Scroll untuk baca artikel
Example 325x300
Example floating
Example floating
Example 728x250
Nasional

Pamungkasaning Sura Dal 1959 Mangkunegaran Sarinah Thamrin, Jakarta

×

Pamungkasaning Sura Dal 1959 Mangkunegaran Sarinah Thamrin, Jakarta

Sebarkan artikel ini
Example 468x60

Pamungkasaning Sura Dal 1959 Mangkunegaran Sarinah Thamrin, Jakarta

 

Example 300x600

Jakarta, Gramediapost.com

 

Mangkunegaran bersama Sarinah menggelar pertunjukan seni Mangkunegaran dalam rangka penutupan pameran. “Pamungkasaning Sura” berlangsung selama tiga hari berturut-turut,mulai 25 Juli 2025 hingga 27 Juli 2025 di Area Pameran dan Anjungan, Sarinah.

Makna Bulan Sura di Mangkunegaran

Bukan hanya diawali dengan 1 Sura yang menandai pergantian tahun, bulan Sura pada kalender Jawa hadir sebagai ruang transisi yang sarat makna. Bulan Sura dianggap sebagai bulan berkah, waktu untuk mengheningkan diri, menata ulang batin, dan meresapi arah perjalanan ke depan. Ia adalah awal dari segala: pembuka tahun baru, pembuka siklus kehidupan yang baru, dan sekaligus pengingat akan siklus waktu yang terus berputar.

Pada tradisi kalender Jawa, waktu bergerak dalam siklus windu, yaitu delapan tahun dengan nama dan makna masing-masing. Dimulai dari Alip sebagai titik awal, disusul Ehe(pertumbuhan), Jimawal (perjuangan), Je (puncak perkembangan), Dal (masa ujian), Be(penataan ulang), Wawu (kematangan), dan Jimakhir (penutup). Tahun ini, bulan Sura menandai peralihan dari tahun Je 1958 ke Dal 1959, masa yang dipercaya penuh tantangan dan membutuhkan keteguhan hati.

Di Mangkunegaran, bulan Sura merupakan daur waktu yang terbagi menjadi tiga bagian:Atita (masa lalu), Atiki (masa kini), dan Anagata (masa depan). Atita dihayati melaluilaku refleksi, Atiki dijalani dalam keheningan tapa bisu, dan Anagata menjadi ruang harapan.Di sinilah Anagata ditekankan sebagai inti dari bulan Sura, penanda bahwa meski masa lalu dan kini dihayati dengan penuh kesadaran, harapanlah yang menggerakkan langkah. Dalam hening dan doa, Anagata hadir sebagai panduan untuk menapaki masa depan yang belum tergambar.

Peringatan Bulan Sura di Mangkunegaran tidak hanya berlangsung di lingkungan istana,tetapi juga menjangkau ruang-ruang publik sebagai misi memperkenalkan spirit Sura kepada khalayak yang lebih luas, termasuk di Sarinah Thamrin, agar tradisi ini tetap lestari, terus tumbuh, dan berkembang.

Melalui penayangan dokumentasi, penulisan harapan, instalasi tematik, dan nyanyian serat,Mangkunegaran mengajak masyarakat meresapi nilai-nilai hidup yang penuh kesadaran ditengah ritme kehidupan yang serba cepat.

Pamungkasaning Sura

Sesuai maknanya, Pamungkasaning Sura menandai akhir Bulan Sura, saat untuk mulai melangkah mewujudkan harapan yang telah dipanjatkan (anagata). Kegiatan ini digelar Pagelaran Wayang di Pura Mangkunegaran pada 25 Juli 2025 dan di Sarinah Thamrin pada 26 Juli 2025, sekaligus menyambut datangnya bulan Sapar. Sebagai momen perenungan sekaligus penutup dari rangkaian pameran yang telah berjalan selama satu bulan di Sarinah.

Wilujengan sebagai pembuka menandai laku spiritual untuk memulai dengan niat baik,sementara tarian dan ringgitan menghadirkan budaya Mangkunegaran dalam bentuk yang hidup kepada publik. Malam pertama Pamungkasaning Sura, dibuka dengan wilujengan,sebuah doa bersama sebagai wujud syukur dan permohonan keselamatan. Disusul penampilan tari Mangkunegaran, pengunjung juga dapat menikmati wedangan dan kudapan khas Solo yang memperkaya suasana kebersamaan.

Hari kedua, 26 Juli 2025, terdapat tarian sambutan di ruang pameran pada siang hari. Sementara pada malamnya, dimulai dengan ritual bokor, dilanjutkan ringgitan berbahasa Jawa–Indonesia. Sebagai pelengkap pengalaman, pengunjung dapat menikmati nasi liwet,wedangan dan dupa.

Rangkaian ditutup dengan klenengan, tarian, dan penampilan prajurit dalam suasana hangat dan merakyat pada Minggu, 27 Juli 2025 pukul 07.00 – 09.30 WIB. Pengunjung diajak menari dan berfoto bersama, lalu menikmati wedangan jamu sebagai simbol penyegaran diakhir Pamungkasaning Sura.

Mangkunegaran sebagai Rumah Budaya

Mangkunegaran sebagai rumah budaya Nusantara membuka pintu selebar-lebarnya bagi semua insan dari berbagai ragam budaya yang ada di Indonesia. Melalui visi “Culture Future”dari K.G.P.A.A. Mangkoenagoro X, sebuah pengembangan nilai-nilai budaya berdasarkan catatan sejarah yang disesuaikan dengan kehidupan hari ini melalui pendekatan revitalisasi,pengelolaan, dan perawatan warisan budaya. Kegiatan kesenian yang diadakan di Sarinah, Thamrin, Jakarta menjadi gerbang pembuka untuk melestarikan dan menyebarluaskan kebudayaan di Nusantara.

Example 300250
Example 120x600

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *