WHEN DEFEAT COMES, ACCEPT IT AS A SIGNAL THAT YOUR PLANS ARE NOT SOUND, REBUILD THOSE PLANS, AND SET SAIL ONCE MORE TOWARD YOUR COVETED GOAL (Napoleon Hill)

0
511

Oleh: Pdt. Weinata Sairin

 

Program kita, bahkan juga hidup kita bisa saja atau pernah menghadapi sebuah kegagalan. Kegagalan itu mewujud dalam banyak bentuk. Tidak semua orang siap untuk menerima dan menghadapi kegagalan. Ada yang memahami kegagalan sebagai “sukses yang tertunda”. Artinya ia pada satu saat pasti akan mencapai sukses apabila ia mau menganalisis kelemahan masa lalu dan bekerja keras untuk membangun masa depan.

 

Namun banyak juga orang yang melihat kegagalan seperti langit runtuh yang mengakhiri segalanya. Seorang mengalami kecewa yang sedemikian berat bahkan menghunjamkan rasa traumatik yang amat dalam diterpa kegagalan dalam perjalanan kehidupan. Berdasarkan pengalaman empirik ada kasus-kasus kegagalan seperti ini yang membawa seseorang pada sikap yang negatif misalnya upaya bunuh diri, dan sebagainya.

 

Sebenarnya ‘kegagalan’itu adalah sesuatu yang biasa, yang normal dan standar dalam perjalanan sejarah kehidupan. Bahkan kegagalan adalah bagian dari proses pembelajaran yang pada gilirannya akan lebih mematangkan bangunan kehidupan itu sendiri. Jika kita membaca kisah orang-orang besar dalam sejarah, para penemu/ahli ilmu pengetahuan, mereka juga mengalami “kegagalan” berkali-kali hingga mereka berhasil dalam menampilkan hasil penemuan  mereka yang kemudian dirasakan amat bermakna bagi pengembangan peradaban umat manusia.

 

Mereka berjiwa besar, mereka tidak terbelenggu pada kegagalan yang mereka alami. Komitmen yang kuat terhadap bidang ilmu yang mereka geluti, kerinduan untuk memberi kontribusi bagi pemajuan tingkat peradaban manusia yang menyebabkan mereka para penemu/pionir diberbagai bidang ilmu itu terus bertekun dan bekerja keras merajut karya terbaik bagi kemanusiaan.

 

Sebagai umat yang memegang teguh ajaran agama, kita semuanya memahami bahwa ajaran agama kita kesemuanya menekankan bahwa kita harus bekerja keras untuk mencapai sesuatu. Kita dengan niat baik (nawaitu) berikhtiar sekuat tenaga, ikhlas, memohon rahmat dan petunjuk Tuhan YME agar semua cita-cita kita terwujud. Namun kita sadar bahwa kita hanya *merencanakan* tetapi *ketetapan* menjadi hak prerogatif Tuhan YME. Bisa saja terjadi Ia menetapkan agar kita mengalami kegagalan dulu, baru sesudah itu kita dibimbingNya memasuki gerbang kesuksesan.

Baca juga  Pengurus Baru PP GMKI Dikukuhkan, Ketua Umum : Diperlukan Reformasi Pergerakan Mahasiwa di Era Zaman Milenial

 

Kita berdasarkan pendidikan agama yang kita peroleh dalam Keluarga, komunitas keagamaan dan proses interaksi dalam ruang-ruang kehidupan dengan tabah dan tekun menerima semua pengalaman hidup, termasuk kegagalan sebagai bagian integral dari sebuah konstruk kehidupan yang didalamnya Kuasa Transenden ikut berperan mengarahkan.

 

Pepatah yang dikutip dibagian awal tulisan ini mengingatkan kita agar kita memahami kegagalan dalam perspektif baru yang memberi ruang bagi kita untuk membarui ulang rencana kita. Kita tak perlu patah semangat atau amat kecewa tetapi bagaimana kita tetap bangkit dan bersrmangat meraih cita-cita.

 

Selamat Berjuang. God Bless.

 

 

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here