Mencari Rohaniwan Tingkat Dewa: Memandang Arah Gereja  dan Teologia  di Indonesia

0
798

Oleh: Paul Titihalawa

Suatu ketika seorang Bapak bertanya kepada saya, “Pak, Anak Saya akan dibentuk menjadi hamba Tuhan profesional,  apa ada saran dan rekomendasi tentang Sekolah Teologi yang terbaik di negeri Ini?”.

Jawaban saya:

Tergantung pada panggilan Allah dan  kerinduan yang ada di hatinya.

Apakah dia akan menjadi gembala, misionaris, teolog, atau pelayanan profesional dan sebagainya, Sebagai contoh:

  1. Jika rindu atau terpanggil menjadi gembala, pergilah ke lingkungan pendidikan teologia Bethel atau lembaga pendidikan teologi sealiran, seperti STT Amanat Agung, STT Reformed, STT Bandung, SAAT Malang. Mengapa? Fakta pelayanan menegaskan bahwa hamba-hamba Tuhan dari lingkungan pendidikan teologi yang membumi dengan pola dan corak implementasi  penjabaran  teologi yang pragmatis merupakan ujung tombak penggembalaan dan terbukti telah menempatkan  gereja sealiran, khususnya GBI, sebagai salah satu gereja yang mencapai percepatan pertumbuhan yang luar biasa.

  2. Jika mau menjadi misionaris, pergilah ke Institut Injil Indonesia (I 3) atau lembaga pendidikan teologi yang sealiran, seperti SAAT Malang. Mengapa? Sesuai dengan filosofi dari induknya YPPII, bersama hamba-hamba Allah dari Lingkungan Pendidikan I3, YPPII telah membuktikan diri sebagai salah satu lembaga pelayanan yang eksisi dan kuat dalam program “Global Mission”.

  3. Jika terpanggil menjadi teolog profesional, pergilah ke STT Jakarta/ STT Reformed, STT Bandung atau lembaga pendidikan teologi yang sealiran, seperti Fakultas teologi Universitas Nommensen, Fakultas teologia UKDW, UKSW, UKIM. Mengapa? kita harus jujur mengakui bahwa STT Jakarta dan fakultas teologi Nommensen, UKDW, UKSW, UKIM, merupakan lembaga pendidikan teologi di Indonesia yang banyak melahirkan teolog-teolog Indonesia yang fokus pada kajian akademik teologi yang ketat sebagai suatu teori dan ilmu.

Kita patut bersyukur bahwa banyak anak Tuhan terhisap ke dalam Gereja, dan juga banyak Gereja telah berhasil menarik anak-anak Tuhan untuk mau terlibat dalam pelayanan Gereja dan rela memberi diri diperlengkapi dengan pendidikan teologia yang Layak melalui berbagai sekolah teologia yang ada.

Baca juga  Surat Terbuka kepada Rocky Gerung, Rachlan Nashidiq, Bambang Widjojanto, Edriana Noerdin: Dari Emmy Hafild

Suatu ketika, saya berkesempatan bersama seorang tokoh lokal dari suatu daerah mengunjungi keponakannya yang kuliah di sebuah STT di Jakarta. Beliau sangat terkejut karena  jumlah terbanyak mahasiswa di sekolah itu berasal dari daerahnya dan  nyaris tanpa rekomendasi (ataupun tak terdekteksi) oleh Gereja asal, dan berpotensi bergabung dengan Gereja lain.

Inilah salah satu contoh realitas kebangkitan dan problematik Gereja dan lembaga pendidikan teologi.

Gereja dan lembaga pendidikan teologi harus bergerak bersama dalam memberdayakan umat. Gereja menuntun umat Untuk berjumpa dan membangun komunikasi yang benar dengan Allah, sedangkan teologi hanya memberikan alur konseptual yang sistematis tentang bergereja. Gereja adalah sumber pengembangan teologi. Tidak boleh dibalik, karena teologi bukan sumber pengembangan Gereja.

Statistik menunjukkan bahwa umat Kristen Protestan Indonesia mencapai 24 Juta Jiwa, Memiliki lebih dari 300 sinode Gereja dan lebih dari 300 sekolah teologia. Ini Bukan fakta fantastis.

Ada dua fakta sungsang yang sering kita jumpai dalam Pelayanan, yakni:

  1. Ada hamba Allah yang berkhotbah tidak sistematis, dangkal kajian teologi, tapi Gereja yang digembalakan bertumbuh luar biasa.

  2. Ada Gembala yang Berkhotbah sistematis, kajian teologianya sangat dalam tapi dia dan Gereja tidak bertumbuh.

Saya lebih tertarik mengatakan bahwa tidak otomatis seorang Sarjana/Master/Doktor/Profesor teologia adalah pendetat dan tidak otomatis  pendeta adalah Gembala.

Sebaiknya seorang Gembala adalah pendeta dan sebaiknya juga seorang Sarjana/Master/Doktor/Profesor Theologia.

Seorang Pendeta/Gembala tidak boleh memposisikan diri seolah-ilah sebagai satu-satunya orang yang mampu mengerjakan segala bentuk pelayanan.

Saya tidak bisa melakukan pelayanan kesembuhan seperti Pdt. Reinhard Bonke, atau berkhotbah semantap Pdt.Dr. Nus Reimas, Pdt. Dr. Stephen Tong,  Pdt.Dr Jacob Nahuway atau Pdt. Gilbert Lumoindong.

Baca juga  Bersama-sama Jaga Indonesia

Semua orang boleh bergelar Insinyur. Tapi Insinyur apa? Seorang insinyur pertanian disuruh merancang sayap pesawat, Itu mustahil, Juga sebaliknya, semua hamba Allah boleh bergelar apapun juga, Tapi diperlengkapi dengan “Spesifikasi Karunia”, yang berbeda bagaikan Insinyur.

Cara kerja Allah tidak bisa dibatasi oleh pikiran kerdil manusia. Jangan sampai akal kita mengatasnamakan teologia, namun tanpa disadari menghancurkan pekerjaan Allah.

Pekerjaan Tuhan harus terus berjalan. Ruang gerak Gereja dan lembaga teologia tidak boleh dibatasi,  Tapi sebaliknya perlu mendapat perhatian serius dan harus fidampingi untuk masuk dalam program peningkatan kapasitas dinamika pertumbuhan Gereja yang futuristik.

Angka varian Gereja dan lembaga pendidikan teologia tidak bisa dianggap sebagai masalah, justeru sebaliknya harus dipandang sebagai alat anugerah Allah untuk melangsungkan mandat penginjilan.

Perlu untuk dicermati bahwa mustahil bisa menyatukan Gereja-gereja yang berbeda visi, misi dan teologi. Tetapi perbedaan itulah modal pelayanan yang hakiki bagi Gereja.

Hari Ini umat Kristen membutuhkan hamba-hamba Allah, figur rohaniwan Kristen nasional yang memiliki “Kualitas Rohani Tingkat Dewa”, berorientasi pada  persatuan dan kesatuan yang konstruktif, serta mampu  memproyeksikan isi pikiran dan isi hati Allah secara “Bijak”, yakni sedapat mungkin memahami, mengerti, mengakui, mengakomodir, mendalami, menyikapi, memberdayakan, memposisikan aneka “Spesifikasi Keunikan/Karunia” yang ada pada setiap lembaga Gereja dan lembaga pendidikan teologia, sehingga menjadi satu kekuatan pelayanan yang maha dahsyat bagi penuaian jiwa beribu laksa.

Shalom!!!!!!!!!