Rokok sebagai Bentuk Kemubaziran dalan Islam

0
667

 

 

 

Jakarta, Gramediapost.com

 

 

Sudah bukan rahasia bahwa perilaku merokok sebenarnya adalah sebuah kesia-siaan. Namun berhenti dari kecanduan nikotin adalah hal yang sangat sulit, ditambah dengan murahnya harga rokok di Indonesia yang mendorong orang dengan mudah membeli rokok. Dalam Diskusi Publik “Rokok dan Puasa, dan Murahnya Harga Rokok” kali ini dibahas bagaimana rokok dipandang dari sudut pandang klinis, keuangan, dan konteks keislaman.*_

 

Momen puasa dianggap menjadi waktu yang tepat bagi kaum muslim yang merokok untuk berhenti merokok. Sebuah studi tentang upaya berhenti merokok di Malaysia menemukan bahwa upaya berhenti merokok selama Ramadhan memiliki dampak positif terhadap upaya melepaskan diri dari adiksi rokok (Ismail, dkk, 2017).

 

Terkait rokok dan puasa, dr. Adhi Wibowo Nurhidayat, SpKJ (K), MP, Psikiater RS Jiwa Soeharto Heerdjan, Direktur Eksekutif Indonesia Neuroscience Institute (INI) menyatakan, “Nikotin pada rokok memiliki adiksi yang sangat kuat sehingga perlu niat yang tinggi untuk berhenti. Momen puasa dapat menjadi momen spiritual setiap pribadi untuk menghentikan ketergantungan terhadap rokok.”

 

Sudah sering kita mendengar bahwa betapa pun sulitnya berhenti, para perokok terbukti mampu berhenti merokok selama puasa dijalankan. Namun sayangnya, puasa tanpa rokok tidak berlanjut sampai setelah puasa. Dengan demikian, niat saja tidak dapat menjamin akan membantu perokok berhenti merokok, meskipun niat adalah kunci awal proses tersebut. Kondisi ini menunjukkan bahwa meskipun mayoritas penduduk di Indonesia melakukan ibadah puasa, tetapi upaya berhenti merokok membutuhkan intervensi kebijakan sehingga perilaku masyarakat ini memperoleh dukungan.

 

Dr. Anwar Abbas, Pengurus Pusat Muhammadiyah juga menegaskan, “Merokok bertentangan dengan dalil-dalil dalam Islam, di antaranya mengharamkan segala yang buruk, larangan menjatuhkan diri pada kebinasaan dan perbuatan bunuh diri, larangan berbuat mubazir, dan larangan menimbulkan mudarat atau bahaya pada diri sendiri dan orang lain. Itulah kenapa PP Muhammadiyah mengeluarkan fatwa haram pada rokok agar umat Islam menjauhkan diri dari rokok.”

Baca juga  KSPI SIAP MENDUKUNG KAMPANYE PRABOWO-SANDI

 

Konsumsi rokok yang tinggi ini sudah tidak bisa diremehkan lagi. Konsumsi rokok yang sangat tinggi menjadi beban ekonomi, baik secara perseorangan maupun secara kumulatif kerugian ekonomi makro negara. Kerugian ekonomi secara perorangan pada perokok sendiri biasanya tidak terlalu disadari, padahal biaya untuk beli rokok jika ditotal setiap tahun pada seorang perokok aktif bisa sangat besar, yaitu sekitar Rp6.339.320 per tahun untuk harga rokok rata-rata di Indonesia 17.368 (Centers for Disease Control and Prevention). Sementara itu, secara total, kerugian makro ekonomi akibat konsumsi rokok di Indonesia pada 2015 mencapai hampir Rp 600 triliun atau empat kali lipat lebih dari jumlah cukai rokok pada tahun yang sama. Kerugian ini meningkat 63 persen dibanding kerugian dua tahun sebelumnya.

 

Dr. Abdillah Ahsan, SE, M.Si, Wakil Kepala Pusat Ekonomi dan Bisnis Syariah Universitas Indonesia menyebutkan, harga rokok masih murah, survei harga oleh Direktorat Jenderal Bea Cukai Kementerian Keuangan menunjukkan harga rokok per bungkus Rp15.000 per bungkus untuk kretek mesin, masih terjangkau dengan uang saku anak-anak karena rokok di Indonesia lumrah dibeli per batang. Menurutnya, saat puasa adalah waktu yang tepat berhenti merokok dan uangnya ditabung untuk kebutuhan masa depan. Merokok juga tidak Islami karena makruh, mubazir, dan menyebabkan sakit katastropik.

 

“Kerugian ekonomi untuk perseorangan akibat konsumsi rokok dapat menghilangkan kesempatan untuk konsumsi yang sifatnya lebih produktif misalnya konsumsi untuk pendidikan, kesehatan, dan kebutuhan pokok,” tambah Abdillah. Data dari BPS (2018) mendukung pernyataan ini dengan ditemukannya rokok sebagai komoditas kedua yang berkontribusi terhadap kemiskinan baik di perkotaan maupun pedesaan.

 

Dalam diskusi pubik rangkaian kampanye mendorong #RokokHarusMahal di Restoran Tjikini Lima, Jakarta, hari ini, semua pembicara sepakat bahwa harga rokok harus mahal. Kenaikan cukai rokok dan harga jual eceran (HJE) setinggi-tingginya menjadi hal yang harus dilakukan oleh pemerintah sesegera mungkin sehingga harga rokok semahal mungkin dan tidak terjangkau masyarakat, terutama oleh anak-anak dan keluarga miskin sebagai kelompok rentan dalam masalah tingginya konsumsi rokok di Indonesia. Dengan demikian, pemerintah juga akan memperoleh manfaat ekonomi dengan mendapat perolehan cukai yang lebih tinggi sebagai “modal” usaha promotif dan preventif masalah epidemi produk tembakau dan terhindar dari kerugian beban ekonomi akibat konsumsinya.

Baca juga  Jangan Terlewat! Taiwan Expo 2018 akan Hadirkan Produk Multi Industri

 

Sumber:

1. Ismail, suriani, et.al. (2017). The effect of faith-based smoking cessation intervention during Ramadan among Malay smokers. Read More: http://www.qscience.com/doi/abs/10.5339/qmj.2016.16 

2. Badan Pusat Statistik. (2018). Laporan Bulanan Data Sosial Ekonomi. Badan Pusat Statistik: Jakarta

 

 

***

 

Keterangan lebih lanjut, hubungi kantor Komnas Pengendalian Tembakau (021) 3917354 / komnaspt@yahoo.or.id atau Media Relation: Nina Samidi (081290363685 / midiasih@yahoo.com)

 

 

_*Mengenai Komite Nasional Pengendalian Tembakau (Komnas Pengendalian Tembakau):*_

_Komite Nasional Pengendalian Tembakau merupakan organisasi koalisi kemasyarakatan yang bergerak dalam bidang penanggulangan masalah tembakau, didirikan pada 27 Juli 1998 di Jakarta, beranggotakan 21 organisasi dan perorangan, terdiri dari organisasi profesi, LSM, dan yayasan yang peduli akan bahaya tembakau bagi kehidupan, khususnya bagi generasi muda. Koalisi kemasyarakatan ini diawali oleh rasa kepedulian yang mendalam untuk meningkatkan mutu kesehatan bangsa Indonesia maka berbagai organisasi kemasyarakatan sepakat menyatukan langkah dalam upaya melindungi manusia Indonesia dari bahaya yang ditimbulkan rokok._