Laporan Publik Kerja Komnas Perempuan Tahun 2018: “Potret Perlindungan dan Pemenuhan HAM Perempuan di Indonesia Pasca 20 Tahun Reformasi”

0
658

Jakarta, Gramediapost.com

 

Tahun 2018 kita memperingati 20 tahun reformasi, sekaligus 20 tahun usia
berdirinya Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan). Reformasi memandatkan ruang pemenuhan hak-hak masyarakat dalam berekspresi, bersuara, berorganisasi yang puluhan tahun tidak didapatkan pada masa Orde Baru. Namun demikian, akumulasi persoalan dari dua dekade terlihat di tahun 2018. Kekerasan terhadap perempuan meningkat seiring dengan munculnya polarisasi politik, politisasi
identitas, suburnya fundamentalisme dan radikalisme yang merapuhkan hak
asasi manusia, yang diekspresikan secara terbuka dalam bentuk intoleransi, persekusi, penyesatan dan penodaan agama yang seluruhnya berdampak pada kekerasan terhadap perempuan.

Selain itu, kasus-kasus pelanggaran HAM masa lalu yang tidak tertuntaskan menjadi pemicu pelaziman kekerasan yang membuahkan “extrimisme berkekerasan” atau biasa disebut terorisme, baik yang
dilatar belakangi oleh atau atas nama keyakinan maupun politisasi
identitas. Pada titik tertentu, Komnas Perempuan melihat bahwa situasi
sekarang adalah akumulasi dari pembiaran negara, yang direkam oleh Komnas Perempuan sejak 20 tahun lalu. Dampak tersebut terlihat diantaranya dengan meningkatnya kebijakan diskriminatif. Bila tahun 2010 Komnas Perempuan mendokumentasi 159 kebijakan diskriminatif, tahun 2018 meningkat menjadi 421 yang tersebar di 34 Provinsi dan menyasar langsung maupun tidak langsung kepada perempuan.

Catatan tahun 2018 juga menggambarkan bagaimana pengaduan yang diterima
baik Komnas Perempuan maupun lembaga pendamping korban mengalami
peningkatan sejumlah 348.446 kasus, dari 259.150 pada tahun sebelumnya.
Diantara jenis kekerasan tersebut ada beberapa bentuk kekerasan yang
belum dilindungi oleh negara dan sulit bagi korban untuk mengakses keadilan, antara lain: kekerasan di dunia maya, berbagai jenis kekerasan seksual, termasuk kompleksitas isu KDRT dan kriminalisasi korban, bahkan isu femisida yang belum dikenali.

PENYIKAPAN DAN STRATEGI KERJA:

Di tengah berbagai tantangan 20 tahun
reformasi, Komnas Perempuan melakukan beberapa strategi selama tahun
2018: Melakukan pemantauan dan pendokumentasian kasus Kekerasan terhadap Perempuan (KtP) untuk mendapatkan pola baru dan kerentanan berlapis di ranah personal, komunitas maupun negara, baik menelaah kasus-kasus yang dilaporkan, maupun kasus yang dipantau ke lapangan, antara lain
kekerasan terhadap perempuan disabilitas psikososial ditempat pencerabutan kebebasan, konflik SDA dan tata ruang di Kendal, Seko, Gunung Talang Sumbar, Banyuwangi, dll. Komnas Perempuan mengolah temuan untuk membangun sistem pencegahan dan perlindungan antara lain melalui rekomendasi kepada yudikatif, eksekutif dan legislatif. Tindak lanjut pengaduan, diolah untuk memenuhi hak keadilan korban dengan memberikan
surat rekomendasi dan/ atau surat pertimbangan pada proses penanganan
kasus KtP, dari 1.199 pengaduan kasus KtP yang masuk sepanjang tahun
2017, Komnas Perempuan telah menindaklanjuti dengan rujukan sebanyak 533 kasus, menyampaikan 43 surat rekomendasi kepada berbagai pihak, 13 surat pemantauan. Selain itu juga menjadi saksi ahli di pengadilan pada kasus
yang pelik maupun dasar perlindungannya lemah/ tidak ada dasar hukumnya.
Maupun menjadi pihak terkait dalam proses judicial review UU No. 1 tahun
1965 tentang PNPS dan satu eksaminasi putusan kasus kriminalisasi perempuan dengan pasal penistaan agama.

