Menghadap Allah Dalam Kerendahan Hati

0
531

Oleh: Pdt. Pinehas Djendjengi

 

 

 

Mazmur 15:1-5

(1) TUHAN, siapa yang boleh menumpang dalam kemah-Mu? Siapa yang boleh diam di gunung-Mu yang kudus? (2) Yaitu dia yang berlaku tidak bercela, yang melakukan apa yang adil dan yang mengatakan kebenaran dengan segenap hatinya, (3) yang tidak menyebarkan fitnah dengan lidahnya, yang tidak berbuat jahat terhadap temannya dan yang tidak menimpakan cela kepada tetangganya; (4) yang memandang hina orang yang tersingkir, tetapi memuliakan orang yang takut akan TUHAN; yang berpegang pada sumpah, walaupun rugi; (5) yang tidak meminjamkan uangnya dengan makan riba dan tidak menerima suap melawan orang yang tak bersalah. Siapa yang berlaku demikian, tidak akan goyah selama-lamanya.

 

Mazmur 15:1-5 ini berisi kerinduan yang dalam dari umat Allah untuk tinggal dekat Allah. Mengapa dekat Allah? Alasannya adalah: itulah tempat tinggal yang sejati dan penuh ketentraman. Daud menggambarkan tempat itu sebagai masuk dalam kemah Allah atau berada di gunung-Nya yang kudus.

Kerinduan yang dalam adalah cerminan dari hubungan yang dekat dengan Allah. Hubungan kita dengan Tuhan adalah hubungan penuh ‘rindu’. Bukan hubungan antara atasan dan bawahan, majikan dan pembantu. Hubungan dengan Allah bagaikan hubungan sepasang kekasih yang saling merindukan. Jiwa yang rindu akan Tuhan adalah dasar spiritualitas kita. Jika anda berdoa kepada Tuhan penuh kerinduan, anda akan merasakan sesuatu yang menentramkan. Sesuatu yang mendorong anda untuk terus mendekat kepada Allah.

Hidup dekat dengan Allah, oh betapa indahnya! Tapi Daud bertanya: “Tuhan, siapa yang boleh menumpang dalam kemah-Mu? Siapa yang boleh diam di gunung-Mu yang kudus? Rindu dekat Allah itu baik, tapi, olala, ternyata ada syaratnya. Apa syaratnya? Apakah dengan tekun beribadah? Atau, kuat dalam hal berdoa? Belum, hal-hal itu belum cukup untuk memenuhi syaratnya. Lalu apa lagi? Mari kita lihat ayat-ayat berikutnya.

Baca juga  Tiga Kelompok Manusia, Dua Destinasi Akhir (Bagian IV)

Ayat 2. Kita harus mempunyai kelakuan yang tidak bercela, yang melakukan apa yang adil dan yang mengatakan kebenaran dengan segenap hatinya. Ibadah dan doa kita harus dibuktikan melalui tingkah laku. Keyakinan harus nyambung dengan perbuatan. Kita pasti muak dengan orang-orang ngomongnya bak malaikat yang baru turun dari sorga, tapi perbuatan nol. Kita saja muak, apalagi Tuhan?

Ayat 3. Kita tidak menjadi orang yang suka menyebarkan fitnah dengan lidahnya, tidak berbuat jahat terhadap teman dan tidak menimpakan cela kepada tetangga. Kita harus menjaga bibir kita jangan sampai menyakiti dan merugikan orang lain. Dalam Matius 5:22 Yesus dengan keras berkata: Setiap orang yang marah terhadap saudaranya harus dihukum; siapa yang berkata kepada saudaranya: Kafir! harus dihadapkan ke Mahkamah Agama dan siapa yang berkata: Jahil! harus diserahkan ke dalam neraka yang menyala-nyala.”

Ayat 4-5. Kita harus memiliki hati yang tulus untuk mengasihi dan membantu sesame. Jangan menarik keuntungan di atas penderitaan orang lain. Jangan mengambil kesempatan dalam kesempitan. Jangan makan saudara sendiri.

Siapa yang layak menghadap dan mendekat kepada Allah? Kalau kita lihat rincian ayat-ayat tadi, sebenarnya tidak ada yang layak mendekat kepada Allah. Kita semua tidak layak. Tapi kita yang tidak layak ini, jika selalu merindukan Allah, jika merendahkan hati di hadapan-Nya, jika mengaku dan menyerahkan diri sepenuhnya kepada Yesus, akan dilayakan oleh-Nya. Orang rindu akan Tuhan akan dipenuhi oleh Roh Kudus. Hati dan kepribadiannya akan dibentuk sesuai dengan apa yang dikehendaki Allah.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here