Sinar terang yang berasal dari sumber terang selalu memberi perspektif baru, memberi pengharapan yang baru. Orang yang berada didalam gua, dan selalu bergaul dengan kegelapan akan sangat bersukacita jika melihat masuknya sinar matahari melalui celah menembus gua itu. Cahaya, sinar terang yang menembus gua selalu memberi arti bahwa masih ada kehidupan yang dibawa oleh cahaya terang itu.
Situasi atau kondisi yang terang itu memimiliki konotasi yang positif. Sebaliknya _gelap_ memiliki konotasi yang negatif. Kata-kata “pasar gelap”, “hubungan gelap”, “pacar gelap”, “mata gelap” kesemuanya mengandung makna yangnegatif yang realitasnya mencerminkan adanya degradasi moral, adanya distorsi etika. Sesuatu yang negatif yang bertentangan dengan moral dan etik, acapkali terjadi mendera kehidupan seseorang siapapun dia. Realitas itu memposisikan seseorang menjadi “anak-anak kegelapan” dan bukan lagi sebagai “anak-anak terang”.
Agama-agama selalu mengingatkan agar sebagai manusia yang beragama kita menampilkan diri sebagai sosok yang berperilaku positif dalam menjalankan kehidupan. Perilaku positif itu bersumber antara lain pada ajaran agama, local wisdom, nilai budaya, hukum positif. Acapkali untuk orang-orang yang hidup ‘lurus’ dan ‘berperilaku positif’ itu di gunakan metafora “anak terang”. Sebaliknya mereka yang hidupnya dipenuhi dengan hasrat negatif yang mewujud dalam berbagai bentuk itu digunakan metafora “anak gelap”.
Kedua sosok itu kita hadapi secara nyata dalam kehidupan kita sehari-hari; bahkan sebenarnya kita sendiri juga berada pada posisiolk seperti itu, walaupun tidak dalam realitas yang konstan. Agar kedirian manusia itu secara ajeg, konstan, kontinyu menampilkan sosok “anak terang” maka ia terus menerus harus mendapat pembekalan dan pencerdasan spiritual di komunitas agamanya masing-masing.
Memang harus diakui bahwa menjadi “orang baik”, “lurus” atau menjadi “anak terang” itu tidaklah mudah. Anak Terang itu harus bekerja keras, transparan, jujur menjadi teladan, dan tidak berdiam diri terhadap penyimpangan atau ketidakbenaran yang terjadi disekitarnya. Sikapnya yang tegas, jelas dan profesional mesti diketahui oleh banyak orang sehingga pada saat ia mengambil tindakan terhadap sebuah penyimpangan, orang tidak memiliki tafsir yang tidak tepat. Profil dan performance sebagai ” anak terang” harus memberi makna bagi lingkungan sekitar, utamanya wilayah-wilayah yang masih terkungkung dengan kegelapan.
Sebenarnya perjuangan eksistensial yang amat berat dari kita sebagai umat manusia adalah bagaimana mengadirkan diri sebagai “anak terang” dan membebaskan diri dari keterbelengguan sebagai “anak gelap”. Itulah perjuangan kita yang amat berat setiap saat ditengah dunia yang menawarkan berbagai kesenangan dan entertaint yang menggoda tanpa kenal lelah.
Terang dan gelap adalah bagian tak terpisahkan dari kehidupan kita sebagai manusia. Sebenarnya ‘terang’ dan ‘gelap’ keduanya memiliki makna dan fungsi sendiri-sendiri. Walaupun ‘gelap’ lebih banyak mengandung konotasi yang negatif tapi untuk kepentingan rontgen dan pegiat fotografi, sinar yang gelap masih diperlukan.
Pepatah kita mengingatkan bahwa sebelum bisa melihat sinar/cahaya kita memang mesti berjuang melewati lorong-lorong gelap. Kita bisa juga mengatakan dalam versi yang sedikit dimodifikasi bahwa jika kita bertekad menjadi “anak terang” maka kita harus membebaskan diri dari status “anak gelap”. Perjalanan dari ‘dunia gelap’ ke ‘dunia terang’ memang amat sulit dan penuh dengan pengurbanan. Pengurbaan dalam berbagai bentuk dalam konteks itu adalah harga yang harus dibayar untuk mencapai ‘dunia terang’.
Kita harus keluar dari lorong dan gua gelap dan nemasuki dunia yang terang walau dengan mengurbankan segala yang kita miliki. Bahkan sebagai umat beragama kita harus menjadi “anak terang” ditengah dunia yang penuh kegelapan. Terang yang memancar dari diri kita harus bercahaya menembusi dunia yang pekat. Itulah panggilan kita sebagai makhluk mulia.
Selamat berjuang. God bless
Weinata Sairin.