Pdt. Weinata Sairin:”Militia est vita hominis super terram. Hidup manusia di dunia ini merupakan sebuah perjuangan”.

0
564

Hidup adalah sebuah anugerah dari Tuhan Yang Maha Esa, yang istimewa, yang tiada pernah terbandingkan. Hidup oleh karena itu bukan hanya ‘urusan’ manusia, ‘bisnis’ manusia. Hidup pada instansi pertama adalah ‘urusan’ Allah, bahkan lebih dari itu hidup manusia adalah ‘hak prerogatif’ Allah. Dengan menganugerahkan ‘hidup’ kepada manusia, maka Allah memiliki rencana tertentu terhadap seorang manusia. Pada awal diciptakan, diawal sejarah, manusia diciptakan oleh Allah untuk memelihara ciptaan Allah, memanajemennya dengan baik agar seluruh ciptaan Allah itu bermakna bagi kemaslahatan umat manusia. Manusia sebab itu dijuluki ‘khalifah Allah’, manusia disebut _imago dei_.

 

Ada beragam pandangan manusia tentang apa arti ‘hidup’. Ada yang memandang hidup ini sebagai sebuah ‘sandiwara’, sebuah ‘drama’. Artinya tidak perlu terlalu serius menghadapi kehidupan ini, mengalir saja, tidak perlu ada semacam “struggle for life” dalam kehidupan ini. Orang dari tipe ini biasanya tidak punya mimpi besar dalam kehidupan, tidak punya cita-cita yang muluk. Biasanya ia ‘easy going’ saja dalam menjalani kehidupan.

 

Ada tipe orang yang memahami hidup itu sebagai sesuatu yang mesti secara sungguh-sungguh dan bertanggungjawab dijalankan karena hidup itu sesuatu privilege yang diterima dari Tuhan. Maka ia memiliki cita-cita, mimpi besar, dan berjuang keras penuh optimisme dalam mengisi kehidupan. Orang dari tipe ini adalah petarung, yang setiap kali jatuh lalu bangkit dengan cepat, tidak cengeng, rasional.

 

Berdasarkan pengalaman, seorang yang optimis adalah orang yang sangat percaya dan mengandalkan Tuhan. Artinya optimisme itu tidak hanya dibangun berdasarkan kemampuan manusiawi, kompetensi, profesionalisme dan lain-lain tetapi juga aspek vertikal-transendental, yaitu penyerahan diri kepada kuasa Tuhan mendapat peran yang amat penting. Ada kisah tentang St. Teresa yang cukup menarik tentang hal itu. St Teresa yang banyak menyelesaikan hal-hal besar dengan uang yang sedikit pernah berkerinduan untuk membangun sebuah panti asuhan yang besar. Namun ia hanya mempunyai uang tiga shilling untuk memulainya. Beberapa orang rekannya menasihati agar ia lebih bijaksana dan menunggu waktu yang tepat ketika dana sudah cukup untuk memulai proyek itu. Apa jawaban yang diberikan St Teresa menanggapi saran rekan-rekannya itu? “Dengan uang tiga shilling Teresa tidak bisa melakukan apapun. Namun bersama Tuhan dan uang tiga shilling, tidak ada yang tidak bisa dilakukan Teresa”.

Baca juga  Pdt. Weinata Sairin: "A room without books like a body without soul" (Cicero)

 

Jawab Teresa terhadap saran rekan-rekannya terkesan agak “lebay” dan bombastis. Tapi acapkali sikap semacam ini banyak kita temui pada seorang yang kualitas spiritualitasnya amat tinggi, seorang yang saleh dan percaya sepenuhnya dan bersandar kepada Tuhan. Seorang yang beriman teguh kepada Tuhan, seorang yang memiliki relasi dengan Tuhan dalam level amat tinggi memiliki keyakinan bahwa Tuhan akan menganugerahkan sesuatu sesuai dengan permohonannya dalam doa. Pengalaman keagamaan seperti ini terjadi pada agama-agama yang ada dan dianut oleh umat manusia.

 

Menarik sekali bahwa pepatah yang dikutip dibagian awal tulisan ini menegaskan bahwa hidup manusia didunia ini merupakan sebuah perjuangan. Hidup barulah hidup sejati jika ia diwarnai oleh perjuangan, oleh semangat petarung yang tak kenal lelah. Sikap pesimis dan cengeng dan mudah menyerah kalah tidak memiliki tempat dalam sebuah dunia yang keras dan penuh kompetitor. Sebagai manusia beragama kita harus yakin bahwa kita mampu memenangkan perjuangan dalam kehidupan ini.

 

Selamat berjuang. God bless.

 

Weinata Sairin.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here