Pdt. Weinata Sairin: “Vincere est honestum, opprimere acerbum, pulchrum ignoscere: Menang itu terhormat, menghancurkan itu pahit (tetapi) memaafkan itu indah.”

0
685

 

Hidup ini adalah sebuah realitas yang dinamis. Bukan sebuah kediam-diaman tanpa makna. Hidup ini mencakupi segalanya. Hidup mesti bergerak, bertindak. Hidup mesti bersuara : menyuarakan isi hati yang tak bisa disuarakan oleh pihak-pihak lain termasuk oleh partai politik atau mereka yang telah diambil sumpah sebagai wakil rakyat. Ya bersuara keras, lantang, bersuara lirih; menyuarakan suara-suara dari mereka yang tak mampu lagi bersuara.

 

Hidup berarti juga membaca, mempelajari sejarah masa lalu, hidup juga menulis, menulis segala sesuatu yang kita alami, yang kita lihat dan rasakan, yang tidak bisa masuk di media cetak, elektronik atau media sosial.

 

Hidup adalah merawat luka, duka dan berbagai penyakit. Hidup tak bisa berdiam diri terhadap mereka yang didera derita, derita kemanusiaan yang lahir dari abad-keabad; mereka yang dihabisi karakternya, mereka yang mengalami semacam genocide, mereka yang terusir dari lokusnya karena berbeda faham keagamaan, mereka yang dihujani pelor-pelor teror, mereka yang tercabut dari akar kultural-sosiologisnya karena masalah etnik dan primordial, mereka yang menjadi korban perang.

 

Dalam arti spesifik oleh karena alasan keamanan, dunia yang damai, memerangi terorisme, menyelamatkan benda dan situs keagamaan dari serangan terorisme, maka hidup juga adalah sikap memerangi kelompok yang tak berkeadaban, mengajak dan menobatkan mereka untuk kembali ke jalan lurus yang berbasis agama. Hidup adalah sesuatu yang komprehensif, simultan, menyeluruh, yang terus bergerak hingga tiba di terminal yang penghabisan.

 

Hidup rumit dan “complicated” itu mesti dihargai dan diapresiasi karena hidup itu dianugerahkan oleh Tuhan Yang Maha Esa. Jangan dilihat sulit dan rumitnya sebuah kehidupan, tetapi sadari benar bahwa hidup itu anugerah yang amat besar dari Tuhan Yang Maha Kasih. Kita semua harus menjalani hidup ini dengan penuh tanggungjawab. Manusia adalah “makhluk yang ditanggungi jawab”. Manusia yang melarikan diri dari tanggungjawab adalah manusia yang menyangkali hakikat kediriannya sebagai manusia.

Baca juga  "OUR GREATEST GLORY IS NOT IN NEVER FAILING, BUT IN RISING UP EVERY TIME WE FAIL" (RW Emerson)

 

Dalam hidup yang rumit, pelik dan maha luas ini, kita harus menjadi manusia petarung, sosok yang dengan gagah berani berusaha keras melawan berbagai hambatan dan “musuh” dalam kehidupan kita. Sikap manusia petarung, tak mudah menyerah akan melahirkan kita sebagai _pemenang_ dalam kehidupan ini. Itulah saat terindah dalam kehidupan jika kita menjadi “pemenang”. Apalagi jika kemenangan kita diperoleh melalui perjuangan dan prosedur yang baku bukan karena faktor-faktor negatif.

 

Faktor maha penting dalam sebuah kehidupan adalah faktor spiritualitas, agama. Agama, dalam hal ini ajaran agama harus menjadi *roh/ruh/ruach* dalam perjalanan kita menapaki kehidupan yang Tuhan sediakan. Kita tidak sekadar beragama secara formal, agama kita tercantum dalam KTP tapi beragama secara praksis/fungsional. Artinya keberagamaan kita bisa di verifikasi dalam kehidupan kita yang nyata, kehidupan sehari-sehari diluar waktu pelaksanaan ibadah kita. Ajaran agama tidak hanya kita tahu dan hafal tetapi diinternalisasi dalam kedirian kita. Kita mesti beragama secara konsisten dan *kafah*. Sebagai warga dari bangsa yang berketuhanan yang maha esa, kita tidak bisa tidak adalah warga yang beragama. Menarik kisah tentang Voltaire seorang yang menyatakan dirinya atheis. Suatu saat Voltaire menyaksikan matahari terbit ditemani sahabat dekatnya. Tatkala Voltaire memandang matahari yang terbit diatas horizon di pagi cerah itu, Voltaire tak bisa menyembunyikan kekagumannya, dan ia berseru : “O Tuhan! Aku memujiMu!” Sahabat kentalnya itu amat terkejut dengan ungkapan Voltaire saat itu.

 

Voltaire yang atheis tak bisa terpenjara pada keatheisannya itu, ia secara spontan mengungapkan pujian yang kontennya sebenarnya paradox dengan hakikat dirinya yang atheis. Karya Tuhan yang besar yang tiada pernah tertandingi memang sejatinya harus mengantar seseorang untuk percaya kepada Tuhan.

Baca juga  Spiritualitas dan Vitalitas Hidup

 

Pepatah kita mengingatkan hal yang amat penting dalam kehidupan. Menang, menghancurkan dan memaafkan adalah hal yang bisa dan biasa terjadi dalam episode kehidupan kita. Kita harus melakukannya dalam tanggungjawab sebagai manusia. Menang dari kuasa kegelapan, menghancurkan kezoliman dalam berbagai bentuk dan saling memaafkan adalah sesuatu yang mesti dilakukan dalam kehidupan yang kompleks ini.

 

Selamat Berjuang! God Bless.

 

Weinata Sairin

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here