Hidup yang Memantulkan Keagungan Karya Tuhan

0
669

Oleh: Pdt. Pinehas Djendjengi

Keluaran 13:1-10
(1) Berfirmanlah TUHAN kepada Musa: (2) “Kuduskanlah bagi-Ku semua anak sulung, semua yang lahir terdahulu dari kandungan pada orang Israel, baik pada manusia maupun pada hewan; Akulah yang empunya mereka.” (3) Lalu berkatalah Musa kepada bangsa itu: “Peringatilah hari ini, sebab pada hari ini kamu keluar dari Mesir, dari rumah perbudakan; karena dengan kekuatan tangan-Nya TUHAN telah membawa kamu keluar dari sana. Sebab itu tidak boleh dimakan sesuatu pun yang beragi. (4) Hari ini kamu keluar, dalam bulan Abib. (5) Apabila TUHAN telah membawa engkau ke negeri orang Kanaan, orang Het, orang Amori, orang Hewi dan orang Yebus, negeri yang telah dijanjikan-Nya dengan sumpah kepada nenek moyangmu untuk memberikannya kepadamu, suatu negeri yang berlimpah-limpah susu dan madunya, maka engkau harus melakukan ibadah ini dalam bulan ini juga. (6) Makanlah roti yang tidak beragi tujuh hari lamanya dan pada hari yang ketujuh akan diadakan hari raya bagi TUHAN. (7) Roti yang tidak beragi haruslah dimakan selama tujuh hari itu; sesuatu pun yang beragi tidak boleh dilihat padamu, bahkan ragi tidak boleh dilihat padamu di seluruh daerahmu. (8) Pada hari itu harus kauberitahukan kepada anakmu laki-laki: Ibadah ini adalah karena mengingat apa yang dibuat TUHAN kepadaku pada waktu aku keluar dari Mesir. (9) Hal itu bagimu harus menjadi tanda pada tanganmu dan menjadi peringatan di dahimu, supaya hukum TUHAN ada di bibirmu; sebab dengan tangan yang kuat TUHAN telah membawa engkau keluar dari Mesir. (10) Haruslah kaupegang ketetapan ini pada waktunya yang sudah ditentukan, dari tahun ke tahun.

Baca juga  Kita Harus Berjalan Di dalam Kasih

Berfirmanlah TUHAN kepada Musa: “Kuduskanlah bagi-Ku semua anak sulung, semua yang lahir terdahulu dari kandungan pada orang Israel, baik pada manusia maupun pada hewan; Akulah yang empunya mereka” (ay. 1-2). Musa merespon firman ini dengan penuh tanggung jawab. Dia menjabarkan dalam dua perintah, yakni perintah untuk beribadah dan perintah menaati hukum Tuhan.

Dalam perintah pertama, umat Israel harus melakukan ibadah dan perayaan secara tetap untuk memperingati pembebasan mereka dari Mesir. Pembebasan itu adalah tanda bahwa mereka adalah umat kesayangan Allah, jadi patutlah mereka beribadah kepada-Nya. Untuk membantu mereka menghayati peristiwa “pembebasan” itu, mereka hanya makan roti yang tidak beragi selama tujuh hari. Dalam perintah kedua, umat Israel harus menaati hukum Tuhan. Tanpa ketaatan pada hukum, ibadah yang mereka naikkan akan menjadi timpang. Ungkapan-ungkapan simbolik seperti “tanda di tangan”, “peringatan di dahi” dan “hukum di bibir” menunjuk kepada keinginan serius dan bertanggung jawab melakukan kehendak dan hukum Tuhan. Harus dilakukan selama hidup.

Tuhanlah yang empunya segala hal. Ya. Bahkan Tuhanlah yang memegang kendali atas segala peristiwa dalam sejarah. Dia berkuasa atas hidup kita, atas keluarga, atas pekerjaan. Dalam lingkup yang lebih luas, Dia berkuasa atas kehidupan bumi dan segala isinya, atas bangsa dan masyarakat. Kalau begitu, maka patutlah kita merespon perbuatan Tuhan yang agung itu dengan tepat, yakni dengan sikap kita sebagai makhluk teologis (makhluk yang sadar bahwa dia tak mungkin hidup tanpa camput tangan Allah). Sikap utama makhluk teologis adalah beribadah kepada Tuhan dan memelihara diri serta hidup berdasarkan hukum-hukum-Nya.

Jika kita sadar bahwa Tuhan telah berkarya dalam kehidupan kita, telah memberkati dan melakukan karya-karya ajaib-Nya bagi kita, tidak perlu repot-repot untuk mencari cara “membalas” kebaikan Tuhan itu. Cukuplah dengan setia beribadah dan menaati hukum-hukum-Nya. Dan memang, inilah yang Tuhan kehendaki dari kita. Dengan hidup seperti ini kita bukan saja merespon kebaikan dan keagungan Tuhan secara tepat, melainkan juga kita menempuh jalan hidup yang penuh jaminan kebahagiaan dari Tuhan. Bila kita hidup tanpa ibadah dan kepatuhan pada hukum Tuhan, kita akan kembali masuk ke dalam perbudakan (dosa). Tuhan membenci manusia yang sudah diselamatkan tetapi kembali lagi kepada perbudakan dosa. Manusia akan hidup dalam kemalangan.

Baca juga  Renungan Kemerdekaan

Tuhan meminta diri kita seutuhnya. Dulu umat israel diminta untuk mempersembahkan semua “hasil sulung” dari manusia dan hewan kepada Tuhan. Itulah cara yang Tuhan tetapkan untuk menunjukkan komitmen ibadah dan ketaatan mereka kepada hukum-Nya. Sekarang ini, Tuhan menghendaki kita “mempersembahkan” seluruh hidup kita. Kata Paulus dalam Roma 12:1, “Karena itu, saudara-saudara, demi kemurahan Allah aku menasihatkan kamu, supaya kamu mempersembahkan tubuhmu sebagai persembahan yang hidup, yang kudus dan yang berkenan kepada Allah: itu adalah ibadahmu yang sejati.”

Mengapa kita harus mempersembahkan hidup kita seutuhnya bagi Tuhan? Karena Yesus Kristus, wujud karya Allah yang paling agung bagi manusia, telah mempersembahkan diri-Nya demi keselamatan kita. dengan demikian, apa pun yang kita lakukan dan persembahkan bagi Tuhan, semua itu adalah cerminan dari hati kita yang ingin menyerahkan seluruh hidupnya bagi kemuliaan nama Tuhan. Lihatlah, betapa Tuhan telah berbuat banyak bagi kita. Sungguh agung semua karya-Nya itu, menggetarkan dan mempesonakan. Lalu, mari renungkan… apakah sikap hidup kita memantulkan karya Tuhan yang agung itu?

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here