Jakarta, Suarakristen.com
Huria Kristen Batak Protestan (HKBP) sebagai organisasi gereja tertua di Indonesia, dengan 150 tahun usianya, harusnya makin matang dan makin kuat.
Namun rupanya, belum tentu usia organisasi ratusan tahun, linier dengan komitmen menjalankan sistem organisasinya. Pengaruh Ephorus sebagai pemimpin tertinggi di HKBP, berikut Sekjen dan jajarannya, sangat menentukan.
Sebab itu, Ephorus kedepan hendaknya punya komitmen dan keberanian untuk menegakkan disiplin mutasi para pendeta sebagai pelayan utama gereja-gereja di Indonesia maupun diluar negeri.
“Hemat saya, Pimpinan HKBP kedepan hendaknya punya komitmen yang tinggu dan punya keberanian menegakkan disiplin pelaksanan mutasi para pendeta sebagai pelayan utama gereja. Sebab informasi yang beredar, ada ratusan SK (Surat Keputusan) mutasi pendeta yang tidak dilaksanakan,” ungkap Pendeta Bernard TP Siagian, M.Th dalam bincang di ruang kerjanya di gereja Rawamangun, Jakarta Timur, Selasa (06/09/2016).
Bagaimanapun, menurut pendeta fungsional gereja HKBP Rawamangun, Distrik VIII Jakarta ini, dirinya merasa prihatin dan ikut bertanggungjawab secara moril, atas keadaan seperti itu.
“Bagaimanapun, kita sangat prihatin dan merasa turut bertanggungjawab secara moril atas keadaan seperti itu. Ini menunjukkan, selain tidak tegasnya pimpinan pusat, adanya ketidaksadaran para rekan-rekan pendeta sebagai ‘uluan’ atau pimpinan jemaat, yang sebelumnya telah ditahbiskan sebagai pendeta,” tandasnya.
Sebab itu, terkait diselenggarakannya Sinode Godang ke-63 (semacam Kongres atau Mubes-red) HKBP 2016-2020, di Seminari, Sipoholon, Tarutung, Sumatera Utara, dari tanggal 12-18 September 2016, Bernard berharap, siapapun Ephorus yang terpilih, penegakan disiplin mutasi pendeta, masuk dalam program utama.
“Hendaknya, masalah penegakan disiplin mutasi para pendeta ini, masuk skala prioritas. Karena hal ini akan berpengaruh terhadap tingkat kepercayaan kepada Pimpinan Pusat, sebagai pimpinan tertinggi penegakan Aturan dan Peraturan HKBP. Jika tidak ditegakkan lagi sekarang, maka akan makin parah,” bebernya.
Dikatakan Pendeta Resort di HKBP Papua (2012-2015) ini, masalah etika moral para pendeta juga sebaiknya dilakukan pembinaan dan pengawasan.
“Kita juga tidak bisa pungkiri penilaian para jemaat terhadap pelayan gereja yang makin materialistis. Ini menyangkut persoalan mental dan etika. Sebaiknya tetap dilakukan pembinaan dan pengawasan di hilir, dan masalah sistem rekrutmen pendeta di hulu juga perlu perbaikan,” bebernya.
Terkait namanya belakangan disebut-sebut sebagai calon Sekjen PP HKBP 2016-2020, lulusan Sekolah Tinggi Theologia (STT) yang sejak kelas 6 (enam) SD bercita-cita jadi Pendeta inipun tidak menampiknya.
“Ya, kalau Tuhan mau pakai saya untuk ikut membenahi HKBP, sudah pasti saya menyiapkan diri. Akan menjadi salah, jika saya sendiri tidak ada kesediaan,” paparnya.
Ditanya mengapa baru akhir-akhir ini terdengar dirinya muncul ke permukaan, pria yang selalu terlihat tenang ini mengatakan, itulah yang kadang sulit dicerna akal manusia.
“Saya kira, itulah yang sulit dicerna akal manusia. Saya sendiripun sulit menjelaskannya. Dorongan untuk maju justru makin sulit dibendung, saat jelang Sinode. Semoga roh Tuhanlah bekerja,” pungkasnya.
Diketahui, dalam penyelenggaraan Sinode Godang, ada lima ‘top leaders’ HKBP yang sekaligus akan dipilih yaitu: Ephorus, Sekjen, Kadep Koinonia, Marturia dan Diakonia. Dan sistem pencalonan sekarang ini berbeda dengan masa lalu.
Jika pencalonan sebelumnya diajukan berdasarkan distrik sebagaimana telah ditetapkan dalam Aturan Peraturan HKBP 2002 setelah amandemen yang kedua, sekarang ini, para calon dapat maju, asal memenuhi syarat sebagai calon, walaupun bukan peserta Sinode. Sedangkan peserta Sinode adalah para pimpinan distrik, pimpinan resort dan jemaat yang dipilih mewakili resort, yang diperkirakan lebih dari 1600 orang. (DANS)