Komnas Perempuan telah memberikan saran dan pertimbangan kepada
Pemerintah Provinsi Papua dan kepada Pemerintah Kabupaten Jayapura untuk
menindaklanjuti pengembangan sistem pemulihan bagi korban sesuai mandat
Perdasus No. 1 tahun 2011 melalui pengembangan Konsep Wilayah Bebas
Kekerasan. Mengembangkan upaya perintisan SPPT-PKKTP (Sistem Peradilan
Pidana Terpadu untuk Penanganan Kasus Kekerasan Terhadap Perempuan)
melalui ujicoba di sejumlah wilayah.

Selain itu Komnas Perempuan juga mendorong upaya pencegahan sistemik
melalui kerja-kerja strategis pengembangan kurikulum pendidikan
berperspektif HAM dan keadilan gender di Kementerian Agama, kerja sama
penguatan perspektif HAM dan hak konstitusional perempuan di Lemhanas,
dan kerja sama dalam rangka pencegahan dan penghapusan kekerasan terhadap perempuan di Indonesia bersama Telkomtelstra dan IPScape, juga
kerjasama kampanye nasional 16 hari anti kekerasan terhadap perempuan
bersama Komisi Penyiaran Indonesia. Selain itu mengembangkan rencana
aksi pencegahan dan penghapusan P2GP kepada Kementerian Agama,
Kementerian Pendidikan dan kebudayaan serta Kementerian Kesehatan.

Baca juga  KPP Pasar Online, Aplikasi Pendukung Pasar Tradisional Yang Anti Campur Tangan Asing

Selanjutnya Komnas Perempuan mengambil peran strategis untuk
mempengaruhi kebijakan di tingkat regional dan internasional untuk
pemenuhan HAM perempuan khususnya melalui mekanisme HAM di regional dan
Internasional. Selain partisipasi dalam forum-forum strategis internasional seperti CSW ke-62, Komnas Perempuan juga memfasilitasi pertemuan lingkar ahli dan gerakan perempuan/ pembela HAM perempuan bersama Komisi Tinggi HAM PBB, Deputi Komisi Tinggi HAM PBB serta
Pelapor Khusus Hak Atas Pangan.

Sebagai National Human Right Institution (NHRI), Komnas Perempuan banyak
bekerja bersama jaringan masyarakat sipil untuk melakukan advokasi, sosialisasi dan kampanye pemenuhan HAM perempuan. Komnas Perempuan mendorong pelibatan dan gerakan publik untuk menjadi bagian dari penyelesaian situasi tersebut. Salah satunya adalah advokasi RUU
Penghapusan Kekerasan seksual, advokasi hukuman mati, merespon secara
online dan offline isu-isu krusial HAM perempuan, termasuk bekerjasama
dengan lembaga agama untuk merespon kekerasan atas nama agama.

KEMAJUAN: Di tengah berbagai pergulatan tantangan pasca 20 tahun reformasi, Komnas Perempuan juga mencatat adanya kemajuan yang berhasil diraih antara lain: (a) Kebijakan kondusif khususnya kebijakan tentang layanan terhadap perempuan korban.

Di tahun 2018 ada enam Pemda yang telah mengeluarkan Perda untuk perlindungan perempuan dan anak antara lain di Kabupaten Cirebon, Pandeglang, Sikka, provinsi Sumatera Selatan dan DKI Jakarta yang mengeluarkan kebijakan tentang rumah aman bagi perempuan dan anak korban kekerasan, dan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan tentang Jaminan Sosial
Pekerja Migran Indonesia. Komnas Perempuan juga mengapresiasi langkah
pemerintah dalam menindaklanjuti rekomendasi Komnas Perempuan untuk
membatalkan revisi UU PKDRT dan membuat langkah penguatan pelaksanaannya melalui peraturan pelaksana berdasarkan kajian bersama serta diterimanya usulan Komnas Perempuan dan organisasi pendamping untuk mendekatkan akses dukungan bantuan sosial bagi Lanjut Usia (Lansia) perempuan korban kekerasan dan pelanggaran HAM, melalui skema program bantuan sosial bagi Lansia miskin dan terlantar.

