Jakarta, Suarakristen.com.,
Kisah tahun 2015 hanya hitungan hari, sebentar lagi berlalu. Berganti menjadi tahun 2016. Tentu, di tahun ini banyak suka-duka yang kita lalui. Barangkali masing-masing kita punya cerita tentang hal itu. Tetapi, tentu sebagai bahan perenungan kita bersama, permasalahan negeri kita ini yang menjadi keprihatinan kita bersama.
Hal suram juga masih terjadi pula pada lembaga penegak hukum kita. Begitu juga cerita Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang tersandera dan terjebak etika, hingga berujung pada penggantian ketuanya. Sampai sekarang masih menjadi perbincangan hangat. Sepertinya akan menjadi catatan hukum juga tahun 2016. Artinya, persoalan hukum yang semakin kompleks dan berkelanjutan di tahun depan.
Bagi pengacara Jhon S.E Panggabean, S.H, M.H., tentu, tahun depan mesti lebih optimis, bahwa penegakan hukum di tahun 2016 akan lebih baik dari sekarang ini. Tahun ini tentu menjadi bekal kita melangkah untuk tahun depan. Termasuk menyatukan persepsi dan langkah bersama, bahu membahu pemerintah dengan masyarakat untuk penegakan hukum yang lebih maksimal. Selamat menyambut hari Natal dan menyongsong tahun baru 2016.
“Sebagai pengacara, saya paling tidak mengamati bahwa kasus korupsi yang banyak diungkap, diusut, diselidiki dan disidik oleh para penegak hukum. Tak sedikit kasus korupsi yang dilimpahkan kasusnya ke pengadilan tindak pidana korupsi (Tipikor),” ujarnya. Namun, walau demikian, dia juga tak menutup mata terhadap kasus hukum yang mencoreng segelintir orang terbelit hukum yang berprofesi penegak hukum.
Tetapi, bagi Ketua Umum Masyarakat Peduli Penegak Hukum Indonesia (MAPPHI) merasakan betul bahwa di tahun 2015 ini kita masih dibayangi berbagai cerita paradoks hukum berulang kali. Karena masih banyak praktik korupsi yang menggerogoti moral penyelenggara pemerintahan, bahkan, tak hanya di tingkat pusat. Juga sudah menjalar hingga ke daerah. Sebagai contoh, kita tentu belum lupa menyaksikan korupsi yang terjadi di provinsi Sumatera Utara yang melibatkan penyelenggara Negara dari eksekutif, judikatif dan legislatif. Kasat mata dipertontonkan kasus korupsi yang membelit pemerintah Provinsi Sumatera Utara, itu.
Bagi Jhon juga menyambut baik pemimpin Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang baru dilantik. “Kita berharap agar mereka segera melakukan tugasnya dengan baik. Tetapi, kita masih tetap waswas jika revisi UU KPK dianulir yang bisa berujung pelemahan KPK sendiri.” Menurutnya, hal yang paling berat dalam penanganan korupsi adalah expektasi public pada penegak hukum untuk cepat dan sebanyak mungkin menyelesaikan perkara. Memang jelas, bahwa Undang-Undang KPK bukan kitab suci yang tak boleh dirubah. Asalkan untuk penguatan KPK persoalan revisi bukan menjadi masalah. “Asal bukan dalam rangka pelemahan, kita setuju ada perbaikan,” ujarnya.
Sinergitas penegakan hukum
Di dalam benak banyak orang melihata banyaknya kasus mungkin bertanya, bagaimana cara mengupayakan penegakan hukum. “Kita sangat menyambut baik kegiatan ini. Terlebih pemahaman hukum memang harus diberi kepada masyarakat. Khususnya generasi muda. Maka oleh karena itu, sangat disayangkan sekali jika kegiatan ini diabaikan begitu saja oleh masyarakat dalam menambah wawasan mengenai hukum,” ujar Jhon lagi, sesaat menggelar sukuran, Selasa, (22/12/15) di kantornya MT Haryono Square, Jakarta Timur.
Selama ini terkesan, masyarakat awam kerap tak melek bagaimana hukum itu berjalan, sehingga hukum dianggap hanya mementingkan masyarakat golongan tertentu saja. “Seringnya hukum itu bertindak secara tidak adil, membuat masyarakat sekptis.” Di dalam benak Jhon, harapannya, bagaimana cara mengatasi masalah tegaknya penegakan hukum ini.
Jhon menambahkan, mesti ada sinergi di antara lembaga penegak hukum. “Tak akan ada pemberantasan korupsi yang tuntas, jika hanya dikerjakan oleh KPK sendiri saja.” Lagi-lagi perlu ada sinergitas antarlembaga, dan hal ini diharapkan dapat terwujud di antara instansi penegak hukum. Bahkan, telah juga banyak pendapat yang mengatakan, bahwa pemberantasan korupsi di Indonesia bisa ditangani jika ada sinergi berjalan maksimal.
Hal tersebut di antaranya karena terdapat kondisi yang tidak seimbang antara penegakan hukum dan upaya untuk mengembalikan kerugian keuangan negara yang dijarah oleh pelaku korupsi. Karenanya, menurut Jhon, dalam penanganan tindak pidana korupsi yang sifatnya extra ordinary, diperlukan sinergitas di antara penegak hukum, dengan menjunjung tinggi nilai-nilai profesional, integritas yang efektif, dan penerapan sanksi yang menimbulkan efek jera.
Selama ini, bisa saja hal itu menjadi alasan masyarakat skeptis terhadap penegakan hukum. “Tetapi, bagi saya sebagai pengacara yang merupakan bagian dari empat profesi pilar penegakan hukum (hakim, jaksa, polisi dan pengacara) mesti tetap optimis bahwa penegakan hukum dari sekarang mesti lebih baik,” ujar Jhon mengakhiri perbincangan.