Jakarta, Suarakristen.com
Kami pemimpin perempuan yang mewakili kelompok perempuan yang berasal dari 13 desa yang berada di kecamatan silima Pungga-pungga, Siempat Nempu Hilir Kabupaten Dairi dan Sitelu Tali Urang Jehe Kabupaten Pakpak Bharat , menyadari begitu pentingnya Hutan Lindung bagi sumber kehidupan kami sebagai petani, kami memiliki ketergantungan yang besar atas Hutan Lindung.
Seiring dengan kehadiran perusahaan tambang PT. Dairi Prima Mineral (PT.DPM) di dusun Sopo Komil Kecamatan Silima Pungga-Pungga Kabupaten Dairi melalui Kontrak Karya No.99 PK 0071 tanggal 17 Februari 1998 yang memiliki wilayah konsesi tambang seluas 27.420 Ha, dan yang berada di sekitar dikawasan Hutan Lindung dan akan memakai sistem pertambangan tertutup (underground mining), kami yang telah berpuluh-puluh tahun tinggal di kawasan tambang dan tinggal di dekat Hutan tidak menginginkan kehadiran perusahaan tambang ini hadir diwilayah kami, yang akan mengusik hutan lindung kami.
sejak awal kami tidak menyetujui kehadiran perusahan ini menambang di wilayah kami, Dairi merupakan wilayah yang masyarakatnya hidup dari pertanian yang memiliki ketergantungan atas tanah, air dan Hutan. Kami pernah mendesak pemerintah pusat dengan mengirimkan petisi penolakan pemberian Ijin Hutan Lindung seluas 53,11 Ha kepada Perusahaan dengan SK Menteri SK 378/MENHUT II/2012 yang kami sampaikan tertanggal 17 September 2012 tapi tidak mendapat respon.
Keterancaman atas daya rusak alam (tanah, air, udara dan hutan) akibat ekploitasi tambang menjadi fokus kami, khususnya sebagai warga yang tinggal di kawasan wilayah konsesi tambang. Keselamatan ruang hidup adalah hal yang paling penting dari pada alasan pembangunan untuk pertumbuhan ekonomi yang selalu menjadi alasan hadirnya perusahaan tambang di wilayah kami, dan kiranya hal keselamatan ruang hidup warga juga menjadi prioritas pemerintah.
Beberapa keterancaman yang bisa mengusik keselamatan ruang hidup kami adalah :
Krisis air menjadi fokus kami khususnya kami sebagai perempuan, Perusahaan dalam melakukan aktifitasnya pasti akan menggunakan banyak air. Di Kabupaten Dairi terdapat sungai-sungai yang jumlahnya cukup banyak dan dipergunakan untuk irigasi, dimana sebagian besar sudah dimanfaatkan menjadi pengairan sawah, perikanan, dan kebutuhan Air minum. Salah satu nya adalah sungai Simungun di dusun Sopo Komil yang menjadi sumber air bagi beberapa desa (Longkotan, , Bakal gajah, Parongil, Siboras, Urukmblin) sekitar 5000 Jiwa tergantung dengan sungai Simungun , dan sungai ini juga akan dipakai oleh perusahan tambang untuk kepentingan mereka, sungai Simungun salah satu sungai yang menjadi sumber air sungai Sembelin (salah satu sungai yang besar di Kabupaten Dairi dengan panjang sungai 60 Km ) yang terbentang di kecamatan Sidikalang, menuju perbatasan
Kecamatan Siempat Nempu/Kecamatan Silima Pungga-Pungga (Kabupaten dairi) selanjutnya menuju provinsi Nanggroe Aceh Darusalam (NAD), jika sungai Sembelin debit airnya berkurang dan airnya tercemar maka akan berdampak langsung pada penduduk 72 desa di Kabupaten Dairi dengan jumlah penduduk sekitar 45 ribu Jiwa dan termasuk Peduduk Provinsi Nanggroe Aceh Darusalam (sibulusalam dan Aceh Tenggara)
Kami berharap pemerintah memiliki prioritas kepada keselamatan ribuan jiwa yang memiliki ketergantungan atas air.
Hutan lindung yang berfungsi untuk mengatur tata air, ketika akan dipakai oleh kegiatan ekpoitasi tambang oleh perusahaan tambang maka hal ini juga akan mempengaruhi terhadap kualitas air di wilayah kami.
Sejarah Lumpur lapindo yang telah menyebabkan ratusan korban jiwa yang harus kehilangan ruang hidupnya di wilayah mereka, merupakan pembelajaran berharga bagi kami. Perusahaan tambang yang hadir di wilayah kami, sahamnya 80 % dimiliki oleh Bumi Resources yaitu perusahaan milik keluarga Bakrie. Kami tidak mau Sejarah seperti Bencana Lumpur Lapindo yang terjadi akibat kelalaian perusahaan terulang kembali di wilayah kami.