REKOMENDASI: Momentum 20 tahun reformasi ini, Komnas Perempuan ingin
mengingatkan terus kepada negara untuk:

1. Meningkatkan respon yang komprehensif terkait situasi dan konteks
kekerasan terhadap perempuan dengan berbasis data dan fakta dalam setiap
ranah baik pribadi maupun publik melalui: (a) Penyediaan regulasi yang
melindungi dan menjawab kebutuhan pemenuhan hak korban, mengesahan RUU
Penghapusan Kekerasan Seksual, mengintegrasikan prinsip hak korban dalam pembahasan RUU Hukum Pidana, menerbitkan aturan pelaksana yang
mengedepankan prinsip hak korban untuk optimalisasi pelaksanaan UU PKDRT
dan UU PPMI; (b) Mengintegrasikan perspektif hak korban dalam sistem
peradilan pidana melalui penguatan mekanisme Sistem Peradilan Pidana
Terpadu-Penanganan Kasus Kekerasan Terhadap Perempuan (SPPT-PKKTP); (c)
Mentransformasi kesadaran dan komitmen aparatus negara dan aparat penegak hukum melalui reformasi sistem pendidikan dan pelatihan yang
mengintegrasikan HAM berbasis gender, dan terakhir; (d) Menerapkan kerangka uji cermat tuntas (due dilligence) dalam pelaksanaan pencegahan dan penanganan kekerasan terhadap perempuan; (e) Melakukan langkah-langkah sistematis untuk memperbaiki sistem layanan dengan
menyusun program maupun penganggaran untuk perlindungan maupun pemulihan perempuan korban, termasuk di dalamnya adalah penguatan kelembagaan layanan yang memastikan keterlibatan multi pihak di dalam sistem pelaksanaannya;

Baca juga  AFTECH bersama PERBANAS dan KADIN Indonesia Dorong Percepatan Literasi dan Inklusi Keuangan Digital di Indonesia melalui Komitmen Bersama

2. Meneguhkan kembali HAM termasuk HAM perempuan sebagai spirit dan
penopang dasar berbangsa, yang searas dengan spirit hak konstitusi: (a)
Mengimplementasikan secara maksimal kebijakan yang sensitif gender dan
kebijakan yang non-diskriminatif terhadap perempuan dengan memperkuat
fungsi fasilitasi dan pembinaan hukum nasional dan daerah; (b) Mencabut
dan memperbaiki kebijakan di tingkat nasional maupun daerah yang membatasi, mengontrol dan mendiskriminasi maupun mengkriminalisasi perempuan; (c) Mencegah berulangnya kasus-kasus intoleransi berkekerasan dengan melakukan tindakan tegas terhadap para pelaku main hakim sendiri
dan pelaku tindakan intoleran agar tidak menyuburkan impunitas; dan (d)
Dialog kebangsaan multipihak di semua tingkatan kepemerintahan;

3. Menghentikan pelaziman kekerasan, mengelola konflik dan menuntaskan
pelanggaran HAM masa lalu untuk mencegah keberulangan dengan: (a)
Memenuhi hak kebenaran pemulihan dan keadilan bagi para korban konflik
dan pelanggaran HAM masa lalu; (b) Mengenali dan mencegah radikalisme
berkekerasan termasuk mencegah terorisme yang melibatkan atau berdampak pada perempuan;

