Oleh: Pdt. Weinata Sairin
JANGANLAH ADA DIANTARA KAMU YANG HARUS MENDERITA SEBAGAI PEMBUNUH ATAU PENCURI ATAU PENJAHAT ATAU PENGACAU. TETAPI JIKA IA MENDERITA SEBAGAI ORANG KRISTEN MAKA JANGANLAH IA *MALU* MELAINKAN HENDAKLAH IA MEMULIAKAN ALLAH DALAM NAMA KRISTUS ITU (1 Petrus 4 : 15-16)
Penderitaan adalah bagian integral dari sejarah kehidupan manusia. Penderitaan dalam berbagai bentuk dan bobotnya senantiasa hadir mewarnai perjalanan kehidupan manusia. Penderitaan bisa mewujud dalam bentuk penyakit, kecelakaan, ketidak-beruntungan dan banyak lagi bentuk lainnya. Ada orang yang dipengaruhi pandangan teologi tertentu secara mudah dan simplisistis melihat penderitaan sebagai *akibat dosa*.
Pola pikir ini bukan hal baru. Pada saat Tuhan Yesus bertemu dengan orang buta dalam perjalanan pelayananNya, murid-murid dalam skema berfikir seperti itu bertanya kepada Yesus siapa yang berbuat dosa, orang ini atau orang tuanya sehingga ia dilahirkan buta? Dan Yesus yang memahami nuansa teologis pertanyaan itu sama sekali tidak memberi jawaban matematis dan definitif. Yesus menjawab dengan amat diplomatis saat itu, bukan orang itu atau orang tuanya tetapi agar pekerjaan Allah harus dinyatakan di dalam dia.
Yesus tentu amat piawai dalam merespons berbagai pertanyaan apalagi sebuah pertanyaan yang patut diduga hanya untuk menjebak dan atau “mencobai” Yesus. Ada beberapa kasus tatkala murid-murid bertanya kepada Yesus untuk mengetahui bagaimana sikap Yesus terhadap burning issues yang sedang menjadi wacana dalam masyarakat.
Dalam surat ini Petrus dengan amat tegas memberi nasihat agar umat yang berada di Asia Kecil sekitar tahun 64-66 itu jangan menderita sebagai pembunuh, pencuri, penjahat atau pengacau. Kemungkinan besar dalam situasi politik yang tidak kondusif bagi umat kristiani di abad-abad pertama zaman itu, telah dikenal 4 bentuk perbuatan kriminal sebagaimana disebut eksplisit dalam Surat 1 Petrus. Pada zaman itu penistaan terhadap umat Kristiani amat gencar, fitnah dan pembunuhan karakter terjadi bahkan umat Kristiani dituduh telah membakar kota Roma sehingga posisi umat mengalami keterguncangan hebat dalam masyarakat di zaman itu.
Dalam konteks itu Petrus memberikan penguatan pastoral agar umat jangan malu apabila mereka menderita karena kekristenan mereka. Jika hal itu yang terjadi mereka justru harus *memuliakan Allah dalam nama Kristus*.
Dalam pengalaman empirik umat kita mengalami penderitaan bukan saja karena soal-soal ‘sekuler’ tetapi juga karena kekristenan mereka. Mereka dihujat, dinista, di kriminalisasi, didiskriminasi, dihambat kariernya, tidak naik pangkat. Ada kasus seorang warga gereja dibatalkan pengangkatannya hanya karena ia beragama Kristen.
Kondisi seperti ini terjadi di ibukota negara dan merata di berbagai wilayah negeri ini. Rekrutmen pimpinan dan pegawai dengan basis primirdoal dan Sara acapkali menjadikan warga Gereja sebagai korban. Gereja-gereja kini memasuki Minggu Prapaskah/Minggu Sengsara Vi dalam rangka mengingat ulang jalan sengsara yang ditempuh Yesus demi menyelamatkan manusia.
Saudaraku, andai kita menderita dan mengalami sengsara karena kekristenan kita, tak usah malu tetapi kita harus memuliakan Allah dalam nama Kristus. Yesus Kristus telah lebih dulu meneguk anggur dari cawan penderitaan dan telah mengalami kemenangan dari kuasa maut. Mari terus bersyukur dan memuliakan namaNya dalam kekinian sejarah!
Selamat Merayakan Hari Minggu. God bless!