Oleh: Pdt. Weinata Sairin.
Kehidupan umat manusia yang muaranya menjadi misteri bagi setiap orang karena hanya Sang Khalik yang tahu sering menggunakan metafora ‘perjalanan’. Ya setiap orang dalam rentang kehidupannya mesti menempuh sebuah perjalanan yang panjang. Awal perjalanan memang diketahui dengan pasti, routenya bisa agak diperkirakan namun titik akhir perjalanan dan berapa lama waktu tempuh sulit di
prediksi.
Mengapa “perjalanan”acap digunakan sebagai metafora sebuah kehidupan? Tentu bisa diberikan beberapa alasan di seputar hal tersebut. Kata ‘perjalanan’ acap digunakan sebagai metafora kehidupan, untuk menegaskan ulang bahwa kehidupan itu adalah sesuatu yang dinamik, yang bergerak dan tidak monoton. Kehidupan adalah sebuah perjuangan tiada akhir, yang mencakup berbagai aspek.
Perjuangan mencapai cita-cita, perjuangan untuk survive, perjuangan dalam memantapkan iman dan spiritualitas ditengah serbuan modernidasi dan dunia yang makin sekuler-hedonistik. Hidup adalah anugerah Allah bagi manusia, itulah sebabnya kehidupan mesti dimuliakan, hidup adalah privilege yang mesti diisi dengan hal-hal yang positif, konstruktif dan produktif.
Orang bijak menyatakan tidak menjadi soal berapa lama seseorang itu menghidupi dunia fana ini, tetapi apakah selama ia hidup dalam masa-masa temporer itu ia telah mengukir karya terbaik. Hidup itu cuma sekali, kata seorang tokoh, tapi jika hidup yang sekali itu diisi dengan hal-hal yang baik maka yang sekali itu sudah cukup. Hidup yang “baik”secara standar sudah amat jelas: menjalankan perintah agama, menaati hukum, membangun relasi positif baik vertikal maupun horisontal.
Hidup dengan perjalanan jauh dan durasi yang sudah tertentu itu, mesti dimulai dengan satu langkah. Sebagai umat beragama kita selalu memohon kepada Tuhan agar ia menuntun dan memandu kita dalam perjalanan kita. Bahkan dalam kuasaNya, Ia telah berada didepan mendahului kita. Mari terus berjalan menyusuri ruang-ruang sejarah, berkarya tanpa lelah, hingga kita menutup mata!
Selamat berjuang. God bless