Akar-Akar Reformasi Protestan dalam Peradaban Barat

0
728

Hotben Lingga

misionarisDalam sejarah modern manusia, kita menyaksikan peradaban Barat telah diberkati dengan kebebasan, produktivitas dan kemakmuran terbesar. Kebebasan, standar-standar keadilan dan kreativitas yang dinikmati dalam peradaban Barat merupakan hasil langsung Reformasi Protestan Abad ke-16. Protestantisme berkontribusi besar dalam membentuk modernitas, sehingga menjadi  kekuatan terbesar untuk kebaikan dalam sejarah modern, kekuatan terbesar dalam penyebaran demokrasi dalam sejarah peradaban. Dalam era modern, dengan bantuan Allah, kaum Protestan telah berkontribusi sangat besar, kontribusinya lebih besar dari gerakan manapun di dunia ini bagi kebaikan umat manusia, bagi pencerahan rohani, pendidikan, literasi, kesehatan publik,  kebebasan dan otonomi politik.

AS didirikan oleh kaum Protestan. Pada saat pendiriannya, 98,4 % populasi AS adalah orang-orang Protestan dari berbagai aliran. Dari 55 penandatangan konstitusi AS, 52 orang beragama Protestan. Iman Protestanlah dengan penekanannya pada imamat rajani setiap orang percaya yang menstimulasi individualisme progresif AS. Etika Kerja Protestan yang juga membuat AS menjadi mesin penggerak ekonomi dunia. Karena komitmen kaum Protestan pada Amanat Agung Tuhan Yesus untuk menjadikan segala bangsa menjadi murid Kristus yang membuat AS menjadi bangsa  pengutus misionaris terbesar di dunia.

Protestantisme senantiasa memajukan gagasan tentang persamaan hak. Luther sendiri misalnya berpandangan bahwa tidak ada perbedaan rohani antara seorang imam dengan seorang awam. Ada persamaan hak rohani semua orang percaya: semuanya sama-sama orang Kristen, semua haknya sama-sama sebagai imam.

Protestantisme berkontribusi dalam penciptaan etika individualistis. Protestan menekankan hak-hak dan tanggung-jawab individu untuk menafsirkan kitab suci menurut suara hati dan otonomi individual yang telah dicerahkan oleh Allah.

Penekanan Protestan pada suara hati individual yang bebas dan bertanggung-jawab pada Allah dan sesama manusia telah berkontribusi bagi perkembangan semangat kapitalis yang memberi dasar pada kehidupan ekonomi modern.

Tuhan kita Yesus Kristus mengajarkan kita: “Tetapi carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenarannya, maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu,” (Mat 6:33)

 

Warisan Reformasi Protestan

Gagasan-gagasan ada akibatnya. Tidak diragukan bahwa Reformasi di Eropa selama Abad ke-16 harus dilihat sebagai salah satu zaman paling penting dalam sejarah dunia. Reformasi memberikan Alkitab kepada kita—sekarang tersedia bebas dalam bahasa-bahasa kita. Reformasi mempelopori prinsip-prinsip kebebasan beragama, kemerdekaan hati nurani, negara hukum, pemisahan kekuasaan dan republik yang dibatasi oleh konstitusi. Semua prinsip-prinsip dasar ini tidak terpikirkan dan tidak mungkin ada sebelum Reformasi.

Reformasi Protestan membebaskan masyarakat dari subyektivisme dan stagnasi religius, yang telah melumpuhkan kemajuan. Reformasi mengalihkan arah energi umat Kristen ke menerapkan Kerajaan Kristus ke seluruh wilayah kehidupan—secara intelektual, politik, sosial dan ekonomi. Reformasi berarti berdiri melawan roh zaman. Reformasi membebaskan Eropa dari mitos-mitos dan praktek-praktek takhyul dari Iblis. Reformasi telah melepaskan Eropa dari kebodohan dan kegelapan spiritual.