4. Merawat HAM dan demokrasi dengan merawat gerakan sosial khususnya
gerakan perempuan sebagai upaya memperkuat pencegahan dan penanganan
kekerasan terhadap perempuan serta menjaga pilar-pilar demokrasi,
termasuk di dalamnya adalah: (a) Dukungan dan perlindungan kepada
perempuan pembela HAM; (b) Menjalankan rekomendasi mekanisme HAM internasional sebagai bagian dari komitmen global pada hak asasi; (c)
Perluasan ruang partisipasi publik dalam upaya pencegahan dan penanganan
kekerasan terhadap perempuan; (d) Dukungan penguatan gerakan perempuan
melalui dukungan kelembagaan organisasi perempuan dan penguatan kapasitas bagi para pegiat HAM perempuan; (e) Pengakuan, perlindungan dan penghargaan perempuan pembela HAM, menghentikan kriminalisasi
perjuangan perempuan pembela HAM, penghargaan atas kinerja dan
perjuangannya dalam merawat dan menjaga demokrasi, termasuk kesehatan
dan kesejahteraannya;

5.Membuat skema pembangunan yang menjamin daya tahan perempuan dan ruang hidupnya: (a) Pembangunan infrastruktur yang tidak menggusur dan memicu konflik sumberdaya alam dan konflik horisontal, khususnya pada
masyarakat adat; (b) Memastikan akses penghidupan yang layak pada
kelompok-kelompok rentan, khususnya perempuan korban kekerasan dan
perempuan marginal;

6.Negara memastikan adanya penguatan dukungan kerja untuk lembaga HAM,
termasuk Komnas Perempuan, baik dari segi status hukum, sumber daya dan
infrastruktur yang memadai, termasuk sistem perlindungan dan keamanan
jiwa selama melakukan kerja-kerja penghapusan kekerasan terhadap
perempuan: (a) Membahas dan menetapkan perubahan Perpres No.65 tahun 2005 sebagai landasan hukum kelembagaan Komnas Perempuan; (b) Memperkuat kemandirian administratif Komnas Perempuan dalam skema lembaga non struktural dengan mengacu pada prinsip HAM dan Prinsip-prinsip Paris;
(c) Peningkatan dukungan staf antara lain jumlah, status kepegawaian dan
kesejahteraannya.

Narasumber Komisioner Komnas Perempuan:

Azriana Manalu, Yuniyanti Chuzaifah, Budi Wahyuni, Adriana Venny,
Masruchah, Mariana Amiruddin, Indriyati Suparno, Imam Nahe’i, Nina
Nurmila, Magdalena Sitorus, Saur Tumiur Situmorang, Irawati Harsono, Sri
Nurherwati, Khariroh Ali, Thaufiek Zulbahary.

Kontak Kordinasi Wawancara:
Chris Poerba, Divisi Partisipasi Masyarakat
(chris@komnasperempuan.go.id)

—————————————————————————————————-

Kata Sambutan Ketua Komnas Perempuan di Laporan Publik Kerja Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan
(Komnas Perempuan) 2018: “Potret Perlindungan dan Pemenuhan HAM
Perempuan di Indonesia Pasca 20 Tahun Reformasi”

Jakarta, 31 Januari 2019

Yang terhormat:
1.Bapak
2.Ibu
3.Ibu/Bapak Perwakilan Kementerian/Lembaga;
4.Rekan-rekan perwakilan organisasi masyarakat sipil dan juga media
5.Ibu/Bapak para undangan

Selamat pagi, salam sejahtera dan salam nusantara!

Atas nama Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas
Perempuan), saya menyampaikan ucapan terima kasih atas kehadiran
Ibu/Bapak dan hadirin sekalian dalam Forum Konsultasi Publik Penyampaian
Laporan Tahunan Komnas Perempuan.

Baca juga  APPNIA Dukung Pemerintah Capai SDGs dan Ciptakan Generasi Masa Depan Indonesia Berkualitas

Sejak awal pendiriannya Komnas Perempuan telah mentradisikan penyampaian laporan pelaksanaan dan hasil tugasnya kepada publik, selain kepada Presiden sebagaimana yang diatur dalam Peraturan Presiden No. 65 Tahun
2005 Tentang Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan.
Penyampaian laporan ini dilakukan secara berkala setiap tahunnya, dan pada akhir masa tugas setiap periode kepemimpinannya. Tradisi ini
dikembangkan sebagai mekanisme akuntabilitas dan transparansi Komnas
Perempuan kepada publik luas dan khususnya kepada para perempuan
penyintas kekerasan.

