PGI dan KWI mengumandangkan perihal tekad dan komitmen yang sama pentingnya dan tone khusus, yaitu : jaga, kawal, rawat, pertahankan, dan tegakkan NKRI, Pancasila, UUD 1945, Bhinneka Tunggal Ika, dan simbol kenegaraan. PGI dan KWI menyatakan ini secara serius ketika dan sesaat setelah bertemu dan berdiskusi terbuka dan hangat dengan Presiden RI Jokowi beberapa saat sebelum ini. Pernyataan ini sudah dikumandangkan dan ditegaskan PGI dan KWI sejak dahulu sampai sepanjang masa, karena PGI dan KWI senantiasa tersentuh, tergerak, dan terpanggil hadir dan bangkit menopang keberadaan dan ketahanan Indonesia Raya dan Merah Putih. PGI dan KWI telah berjasa merebut Kemerdekaan RI, dan seterusnya berjuang mempertahankan dan mengisi Kemerdekaan serta memaknai Proklamasi Kemerdekaan RI.
Agenda “Pembumian” Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika secara masif, sistematis, dan terus menerus harus segera ditumbuhkan dan disuburkan. Agenda pembumian harus menyentuh dan mewarnai kehidupan sosial, ekonomi, politik, budaya, agama dalam NKRI berdasarkan UUD 1945. Dengan demikian, segala gerakan ekstrim intoleran fundamentalis dan gerakan lain yang bertentangan dengan prinsip dasar Indonesia Raya, dapat dicegah dan diatasi dengan agenda pembumian Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika. Melalui ruh dan semangat nasionalisme dan humanisme, dengan kebijakan dan agenda berkeadilan dan bermusyawarah, maka Indonesia Proklamasi 17 Agustus 1945 menjadi semakin kuat dan kokoh. Perspektif agenda pembumian menjadi lebih efektif dan relevan apabila menjadi agenda aksi dan kebijakan nyata dari kepartaian, ormas, kelompok-kelompok strategis, dan struktural pemerintahan. Agenda pembumian menjadi semakin strategis dan penting karena sekaligus memastikan dan menunjukkan kemauan kuat dan komitmen tegas jajaran pemerintahan untuk mentrasformasi agenda pembumian Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika menjadi gerakan sosial, ekonomi, politik, dan gerakan kebudayaan di NKRI berdasarkan UUD 1945.
Masyarakat dan bangsa Indonesia sungguh bersyukur memiliki Negara Kesatuan Republik Indonesia, ideologi Pancasila, konstitusi UUD 1945, Semboyan Bhinneka Tunggal Ika. Inilah kekayaan dan kejayaan masyarat dan bangsa Indonesia. Masyarakat majemuk dan negara bangsa Indonesia mengandung lagi kekayaan dan kejayaan tak terhingga karena memiliki dan terdiri dari berbagai suku, sub suku, adat istiadat, budaya, agama, kepercayaan, golongan, profesi, pulau, asal usul, dan lain-lain. Kekayaan dan kejayaan ini mampu mempersatukan, mempertemukan, mempererat, dan memperikat masyarakat dan bangsa Indonesia untuk Mengisi Kemerdekaan, Memaknai Proklamasi, dan Mengibarkan Merah Putih untuk Indonesia Raya.
Selengkapnya Silakan Klik Buka, Baca, Dan Bagi Link Berita Yang Di Bawah Ini Mengenai : “Indonesia Raya : Pembumian Pancasila Dan Bhinneka Tunggal Ika Serta Penguatan NKRI Dan UUD 1945”