Membangun Ketahanan di Dunia yang Berisiko Tinggi: Bisakah Asia Tenggara Memimpin dalam AI, Industri, dan Keselamatan?
Jakarta, 17 Juli 2025
Kementerian Perindustrian Republik Indonesia, bekerja sama dengan United Nations Industrial Development Organization (UNIDO), Cambridge Industrial Innovation Policy (CIIP) di Universitas Cambridge, dan Lloyd’s Register Foundation, kemarin (16 Juli) menyelenggarakan lokakarya internasional untuk mengeksplorasi bagaimana Asia Tenggara dapat mengembangkan kebijakan yang siap menghadapi masa depan untuk mengelola berbagai risiko yang meningkat, mulai dari disrupsi AI hingga keselamatan industri dan kepercayaan digital.
Acara ini menyoroti kebutuhan mendesak akan kebijakan adaptif yang merespons lanskap yang berubah dengan cepat. Asia Tenggara berada di persimpangan jalan: kecerdasan buatan (AI), perubahan industri, dan perdagangan digital menawarkan peluang baru tetapi juga membawa risiko baru bagi pekerja, industri, dan keamanan nasional.
Dalam sambutannya, Syahroni Ahmad, Sekretaris Ditjen Ketahanan Perwilayahan Dan Akses Industri Internasional (KPAII), mewakili Bapak Tri Supondy, Direktur Jenderal Ketahanan Perwilayahan Dan Akses Industri Internasional, Kementerian Perindustrian RI, menegaskan bahwa industri Indonesia tengah menyesuaikan strategi bisnisnya dalam menanggapi tantangan global dan domestik yang kompleks, termasuk pergeseran pola permintaan, kenaikan biaya produksi, dan pasar yang lebih selektif. “Banyak pelaku industri kini berfokus pada optimalisasi potensi pasar domestik yang menyumbang sekitar 80% PDB manufaktur. Oleh karena itu, melindungi pasar nasional dan memperkuat daya beli masyarakat sangat penting untuk menjaga daya saing industri nasional.”
Ia lebih lanjut menggarisbawahi komitmen Indonesia untuk mempertahankan dan bahkan meningkatkan kinerja industrinya melalui kolaborasi internasional. “Kemitraan erat kami dengan UNIDO merupakan salah satu strategi utama kami untuk terus meningkatkan pencapaian sektor industri,” ujarnya.
Dalam acara tersebut, empat ringkasan kebijakan diluncurkan berdasarkan data dari Lloyd’s Register Foundation World Risk Poll. Ringkasan tersebut memberikan panduan praktis untuk membahas keselamatan kerja, strategi industri, tata kelola AI, dan kebijakan perdagangan digital.
*Kesenjangan Keselamatan dan Inovasi di Asia Tenggara*
Di Asia Tenggara, hanya 48% pekerja yang mengalami kecelakaan serius yang melaporkannya—dibandingkan dengan 80%+ di Australia, Selandia Baru, dan Amerika Utara. Di Indonesia, tingkat pelaporan dan pelatihan keselamatan termasuk yang terendah di kawasan ini, dengan hanya 21% pekerja yang telah menerima pelatihan keselamatan dan kesehatan kerja (K3) dalam dua tahun terakhir. Kesenjangan gender masih ada: di seluruh kawasan ini, hanya 25% perempuan yang menerima pelatihan K3 dibandingkan 34% laki-laki.
Ringkasan kebijakan tentang strategi industri menekankan peran manufaktur dalam ketahanan—mendukung respons darurat, menstabilkan perekonomian, dan menyediakan lapangan kerja berkualitas. Pekerja di sektor manufaktur merasa jauh lebih aman, dengan lebih dari 40% mengatakan kondisi telah membaik dalam lima tahun terakhir. Litbang Indonesia menyumbang 0,28% dari PDB, berada di belakang Thailand (1,14%), Vietnam (0,53%), dan jauh di bawah Tiongkok (2,4%). Tiga puluh tiga persen responden di kawasan ini meyakini AI akan sangat membantu masyarakat, di bawah rata-rata global sebesar 39%. Di Singapura dan Vietnam, optimisme lebih tinggi, sementara Indonesia dan Malaysia menunjukkan lebih banyak skeptisisme. Pria Indonesia jauh lebih optimis daripada wanita tentang dampak AI, menunjukkan tantangan kesetaraan digital yang terus berlanjut.
“Sektor industri yang kuat dan inklusif membangun masyarakat yang tangguh. Kemitraan ini menunjukkan bagaimana kolaborasi berbasis data membantu pemerintah membuat keputusan yang tepat di dunia yang berubah dengan cepat,” ujar Dr. Marco Kamiya, UNIDO Country Representative untuk Sub-Regional Office Indonesia, The Philippines, and Timor Leste. “UNIDO bangga mendukung kepemimpinan Indonesia dalam mempromosikan strategi industri yang memajukan keselamatan, keberlanjutan, dan pertumbuhan inklusif.”
Menurut World Risk Poll, 92% warga Indonesia khawatir data pribadi mereka mungkin disalahgunakan, angka tertinggi di Asia Tenggara. Kekhawatiran mendalam seputar privasi data ini tercermin dalam tuntutan akan undang-undang perlindungan data yang lebih kuat dan regulasi yang lebih ketat terhadap AI dan pengambilan keputusan otomatis. “Kecerdasan buatan dan perdagangan digital menjanjikan peluang signifikan bagi Asia Tenggara, tetapi juga menciptakan bentuk risiko dan ketidakpastian baru,” ujar Dr. Jennifer Castañeda-Navarrete, Analis Kebijakan Utama di IfM Engage, Universitas Cambridge.
“Proyek ini menggarisbawahi pentingnya menanamkan kepercayaan publik pada inti tata kelola AI dan kebijakan perdagangan digital. Kerangka kerja kebijakan yang berbasis bukti, inklusif, dan adaptif merupakan kunci untuk menavigasi transisi ini dengan sukses.”
*Rekomendasi Kebijakan: Peta Jalan Regional*
Empat ringkasan kebijakan yang dirilis hari ini memberikan rekomendasi terperinci untuk membantu Asia Tenggara merespons risiko-risiko yang saling terkait ini:
– Mendorong tata kelola AI yang inklusif dan menyelaraskan undang-undang nasional dengan kerangka kerja etika AI regional.
– Menyelaraskan undang-undang perlindungan data dan mendukung perjanjian perdagangan digital yang berdaulat.
– Meningkatkan investasi dalam Litbang, dengan fokus pada inovasi dan ketahanan hijau.
– Memperluas pelatihan keselamatan kerja, terutama bagi perempuan dan pekerja di sektor informal.
– Memperkuat lokalisasi dan diversifikasi industri untuk mengurangi ketergantungan dan meningkatkan kemandirian
Ringkasan eksekutif dari keempat ringkasan kebijakan, termasuk temuan-temuan utama, wawasan penulis, dan rekomendasi lengkap, tersedia di www.ciip.group.cam.ac.uk. Salinan pratinjau dan kesempatan wawancara dengan para ahli tersedia berdasarkan permintaan.