Oleh: Pdt. Pinehas Djendjengi
Lukas 9:22-26
(22) Dan Yesus berkata: “Anak Manusia harus menanggung banyak penderitaan dan ditolak oleh tua-tua, imam-imam kepala dan ahli-ahli Taurat, lalu dibunuh dan dibangkitkan pada hari ketiga.” (23) Kata-Nya kepada mereka semua: “Setiap orang yang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya setiap hari dan mengikut Aku. (24) Karena barangsiapa mau menyelamatkan nyawanya, ia akan kehilangan nyawanya; tetapi barangsiapa kehilangan nyawanya karena Aku, ia akan menyelamatkannya. (25) Apa gunanya seorang memperoleh seluruh dunia, tetapi ia membinasakan atau merugikan dirinya sendiri? (26) Sebab barangsiapa malu karena Aku dan karena perkataan-Ku, Anak Manusia juga akan malu karena orang itu, apabila Ia datang kelak dalam kemuliaan-Nya dan dalam kemuliaan Bapa dan malaikat-malaikat kudus.
Getaran pengorbanan Yesus makin terasa lewat suasana masa-masa sengsara yang kita jalani. Mari sejenak menghayati lebih dalam kerelaan-Nya menanggung derita demi kita, sebelum kita memasuki narasi-narasi pergulatan-Nya menghadapi getirnya pengorbanan itu. Penderitaan Yesus adalah jalan menuju kebenaran. Semakin kita menjadi bagian-Nya, aniaya itu semakin nyata. Namun aniaya ini akan menyingkapkan kebenaran. Dalam Matius 5:10, Yesus berkata, “Berbahagialah orang yang dianiaya oleh sebab kebenaran, karena merekalah yang empunya sorga. Hayatilah kata-kata Yesus ini. Jika kita haus akan kebenaran, maka salib akan disodorkan kepada kita untuk dipanggul.
Di hadapan Pilatus, Yesus tak banyak bicara. Ia siap menjalani sengsara-Nya. Ia tahu, dunia ini penuh dengan orang-orang menderita. Dengan menjalani sengsara-Nya, sesungguhnya Ia sedang merasakan penderitaan kita. Ia menanggung penderitaan kita tanpa banyak bicara. Kita mempunyai tugas besar untuk ikut memilkul penderitaan dunia ini. Kita belum menjadi pengikut-Nya, jika kita tidak memanggul salib ini. Jangan banyak bicara. Tugas ini berat, tetapi Yesus telah bersabda: “Marilah kepada-Ku, semua yang letih lesu dan berbeban berat, Aku akan memberi kelegaan kepada-Mu” (Matius 11:28).
Yesus jatuh dan tertimpa salib. Ia menjadi tak berdaya. Jika kita punya iman, kita akan melihat cinta yang dahsyat di sini. Ia menjadi tak berdaya untuk mengingatkan kita, betapa kita manusia yang lemah. Kita adalah anak yang membutuhkan kekuatan-Nya.
Kita yang tak berdaya dipanggil untuk ikut menanggul salib-Nya. Ia rindukan kita terlibat dalam misi-Nya. Dunia ini merasakan keselamatan Allah, bukan karena kita memuji nama-Nya saja. Bukan karena kita berdoa tiada henti. Tapi juga, melalui kesediaan kita memanggul salib-Nya. Simon dari Kirene menemukan dirinya yang sebenarnya ketika ia rela memanggul salib Yesus. Komunitas Kristen adalah komunitas baru karena kerelaannya memanggul salib dari derita dunia ini.
Yesus jatuh. Ia tak sanggup lagi meneruskan perjalanan-Nya. Namun Ia berusaha bangkit. Ia tahu, saat-saat kejatuhan seperti ini sering melanda manusia. Mereka sulit bangkit lagi, mereka jatuh dalam kekecewaannya, keputusasaannya. Yesus jatuh, ya seperti kita yang jatuh dalamderita. Tapi Yesus berdiri lagi karena derita seberat apapun bukanlah kegagalan yang harus menghentikan langkah kita.
Yesus terjatuh lagi. Tangan-Nya terulur meminta bantuan. Namun tangan-Nya dihentak para serdadu. Lihatlah betapa banyak tangan-tangan Yesus yang terulur di sekitarmu. Adakah kita bertindak seperti serdadu yang kejam?
Yesus tiba di puncak bukit Tengkorak. Ia ditelanjangi. Penderitaan-Nya makin mencekam. Ia berada pada detik-detik kematian-Nya. Sebuah keadaan yang mengerikan. Tapi Yesus tetap tabah. Ia rela, dan tidak menyayangkan nyawa-Nya. Di puncak derita ini, Ia membuka lembaran baru, harapan baru, dan hidup baru.
Semua itu diberikan kepada kita yang teguh setia kepada-Nya sampai akhir hayat. Dengarlah, Dia berkata kepada kita: “Barangsiapa kehilangan nyawanya karena Aku, ia akan menyelamatkannya” (Lukas 9:24).