 

Soal Otoritas: Hanya Alkitab Saja

Pencarian  Martin Luther yang tulus pada perdamaian dengan Allah, studi intensif Kitab Suci, dan tantangan 95 Tesis atas taktik pencarian dana yang tidak etis oleh pihak Kepausan, menyebabkan Luther mempersoalkan pertanyaan-pertanyaan utama tentang otoritas. Kasih Martin Luther pada Firman Tuhan dan pengabdian pada kebenaran menuntun Luther untuk menantang seluruh otoritas gerejawi dan politis Gereja Katolik Roma dan Kekaisaran Romawi Suci.

Baca juga  IDEOLOGI PANCASILA: HARGA MATI BAGI NKRI

“Kecuali kalau saya bisa diyakinkan oleh Kitab Suci atau oleh penalaran yang jernih bahwa saya salah – karena Paus-paus dan konsili-konsili telah sering berbuat salah dan saling bertentangan—Maka saya tidak bisa menarik kembali (mengakui kesalahan), karena Saya tunduk kepada Kitab Suci yang telah Saya kutip; Hati nurani saya sudah ditawan Firman Tuhan. Tidak aman dan berbahaya melakukan sesuatu yang melawan hati nurani seseorang. Disinilah aku berdiri, saya tidak bisa melakukan yang lain. Kiranya Tuhan menolong saya. Amin”

Para Reformator dan pemikir Protestan bercita-cita merestorasi kemurnian rohani kekristenan mula-mula hanya dengan titik tolak, standar, fondasi abadi dan mutlak: Alkitab.

Para Reformator menekankan kedaulatan Tuhan dan supremasi Firman Tuhan atas segala sesuatu, bahwa Alkitab saja otoritas terakhir, bahwa Kristus saja Kepala Gereja, bahwa pembenaran adalah oleh anugerah Allah saja, atas dasar karya Kristus yang sudah selesai, yang diterima melalui iman saja.

Ajaran para Reformator tentang kejatuhan (kerusakan) manusia kedalam dosa, Perjanjian, dan pemerintahan Gereja telah mempengaruhi perkembangan politik yang positif dalam kebebasan sepanjang dunia Barat dan diluar Barat, dengan membangun keseimbangan kekuasaan, pemisahan kekuasaan dan pemerintahan konstitusional.

Semua agama-agama mendukung monarki, aristokrasi dan otoriterisme. Akan tetapi, Martin Luther dan para Reformator berpendapat bahwa karena kerusakan moral manusia, maka tak ada otoritas manusia yang bisa dipercaya sebagai sesuatu yang mutlak. “Paus-paus dan konsili telah sering berbuat salah dan saling bertentangan” Luther menolak totaliterisme gereja dan memperjuangkan prinsip Sola Skriptura (Hanya Alkitab otoritas dan standar terakhir kita).

Dampak sosial Reformasi agama ini sangatlah besar. Doktrin Sola Skriptura membawa kepada konstitusionalisme. Imamat am rajani semua orang percaya memimpin ke konsep republik representatif dan bentuk-bentuk pemerintahan demokratis. Kebebasan beragama dan kebebasan hati nurani menuntun kepada kebebasan berbicara, kebebasan pers, kebebasan berkumpul/berserikat, dan semua karya kebebasan sosial dan politik yang lain. Hanya Peradaban yang dibangun di atas Injil Kristus yang akan bertahan.

 

Kebebasan dan Kemerdekaan Hati Nurani

Dalam pendirian yang luar biasa beraninya melawan gabungan kekuatan politik dan agama Eropa, Luther mengusulkan dan memperjuangkan kebebasan hati nurani yang didasarkan atas otoritas Firman Tuhan saja. Sampai waktu itu, praktek yang berlaku adalah otoriterisme baik di dalam gereja maupun negara.

