Pdt. Weinata Sairin: “Adeo in teneris consuescere multum est. Bila selagi masih muda membiasakan (dalam hal yang baik) hal itu akan bernilai tinggi.”

0
435

Kebiasaan yang baik, kontinuitas, kebersinambungan, konsistensi adalah sesuatu yang memiliki makna dan manfaat yang amat penting bagi kehidupan umat manusia. Tatkala kita sejak kecil dibiasakan oleh orang tua kita untuk mengucapkan ‘terima kasih’, ‘mohon maaf’, ‘tolonglah..’ maka suasana pergaulan dan interaksi kita dengan banyak orang dari berbagai latar belakang akan terwujud dengan lebih baik. Andaikata orang tua kita mendidik dan membiasakan kita sejak kecil untuk mengucapkan Selamat Pagi, Selamat Sore, Selamat Malam tatkala kita berjumpa dengan orang lain maka hingga kita memasuki usia dewasa akan tetap melakukan hal itu.

 

Kita tentu amat menyadari betapa tekun dan sungguh-sungguh orang tua kita dalam mendidik kita sejak kecil dirumah kita. Kita masih ingat misalnya orangtua berpesan agar kita berdoa sebelum makan, agar tidak terdengar suara waktu kita mengunyah makanan dan jangan berbicara ketika ada makanan didalam mulut. Pembelajaran yang amat praktis, detil disertai dengan peragaan dan keteladanan amat membantu kita saat itu dalam pertumbuhan yang tengah kita alami. Kesemua ‘materi pembelajaran’ yang diberikan orang tua kita itu, kemudian lebih diperkaya lagi dengan pembelajaran yang kita peroleh di lembaga kegamaan, lembaga pendidikan dan kehidupan masyarakat.

 

Sebagai orang yang beragama kita amat menghargai dan bersyukur kepada Tuhan karena Ia menganugerahkan orangtua yang tekun, rajin dan setia sehingga mereka dalam segala keberadaan mereka yang terbatas, tetap menjalankan perannya sebagai orang tua. Sejak kecil kita _dibiasakan_ oleh orang tua kita untuk menjalankan kehidupan dengan baik, dan pendidikan yang diberikan oleh orangtua kita rasakan bahkan hingga kita sudah tua.

 

Pembiasaan (habituation) dikenal dalam dunia pendidikan sebagai proses pembentukan sikap dan perilaku yang relatif menetap dan bersifat otomatis melalui proses pembelajaran berulang-ulang. Pembiasaan memang bisa dilakukan oleh orang tua atau guru, orang tua memerankan diri sebagai figur yang membimbing dalam proses pembiasaan itu sehingga jika sesuatu itu sudah tertanam dalam diri seseorang maka akan menjadi bagian dari sikap dan perilaku seseorang. Pembiasaan berintikan pengulangan; yang dibiasakan itu berlaku berulang-berulang sehingga akhirnya menjadi sebuah kebiasaan.

Baca juga  Tuhanlah Pengharapan Kita

 

Kita berharap bahwa kegiatan pembiasaan itu masih tetap berlangsung dalam keluarga modern sekarang ditengah serbuan internet dan penetrasi kuat dari era digital. Lembaga Civil Society punya peran besar dalam pelaksanaan  proses pembiasaan itu, selain lembaga-lembaga pendidikan. Kebiasaan membaca Kitab Suci dalam keluarga, kebiasaan melaksanakan ibadah bersama atau sholat berjamaah dalam keluarga, kebiasaan untuk bicara dalam bahasa Indonesia yang baik dalam keluarga, kebiasaan makan bersama dan berwisata bersama keluarga adalah hal-hal yang perlu diteruskan melewati berbagai generasi menuju masa depan yang lebih ceria.

 

Pepatah yang dikutip diawal bagian ini mengingatkan kita bahwa jika selagi muda dibiasakan hal yang baik maka hal itu akan bernilai tinggi. Adalah tugas kita bersama untuk terus berupaya meneladankan dan membiasakan perbuatan positif kepada anak-anak muda : sikap anti suap dan anti korupsi, sikap anti diskriminasi; sikap yang taat hukum, taat ajaran agama!

 

Selamat berjuang. God bless.

 

Weinata Sairin.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here