Penyampaian Laporan Tahunan ini dilakukan dalam sebuah forum yang
dinamakan Konsultasi Publik, karena melalui Laporan Tahunan ini Komnas
Perempuan bukan hanya ingin menyampaikan perkembangan pelaksanaan dan hasil tugasnya, namun juga untuk mendapatkan masukan dan saran-saran dari para pemangku kepentingan dan mitra Komnas Perempuan terhadap arah dan strategi kerja Komnas Perempuan dan isu-isu krusial yang perlu menjadi perhatiannya dalam 1 tahun ke depan. Tahun 2019 akan menjadi tahun yang sangat penting bagi bangsa Indonesia, karena akan menentukan arah pembangunan bangsa melalui Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden serta Anggota Parlemen di tingkat pusat dan daerah. Gerakan perempuan perlu mempersiapkan agenda strategis yang akan disampaikan kepada
Presiden dan Wakil Presiden terpilih nantinya.

Tahun ini juga menjadi penting bagi Komnas Perempuan, karena akan
melakukan pemilihan Anggota Komisi Paripurna yang baru yang akan
melanjutkan pelaksanaan mandat dan kinerja Komnas Perempuan untuk 5
tahun ke depan. 6 dari 15 Anggota Komisi Paripurna pada periode ini akan
berhenti pada tahun ini, sementara 9 lainnya masih memiliki kesempatan
untuk melanjutkan ke depan. Untuk itulah, pada forum Konsultasi Publik
tahun ini kami menetapkan, Mekanisme Pemilihan Komisioner Komnas
Perempuan dan Isu Strategis untuk Kerja Komnas Perempuan 5 Tahun Ke
Depan, sebagai tema yang perlu dikonsultasikan,

Ibu/Bapak dan hadirin sekalian,

Kita baru saja melewati tahun 2018 yang menjadi penanda 20 tahun perjalanan Reformasi di Indonesia dan sekaligus 20 tahun keberadaan Komnas Perempuan. Berbagai agenda untuk merefleksikan 20 Tahun Reformasi telah dilakukan berbagai pihak, termasuk Komnas Perempuan. Ada sejumlah pembelajaran yang ditemukan dari refleksi tersebut, yang akan menjadi
titik pijak Komnas Perempuan dalam melanjutkan peran dan fungsinya
sebagai mekanisme nasional HAM dengan mandat khusus penghapusan
kekerasan terhadap perempuan. Kami juga telah melakukan sejumlah hal
penting lainnya pada tahun 2018, untuk mengembangkan kondisi yang
kondusif bagi penghapusan segala bentuk kekerasan terhadap perempuan dan
penegakan hak-hak asasi manusia perempuan di Indonesia. Seluruh kerja
penting itu kami coba tuangkan dalam laporan tertulis yang saat ini telah ada di tangan Ibu/Bapak sekalian. Ada hal yang telah dicapai pada tahun 2018 lalu, tapi ada juga hal-hal yang masih harus kami capai di tahun ini. Kami berkomitmen untuk menyelesaikan hal-hal yang menjadi
tanggungjawab Komnas Perempuan pada tahun ini, beberapa diantaranya
terkait dengan: peningkatan kesadaran publik tentang kekerasan seksual
dan perlindungan hukum bagi perempuan korban kekerasan seksual,
pengembangan sistem peradilan pidana terpadu dalam penanganan kasus
kekerasan terhadap perempuan, dan penghapusan kebijakan diskriminatif.
Meningkatnya dukungan negara dan juga semakin meluasnya dukungan
masyarakat sipil kepada Komnas Perempuan, telah menjadi kekuatan bagi
kami untuk terus melanjutkan agenda-agenda penting yang telah ditetapkan
untuk penghapusan kekerasan terhadap perempuan di Indonesia.

Terima kasih untuk semua dukungan yang telah diberikan kepada Komnas
Perempuan, dan terima kasih juga atas kehadiran dan partisipasinya dalam
Konsultasi Publik ini.

Jakarta, 31 Januari 2018

Ketua Komnas Perempuan

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here