DOKTER LUKAS BUDI ANDRIANTO MENUNTUT KEADILAN DAN KEPASTIAN HUKUM

0
674

 

 

Jakarta, Gramediapost.com

 

Tragedi ketidakadilan di dunia hukum kembali terjadi di Indonesia. Hukum masih sering dipermainkan dan disalahgunakan. Lemahnya penegakan hukum dan keadilan masih sering menjadi fenomena sehari-hari sehingga menjadi kegelisahan bagi para pencari keadilan, setidaknya sebagaimana diakami dan diungkapkan oleh Dokter Lukas Budi Andrianto kepada media, di Jakarta(Senin 25 /6/2018)

Dalam konferensi pers tersebut, Dokter Lukas Budi Andrianto mengeluhkan ketidakjelasan penanganan perkara yang menimpa dirinya, sekalipun perkara tersebut sudah dilaporkannya ke pihak kepolisian beberapa tahun yang lalu.

 

Dokter Lukas menceritakan kronologi kasusnya. Kasus yang dialaminya berawal dari adanya tawaran kerjasama pengelolaan penambangan pasir besi di Desa Adipala, Bunto, Cilacap Jawa Tengah. Kerjasama tersebut diajukan oleh Virga Raya Damanik selaku Direktur Utama PT. Putra Garuda Mas Raya, dan Doni Mansen Aritonang Direktur PT. Putra Garuda Mas Raya. Sedangkan Dokter Lukas saat itu merupakan pemegang kuasa dari Direksi PT Avetama.

 

Perjanjian kerjasama antara Dokter Lukas dengan Virga Raya Damanik dicatatkan dalam Akta No. 8 Notaris Maharani, pada 27 Juli 2011. Isi perjanjian tersebut diantaranya Dokter Lukas membayarkan royalti yang dibayar dimuka (royalty up front) sebesar 1,5 milyar rupiah. Dokter Lukas mengaku telah membayarkan uang tersebut secara bertahap 3 kali dengan tiap-tiap tahapan sebesar 500 juta rupiah.

 

Namun tidak disangka, perjanjian kerjasama tersebut tidak berjalan mulus. Dokter Lukas mendapati sejumlah fakta mencurigakan, yakni diantaranya dirinya pernah didatangi oleh pria mengaku dari pihak Kodam, yang mempertanyakan tentang dokumen kepemilikan lahan penambangan, yang ternyata menurut cerita Dokter Lukas, lahan tersebut milik Kodam Diponegoro sebagaimana dikatakan pria yang datang menemuinya. Belum lagi status Kuasa Penambangan (istilah sekarang Ijin Usaha Penambangan-IUP, demikian disampaikan Dokter Lukas) yang diakui milik rekan bisnisnya, ternyata hasil penelusuran Dokter Lukas tidak demikian.

Baca juga  Sisir Ruang Publik, Tim Ops Yustisi Gabungan Polsek Kep Seribu Selatan Jaring 8 Pelanggar ProKes

 

Dokter Lukas mengecek status kantor dan alamat rekan bisnisnya tersebut, dan kembali keganjilan dialaminya. Dokter Lukas mengaku kaget ketika ternyata status alamat KTP rekan bisnisnya tersebut tidak riil ada.

 

Dokter Lukas pun melaporkan berbagai keganjilan tersebut Polda Metro Jaya atas dugaan penipuan dan atau penggelapan sebagaimana dimaksud Pasal 378 dan/atau Pasal 372 KUHP. Laporan tersebut tercatat dengan nomer TBL/4028/XI/2013/PMJ/Ditreskrimum pada Unit I Subdit Renakta.

 

Penyidik PMJ menetapkan kedua orang terlapor VRD dan DMA sebagai tersangka sesuai penetapan Nomor R/8198/12/2017/DATRO tanggal 14 Desember 2017. Bahkan, penyidik menyatakan tersangka VRD sebagai buronan dan masuk dalam daftar pencarian orang (DPO) karena tidak kooperatif.

 

Menurut Kuasa Hukum Dokter Lukas, Hendrik Sinaga, SH, Kejati DKI Jakarta sudah memberikan nomor Surat Pemberitahuan Dimulainnya Penyidikan (SPDP) B/631/1/2016/DATRO/14 Januari 2016. Bahkan, tim jaksa peneliti sudah memberikan petunjuk (P-19) yang harus dilengkapi penyidik PMJ.

 

“Pelapor merasa bahwa perkara ini seperti tidak menemukan titik terang. Padahal, kasus ini sudah begitu lama, bahkan terlapor sudah menjadi tersangka, namun berkas ini tak kunjung selesai,” ujar Hendrik.

 

Hendrik yang juga didampingi rekannya Husen Pelu, SH, menjelaskan bahwa laporan kliennya tidak merupakan laporan perdata, tetapi pidana, dengan kerugian uang 1,5 milyar, belum lagi kerugian benda, seperti mesin dan lain sebagainya.

 

Hendrik mengemukakan keheranannya terhadap penanganan kasus kliennya tersebut, yang menurutnya, kasus tersebut sudah jelas memenuhi berbagai unsur dan ketentuan. “Terlapor tersebut yang sebenarnya sudah masuk DPO, sudah pernah ditangkap dan ditahan, namun ketika ditangkap pagi hari, sorenya dilepas” ungkap Hendrik lagi.

 

Kami berharap pihak kepolisian dan kejaksaan dapat memberikan sikap yang jelas, dan kami akan membawa kasus ini ke DPR, bahkan bila perlu hingga ke Presiden untuk meminta perhatian dan dukungan upaya mendapatkan keadilan dan kepastian hukum, mengingat kliennya sempat mengalamai stroke oleh karena kasus yang menimpa dirinya tersebut, tegas Advokat Hendrik.

Baca juga  Jelang Final Pilpres, Hasil Survei Indopolling Network: Jokowi-Kyai Ma'ruf Amin Menang 57,4% , Prabowo-Sandi Uno Terpental 32,5%