Martin Luther menulis bahwa umat Kristen harus bebas dari kontrol sewenang-wenang baik gereja maupun negara. Hanya Tuhan yang menjadi Raja hati nurani. Luther menulis:”Dengan Firman Tuhan kita harus berjuang, dengan Firman Tuhan kita harus merobohkan dan menghancurkan apa yang telah didirikan oleh kekerasan. Saya tidak akan menggunakan kekuatan melawan gereja takhyul dan kafir… Kemerdekaan/kebebasan merupakan hal yang paling pokok dari iman… Saya akan berkotbah, berdiskusi dan mencerahkan; tetapi saya tidak akan memaksa siapapun, karena iman adalah perbuatan sukarela… Saya telah berdiri melawan Paus, indulgensia dan pengikut-pengikut Paus, tetapi tanpa kekerasan atau huru-hara. Saya mengemukakan Firman Tuhan; Saya berkotbah dan menulis—ini yang semua saya lakukan, Firman Allah yang melakukan semuanya… Firman Tuhan harus diizinkan untuk bekerja sendiri, bukan dalam kekuatan saya untuk menciptakan hati manusia…Saya tidak bisa masuk lebih jauh dari telinga; ke hati yang saya tidak bisa jangkau. Dan karena saya tidak bisa menuangkan iman ke dalam hati, saya tidak bisa atau tidak harus, memaksa orang untuk beriman. Itu hanya pekerjaan Tuhan saja, yang menyebabkan iman tinggal di dalam hati… Kita harus mengkotbahkan Firman, tetapi hasil-hasilnya harus diserahkan semata-mata kepada kebajikan Tuhan.”

Baca juga  Mari Menunda Mudik Demi Keselamatan Sanak Saudara

Dengan menekankan doktrin Alkitabiah tentang iman sebagai anugerah Allah, Luther meruntuhkan Inkwisisi Roma dan menyediakan landasan-landasan teologis untuk kebebasan beragama dan kebebasan hati nurani.

Sejarawan Jerman Abad 19, Leopold Von Ranke menggambarkan John Calvin sebagai “Pendiri Amerika yang sebenarnya.” Reformator John Calvin meletakkan dasar-dasar bagi RUU Hak-hak bangsa Inggris dan Amerika, kebebasan berbicara, kebebasan pers, kebebasan beragama, hak istimewa melawan otoriterisme, independensi kehakiman, hak habeas corpus (hak untuk diperiksa di depan hakim), hak tidak dipenjarakan tanpa sebab musabab, dan prinsip-prinsip utama lainnya tentang pemisahan kekuasaan, pemeriksaan dan keseimbangan kekuasaan, pemerintahan representatif dan konstitusional, dan lain-lain.

Sejarawan Carlton Hayes, dalam buku Christianity and Western Civilisation mengatakan: “Dimanapun idealisme Kristen diterima luas dan dipraktekkan dengan sungguh-sungguh, disana ada kebebasan dinamis; dan dimanapun Kekristenan diabaikan atau ditolak, dianiaya atau dirantai, disana ada tirani.”

Profesor Alvin Schmidt dalam bukunya “Under the Influence – How Christianity Transformed Civilisation, menegaskan:”Di bangsa manapun di dunia ini, kalau agama Kristen hadir secara menonjol, disana selalu ada perbaikan-perbaikan dan kemajuan dalam hal kebebasan dan keadilan. Hal ini bertolak belakang dengan masyarakat-masyarakat yang telah dan masih didominasi oleh agama-agama non-Kristen.”

Pengarang Yahudi, Kevin Abrams, menulis:”Peradaban Amerika dibangun di atas prinsip-prinsip dasar moralitas Kristen Protestan, yang berasal usul dalam Kitab Suci Yahudi… tanpa Alkitab sebagai kompas yang menuntun kapal negara Amerika maka seluruh bangunan besar yang menuntun peradaban Amerika akan ambruk.”

Sejarawan Perancis Alexis de Tocqueville, dalam bukunya “Democracy in America”, menyatakan bahwa kebebasan, keadilan dan produktivitas yang belum pernah terjadi sebelumnya yang dicapai di AS merupakan hasil langsung azas dan prinsip-prinsip Kristen Protestan.”Tidak ada negara di dunia dimana agama Kristen memiliki pengaruh yang paling besar atas jiwa-jiwa manusia daripada di AS”

 

Kebebasan Beragama

Dengan menerjemahkan Alkitab dari Bahasa Yunani dan Ibrani asli ke bahasa umum dan membuat Alkitab tersedia secara luas baik kepada para bangsawan dan para petani, Luther memperjuangkan pendidikan universal dan melek huruf (literasi), imamat rajani semua orang yang percaya, kebebasan hati nurani dan kemerdekaan beragama.

