Oleh: Pdt. Weinata Sairin
Pada waktu mengikuti proses pendidikan di Sekolah Rakjat (kini Sekolah Dasar) tahun 1952, para murid di minta untuk menghafal sebuah peribahasa yang berbunyi “Sekali lancung ke ujian, seumur hidup orang tak percaya”. Artinya sekali saja orang melakukan kebohongan dan atau pembohongan, maka selama- lamanya, seumur hidup, orang itu tidak akan dipercaya lagi. Pada saat itu biasanya pak guru memberikan penjelasan dengan disertai contoh-contoh makna peribahasa itu dalam kenyataan praktis. Pembelajaran moral, budi pekerti terjadi melalui penjelasan tentang makna peribahasa itu.
Apakah yang dimaksud dengan *percaya* ? Kata ‘percaya’ bisa kita temukan dalam kalimat-kalimat biasa atau bisa juga dalam konteks keagamaan. Menurut KBBI ‘percaya’ adalah “mengakui atau yakin bahwa sesuatu memang benar atau nyata”. Dalam versi lain kata ‘percaya’ juga dimaknai sebagai “menganggap atau yakin bahwa sesuatu itu benar-benar ada”.
Dalam hubungan antar manusia kata ‘percaya’ memiliki makna yang amat penting. Kita mengharapkan orang ‘percaya’ kepada kita, dengan suasana saling percaya, saling respek maka kualitas relasi bahkan kualitas organisasi kita makin mantap. Istilah ‘amanah’ salah satunya memiliki arti *kepercayaan*. Orang yang amanah artinya orang yang dapat dipercaya, orang yang *credible*.
Kata ‘percaya’ bagi umat beragama sering digunakan dengan makna yang lebih dalam dibanding arti biasa. Kita semua umat beragama adalah orang-orang yang *percaya* kepada Tuhan Yang Maha Esa. Kata ‘percaya’ dalam konteks ini adalah meyakini secara sungguh-sungguh adanya kuasa Transenden, kuasa yang diatas, Khalik, Pencipta alam semesta. Manusia yang percaya kepada Tuhan YME ; adalah manusia yang secara definitif bukan kafir dan bukan atheis.
Bahwa orang yang percaya kepada Tuhan itu ternyata tidak bisa dipercaya karena sering menyalah gunakan jabatan, penuh dengan nafsu korupsi, realitas itu yang amat memprihatinkan kita. Itu adalah semacam contra dictio in terminis, analog dengan kenyataan bahwa diruang-ruang pengadilan tidak bisa ditegakkan keadilan.
Tindakan kebohongan dan atau pembohongan banyak dilakukan oleh umat manusia tanpa memandang kesiapaan orang itu. Dalam proses peradilan bisa saja seseorang mencabut semua pengakuannya yang sudah dimuat dalam BAP dengan berbagai alasan, akibatnya ia tidak dipercaya. Berbuat kebohongan dalam beragam bentuk pada level apapun bermuara pada sikap orang yang tidak lagi percaya pada sang pembohong. Krisis kepercayaan di dalam keluarga, organisasi, komunitas bahkan pemerintahan, berpotensi destruktif. Kita tak boleh mrnjadi figur seperti yang di katakan Pepatah, figur yang tidak dipercaya.
Mari kita mengembangkan sikap *trust* dalam kehidupan kita agar dengan cara itu kita bisa memberi yang terbaik.
Selamat berjuang. God bless.