Sumatera Utara memiliki tiga patahan, yaitu Patahan Renun, Patahan Toru, dan Patahan Angkola sepanjang 475 km, ketiga segmen patahan ini merupakan sumber dan jalur perambatan gempa bumi di darat. Berdasarkan data BMG, daerah yang berada dalam pengaruh Patahan Renun salah satunya adalah Kabupaten dairi. Jadi pada intinya Dairi merupakan Jalur Patahan Gempa, Dairi memiliki resiko bencana gempa yang cukup tinggi. Bulan September 2011 yang lalu gempa yang megguncang Aceh , Kabupaten Dairi tercatat sebagai daerah terparah yang mengalami dampak pasca gempa tektonik 6,7 SR yang mengakibatkan kerusakan bangunan 735 unit di empat kecamatan.
PT DPM akan melakukan sistem pertambangan tertutup (di bawah tanah) tentunya hal ini sangat riskan dan beresiko tinggi adanya kegiatan dan aktifitas pertambangan di bawah tanah dilakukan di daerah jalur patahan gempa.
Wilayah Sumatera Utara termasuk wilayah yang krisis energi, sekitar ribuan desa belum menikmati listrik termasuk Kabupaten Dairi. Tambang yang hadir di Dairi tentunya juga akan memakai energi Listrik untuk kebutuhan dan kepentingan mereka dengan skala besar. Untuk masyarakat saja listrik belum merata dirasakan oleh seluruh warga atau masyarakat di Dairi, jadi kami tidak bersedia kehadiran industri pertambangan di Dairi menimbulkan ketidakadilan dalam hal energi listrik.
Kabupaten Dairi dengan Luas 192.780 hektar/sekitar 2,69% luas Sumatera Utara, terdiri dari 15 Kecamatan dan 169 desa. Jumlah penduduk berkisar 273.394 jiwa. Masyarakat Dairi Mayoritas petani (90 %) padi, palawija, kopi, coklat, cengkeh dll.
Lahan pertanian selama ini menjadi sumber pangan bagi kami, jadi selama ini kami makan dari hasil pertanian, ketika berubahnya Dairi menjadi wilayah Pertambangan, maka hal ini akan mempengaruhi berkurangnya penggunaan lahan untuk pertanian menjadi untuk kepentingan industri tambang, hal ini akan berdampak pada hasil pangan akan berkurang, yang bisa menyebabkan krisis pangan. Selain itu perusahaan yang akan memakai Hutan lindung akan menyebabkan berubahnya fungsi kawasan hutan lindung yang juga akan mempengaruhi kepada kesuburan lahan pertanian kami, karena kami menyadari Hutan lindung memiliki pengaruh yang besar atas kesuburan lahan pertanian.
Kabupaten Dairi merupakan kawasan Taman Nasional Gunung Leuser yang memiliki fungsi untuk sistem penyangga kehidupan; pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan satwa beserta ekosistemnya; pemanfaatan secara lestari sumber daya alam hayati dan ekosistemnya. Yang juga merupakan situs warisan dunia. Diperkirakan ada sekitar 89 spesies langka dan dilindungi dan sekitar 325 jenis burung dan juga ada Ikan Jurung (ikan batak) yang berada di Taman Nasional Gunung Leuser .
Kami menganggap Ekploitasi yang dilakukan perusahaan tambang di kawasan Hutan bisa membuat keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya punah atau hilang. Satwa akan kehilangan rumahnya yaitu Hutan, dan besar kemungkinan jika rumah mereka rusak maka mereka akan turun dan menganggu lahan pertanian kami untuk mecari makanan.
Demikian beberapa hal keterancaman ruang hidup yang ingin kami sampaikan, kami menganggap ketika Pemerintah Memberikan Hutan Lindung untuk dipakai Perusahaan, itu artinya Pemerintah telah “Menggadaikan Hutan kami”, oleh karena kami berseru “Jangan
Gadaikan Hutan Kami”
Kami telah mempelajari SK MENHUT No. 387/Menhut – II/2012, yang ditetapkan tanggal 23 Juli 2012 dalam point ke lima belas dinyatakan :
“Keputusan ini berlaku pada tanggal ditetapkan (23 Juli 2012) dengan jangka waktu selama 8 (delapan) tahun sesuai dengan studi kelayakan dan berakhir dengan sendirinya 2 (dua tahun) sejak ditetapkannya keputusan ini tidak ada kegiatan nyata di lapangan, maka keputusan ini batal dengan sendirinya”
Sudah tiga tahun ijin ini ditetapkan, tapi sampai saat ini kami melihat tidak ada kegiatan nyata di lapangan, oleh karena itu kami berharap Ijin pinjam pakai ini dicabut, dan tidak diperpanjang. Kami tegaskan bahwa Hutan Lindung kami tidak layak untuk ditambang.
Kami menyerukan bahwa keselamatan ruang hidup kami, warga disekitar Hutan yang telah berpuluh-puluh tahun tinggal di sekitar Hutan hendaknya menjadi prioritas utama bagi pengambil kebijakan, mengedepankan hak-hak kami sebagai warga dan hak-hak generasi penerus kami atas hak untuk mendapatkan akses atas air bersih dan hak atas lingkungan yang sehat.
Salam Hormat
Ati Monika Sinaga (desa malum) :
Sarah Naibaho (Parongil) :
Mesti Situmorang (Lae Luhung) :
Marlina Sitorus (Sumbari) :
Tamar Simbolon (Lae Luhung) :