Baca juga  Pdt. M. Ferry H. Kakiay, M.Th.: Mari Mengubah Dunia dengan Kuasa Roh Kudus!

Dengan menolak sistim sakramen Gereja Katolik Roma Abad Pertengahan, yang membuat manusia secara subyektif mencari kesucian pribadi dan keselamatan di dalam diri mereka dan di dalam biara-biara, para Reformator membebaskan masyarakat dari obsesi introvert dan pada akhirnya menjadi egois. Reformasi membebaskan energi itu dan mengalihkan arahnya kepada berusaha melayani Tuhan dan sesama kita, meletakkan kaki kita pada iman dan mewujudkan kasih dalam perbuatan menjadi saksi dan abdi Kristus bagi masyarakat dan dunia.

 

Pemerintahan Representatif

Doktrin Protestan tentang Imamat rajani semua orang percaya menjadi dasar untuk republik-republik representatif modern. Persamaan semua manusia di hadapan Tuhan dan Hukum meruntuhkan absolutisme monarki dan paus yang menetapkan diri mereka di atas hukum.

Sola Skriptura melongsorkan landasan-landasan totaliterisme gereja dan politik. Penekanan Protestan pada imamat am rajani dan Supremasi Otoritas Alkitab membawa kita pada konsep pemerintahan representatif dan otoritas konsitusional sebagai Hukum Tertinggi suatu negara.

 

Lex Rex

Sebagai ganti Rex Lex (Raja adalah hukum) yang sedang berlaku pada waktu itu, para Reformator memperjuangkan Lex Rex (Hukum adalah raja). Tidak ada seorangpun berada di atas Hukum Allah. Yesus Kristus adalah Raja di atas segala raja dan Tuhan atas segala tuhan. Setiap orang ada di bawah Hukum Tuhan.

Energi yang dilepaskan oleh Reformasi Protestan sangatlah besar, -ntara lain penerjemahan dan penemuan kembali Alkitab dalam bahasa awam. Sampai saat ini lembaga-lembaga Alkitab Protestan telah menerjemahkan Alkitab ke dalam lebih dari 2000 bahasa dunia, sehingga menghasilkan kebangunan rohani yang paling luar biasa dalam sejarah. Reformasi Protestan membebaskan orang Kristen Eropa Utara dari kemunduran akibat paganisme Renesans dan melahirkan kebebasan berbicara. Reformasi di Eropa memperjuangkan prinsip kebebasan beragama, kemerdekaan hati-nurani, negara hukum, pemisahan kekuasaan dan pemerintahan yang sesuai dengan konstitusi. Reformasi Protestan menghapuskan perdagangan budak di seluruh dunia.

Ethos Kerja Protestan

Buku Sosiolog Max Weber, The Protestant Ethic and the Spirit of Capitalism (1908), membuktikan kebenaran bahwa ekonomi pasar bebas merupakan produk dari Reformasi Protestan. Kapitalisme pasar bebas secara historis telah berkembang di negara-negara Protestan dimana prinsip-prinsip Kalvinis tentang kerja-keras, kejujuran, kehematan, kesederhanaan, ketepatan waktu dan doktrin etika kerja Kristen telah menciptakan syarat-syarat dan kondisi untuk inovasi-inovasi terbesar dan sukses-sukses dalam bidang ekonomi yang pernah dialami dalam sepanjang sejarah. Reformasi Protestan menghasilkan ledakan penyelidikan ilmiah, revolusi industri—dan melahirkan penemuan-penemuan ilmiah terbesar dalam sejarah.

Kita semua adalah ahli waris gerakan yang sangat hebat untuk iman dan kebebasan ini. Kalau Anda mengasihi kebebasan, Anda perlu memeriksa kembali sejarah dan prinsip-prinsip Reformasi Protestan.