BANG PENJOL DIPERAS PINJOL ILEGAL
Oleh: Weinata Sairin
Sahabat saya di era pandemi ini
sukses menjadi pengusaha kuliner.
Ia mempopulerkan makanan khas daerahnya. Ada sayur bekasem,
sayur ikan gabus, pucung, pecap lele, dan semur daging.
Kulinernya sudah merambah ke berbagai provinsi. Ia piawai dalam menetapkan srategi marketing. Ia juga sudah punya gerai di negeri jiran.
Omzet yang makin besar
dengan margin yang sangat memadai
membutuhkan modal berlipat,
maka ia mengajukan kredit ke bank
namun gagal. Ia takmampu memenuhi prosedur yang rumit berbelit.
Bang penjol kebingungan dan nyaris putus asa.
Dalam galau dan bingung, bang penjol akhirnya melirik pinjaman on line
tanpa cek dan ricek tentang pinjol itu. Ia segera menyetujui pinjaman seratus juta di sebuah pinjol.
Sebulan kemudian bang Penjol baru tahu bahwa pinjol itu tidak terdaftar di OJK. Bunga pinjaman melebihi 30 persen.
Bang penjol lemas. Ia merasa di amuk vertigo. Sementara kompetitor kulinernya makin banyak
pelanggan dan mitra kerjanya makin berkurang.
Dana yang masuk dari bisnisnya terkuras semua untuk membayar pinjol.
Bisnis bang penjol bangkrut.
Pinjamannya masih tersisa separuh lagi. Bang Penjol diperas pinjol ilegal.
Setiap hari debt collector menggedor-gedor pintu rumahnya.
Bisnis bang penjol gagal total. Ia tak cermat hingga terpukul oleh pinjol ilegal..
Jakarta, 16 Oktober 2021
Weinata Sairin