Komisi Reformasi Polri Solusi Semu atas Problem Substansial
Kompas.com
Oleh *Ahkam Jayadi*
https://share.google/dEvLh5Adu532JzLV9
Komisi Reformasi Polri telah dibentuk dan dilantik Presiden Prabowo Subianto sebagai bagian dari upaya memperbaiki citra dan kinerja Kepolisian Republik Indonesia. Komisi ini diketuai Prof Dr. Jimly Asshiddiqie.
Artikel ini berargumen bahwa pembentukan komisi semacam itu tidak memiliki dasar konstitusional maupun urgensi kelembagaan yang kuat.
Secara normatif, Polri telah memiliki struktur dan mekanisme reformasi internal yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002.
Reformasi yang sejati menuntut kepemimpinan yang mandiri, penegakan etika profesi, serta peningkatan kualitas sumber daya manusia kepolisian, bukan pembentukan lembaga baru yang berpotensi menjadi alat politik kekuasaan.
Pembentukan Komisi Reformasi Polri muncul di tengah meningkatnya ketidakpercayaan publik terhadap institusi kepolisian.
Berbagai kasus pelanggaran etik, penyalahgunaan wewenang, dan politisasi hukum telah mencederai integritas institusi yang seharusnya menjadi garda terdepan dalam menegakkan keadilan.
Namun demikian, gagasan pembentukan komisi reformasi patut dipertanyakan relevansinya, mengingat secara normatif Polri telah memiliki landasan hukum yang cukup dalam mengatur fungsi, struktur, dan mekanisme pengawasannya.
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 menegaskan Polri sebagai alat negara yang berfungsi menegakkan hukum, melindungi, mengayomi, dan melayani masyarakat dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia.
Dalam Pasal 3 dan 4 ditegaskan bahwa Polri harus profesional, mandiri, dan tunduk pada prinsip negara hukum.
Selain itu, pengawasan internal dan eksternal terhadap Polri telah diatur secara berlapis, antara lain melalui: Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam), Inspektorat Pengawasan Umum (Itwasum), dan Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) sebagai pengawasan eksternal.
Dengan demikian, kerangka hukum reformasi kepolisian sudah tersedia, dan tidak memerlukan pembentukan komisi baru yang berpotensi menimbulkan duplikasi fungsi.
Politik birokrasi dan simbolisme reformasi
Pembentukan lembaga baru di luar struktur hukum yang ada sering kali merupakan bentuk politik simbolik, bukan reformasi substantif.
Hal ini terlihat dari kecenderungan pemerintah membentuk berbagai komisi ad hoc untuk meredam tekanan publik, tanpa disertai komitmen politik yang nyata dalam memperkuat mekanisme yang sudah ada.
Komisi Reformasi Polri berpotensi menjadi alat politik birokrasi, karena tidak memiliki dasar konstitusional yang jelas.
Tidak menyentuh akar persoalan integritas dan profesionalisme aparat. Berpotensi menimbulkan tumpang tindih kewenangan dengan Kompolnas dan lembaga pengawasan lainnya.
Masalah utama Polri bukan terletak pada struktur, tetapi pada kemandirian dan moralitas kepemimpinan.
Reformasi sejati hanya akan lahir jika Polri dipimpin oleh Kapolri yang berani independen dari kekuasaan politik. Menegakkan hukum secara objektif dan berkeadilan. Memperkuat sistem meritokrasi dan pendidikan etika profesi.
Dengan demikian, reformasi internal berbasis integritas jauh lebih penting daripada reformasi struktural berbasis lembaga.
Peningkatan profesionalisme dan kualitas sumber daya manusia merupakan kunci keberhasilan reformasi Polri.
Pendidikan kepolisian perlu mengintegrasikan pendekatan etika, moralitas, dan spiritualitas profesi hukum, agar aparat kepolisian memahami bahwa kekuasaan mereka bersumber dari kepercayaan publik, bukan dari otoritas semata.
Pembentukan Komisi Reformasi Polri bukanlah solusi substantif bagi persoalan kepolisian di Indonesia.
Reformasi sejati hanya akan terwujud melalui kepemimpinan berintegritas, kemandirian institusional, dan pembenahan sumber daya manusia secara menyeluruh.
Dengan demikian, arah reformasi kepolisian ke depan seharusnya tidak fokus pada pembentukan lembaga baru, melainkan pada penguatan mekanisme internal dan moralitas kepemimpinan Polri sebagai penegak hukum profesional yang bekerja demi kepentingan masyarakat, bangsa, dan negara.
Meskipun apa yang diuraikan di atas sejatinya tidak dapat kita ingkari adanya, maka suka tidak suka karena Komisi Reformasi Polri sudah dibentuk dan dilantik oleh Presiden Prabowo, maka kita hanya bisa berharap bahwa komisi ini benar-benar bisa mewakili keresahan publik terhadap kepolisian.
Mereka dapat mengusulkan berbagai perbaikan substantif agar kepolisian bisa menjadi institusi dengan sumber daya manusia yang benar-benar bisa terwujud sebagaimana amanah undang-undang kepolisian.
Kepolisian yang modern dan mandiri, bekerja untuk kepentingan masyarakat, bangsa dan negara, bukan menjadi alat politik kekuasaan sesaat dan mengkhianati amanah masyarakat.















