Catatan Politik Yerry Tawalujan

0
735

 

Oleh: Yerry Tawalujan

Setelah setahun lebih berkutat langsung di arena politik bersama partai Perindo, saya menyaksikan kekalahan idealisme dan pengabdian. Kalah dengan realita politik di lapangan.

Idealisme itu terpukul telak dengan pragmatisme. Nilai-nilai kejujuran, integritas dan perjuangan murni untuk berjuang di parlemen dan membangun bangsa dan daerah melalui bidang politik sirna oleh kepentingan sesaat berupa amplop serangan fajar.

Money politik merajalela dan dengan brutal dipertontonkan. Caleg yang berdarah-darah turun di lapangan mendampingi konstituen dibasis massanya, dalam sekejap bisa kehilangan suara karena sang caleg tidak sediakan amplop serangan fajar.

Caleg yang hanya berbekal moral terjungkal kalau tidak bermodal.

Pada saat yang sama, Panwaslu dan Bawaslu yang seharusnya tegas menindak, kelihatan raib ditelan bumi pada masa tenang dan hari H pencoblosan. Kemana mereka? Apakah ikut ditenggelamkan “keping perak” dan membiarkan para penjahat politik bersekongkol dengan rakyat pemburu rente? Walahualam….

Situasi ini adalah lingkaran setan kolusi-korupsi. Politisi kolusi dengan rakyat pemburu rente untuk mengkorup uang negara. Berapa modal yang harus dibayar Caleg beli suara rakyat agar duduk di parlemen? Bukankah setelah berhasil duduk, modal yang telah dikeluarkan itu harus balik dengan bunga plus keuntungannya? Cukup dengan gaji anggota Parlemen? Tentu tidak.

Money politik ujung pangkal korupsi. Masyarakat yang mengharapkan Caleg lakukan serangan fajar sama saja melanggengkan money politik dan menumbuh-suburkan korupsi. Jadilah korupsi berjamaah.

Ah….perjuangan kita masih sangat panjang.

Baca juga  SP3 Membuat Indonesia Berduka

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here