UTA 45 Pertanyakan Penilaian Akreditasi oleh Perkumpulan LAM-PTKes

0
677

 

 

 

Jakarta, Gramediapost.com

 

 

Ketua Yayasan Universitas 17 Agustus 1945 Jakarta, (UTA 45) Drs. Bambang Sulistomo, putra pahlawan bangsa Bung Tomo, didampingi Virgo Simamora Rektor UTA 45 beserta Jajaran mendatangi kantor DPP Perkumpulan Lembaga Akreditasi Mandiri Pendidikan Tinggi Kesehatan Indonesia (Perkumpulan LAM-PTKes) di bilangan Pondok Pinang Jakarta Selatan pada Rabu (28/03/2018) pagi.

 

 

Kedatangan Jajaran petinggi UTA 45 ini untuk meminta penjelasan dan klarifikasi, terkait hasil akreditasi yang dilakukan oleh Perkumpulan Lembaga Akreditasi Mandiri Pendidikan Tinggi Kesehatan Indonesia (Perkumpulan atau Ormas LAM-PTKes) yang dinilai sangat subjektif, tidak Profesional dan sarat dengan kepentingan kelompok.

 

 

“Kita kesini untuk minta penjelasan secara langsung, terkait akreditasi program studi Apoteker tentang penilaian hasil Akreditasi, sebab Perguruan Tinggi ini kan hidupnya sangat bergantung juga terhadap Akreditasi yang seharusnya di lakukan oleh Pemerintah namun untuk program study Ilmu kesehatan di kuasakan kepada sebuah lembaga Perkumpulan atau Ormas swasta, tadi kita sudah bertemu dengan orang yang dianggap bertanggung jawab,  Kepala Divisi Farmasi,  Ibu Diana dan Prof Sutrisno Wakil Ketua Perkumpulan LAM-PTKes, kita sudah memberikan penjelasan terkait keberatan kami,  mereka sudah mengerti keberatan-keberatan kita,” Ujar Bambang menjawab pertanyaan media seusai bertemu dengan pengurus Perkumpulan LAM-PTKes.

 

 

Konflik ini bermula ketika Universitas 17 Agustus 1945 Jakarta kedatangan Team assesor untuk melakukan Akreditasi terhadap program studi Apoteker yang berada di bawah Fakultas Farmasi.

 

 

“Kemarin kita ada ganjalan terkait kedatangan Team assesor dari Perkumpulan LAMPTKes di kampus UTA 45 dalam rangka Akreditasi program studi Apoteker, karena yang di Akreditasi itu adalah PSPA (Pendidikan Apoteker) yang bagi kami sangat penting bagi kehidupan manusia,  seperti halnya Profesi Dokter. Jika pendidikan kami dinilai tidak bermutu,  maka lulusannya juga tidak bermutu, dan kami di Akreditasi oleh Assesor yang sangat tidak objektif dan sangat terlihat membawa kepentingan kelompoknya, karena kami merasa Dokumen-dokumen serta sarana dan prasarana yang dinilai cukup lengkap dan baik, namun diberi penilaian buruk oleh para Assesor,” Ujar Rektor UTA 45 yang ditimpali oleh Stefanus selaku kepala bidang study Apoteker Farmasi UTA 45 Jakarta.

Baca juga  VISINEMA PICTURES MERILIS TEASER FILM PULAU PLASTIK

 

 

Menurutnya, Hal ini tentu sangat berdampak dan memiliki pengaruh yang besar terhadap para Lulusan Apoteker UTA 45 dimana nantinya mereka akan sulit masuk dan bekerja di Pemerintahan atau lembaga BUMN. Padahal menurutnya banyak mahasiswa UTA 45 yang mendapat beasiswa dari Pemerintah, tentu hal ini akan menjadi Ironi jika penilaian Akreditasi kampus menurun, disatu sisi institusi pendidikan ini sangat memperhatikan kebutuhan dan perkembangan keilmuan pada bidang kefarmasian.

 

 

“Kami ingin mengklarifikasi terkait penilaian Akreditasi, karena kami sudah siap dengan semua dokumen yang dibutuhkan, namun assesor yang dikirim tidak objektif. Dan kami berterima kasih karena para pimpinan Lembaga Perkumpulan LAMPTKes Menerima semua keluhan kami terkait sikap-sikap assesor yang kurang bersahabat dan sebagainya,  dan mereka akan memperbaiki penilaian dan kami diminta untuk mengajukan banding untuk perbaikan penilaian secara resmi Dan kami akan banding sesuai permintaan dari Mereka,” Ujar Stefanus.

 

 

Gamblang,  terbuka,  terus terang atau dalam bahasa jaman now ini, “Transparan” sudah diungkapkan oleh jajaran Perguruan UTA 45. Yaa,  masa kini adalah zaman keterbukaan, dimana semua hal harusnya diungkap secara transparan kepada publik. Seperti halnya kampus Nasionalis UTA 45 yang mau membuka diri terkait dengan semua persoalan yang mereka hadapi,  meskipun disatu sisi merugikan pihaknya.

 

 

Namun keterbukaan serupa tidak terlihat dari tubuh institusi Perkumpulan Lembaga Akreditasi Mandiri Pendidikan Tinggi Kesehatan Indonesia (Perkumpulan LAM-PTKes) dimana selaku lembaga yang berkaitan dengan kepentingan publik, *Perkumpulan LAM-PTKes ini justru terkesan takut dan enggan bicara terbuka kepada awak media yang sejak pagi sudah berkumpul di kantornya.*

 

 

*Ketakutan menghadapi awak media yang ditunjukkan oleh Ketua Umum Perkumpulan LAM-PTKes Prof dr Usman Chatib Warsa.  Seolah menyiratkan aroma busuk yang sedang mereka tutupi.*

Baca juga  Istana Perintahkan Tangani Bom Medan Secara Cepat dan Jaga Rasa Aman Warga

 

 

Melalui Prof Elly, dan Staff sekretaris Ketua umum Perkumpulan LAM-PTKes menyatakan penolakannya secara halus untuk diwawancarai oleh media.  Kendati yang bersangkutan sebenarnya ada ditempat.

 

 

“Intinya bapak-bapak dan Ibu-ibu wartawan ini harus mengajukan permohonan wawancara terlebih dahulu untuk bertemu dengan pimpinan,  nanti kita jadwalkan tapi tolong dilampirkan list pertanyaannya apa saja yang ingin dibahas, jadi saya ralat bukannya pimpinan Disini tidak mau bertemu,  tapi harus mengajukan permohonan dalam bentuk surat tertulis terlebih dahulu, nanti kita proses dan dijadwalkan,  meskipun saat ini bapak memang ada ditempat. Karena prosedurnya Disini seperti itu, ” Ungkapnya.

 

 

Pernyataan dari Staff dan sekretaris Perkumpulan LAM-PTKes ini menjadi indikasi besar jika Organisasi ini tidak berani terbuka berhadapan dengan publik dan media.  Bahkan permintaan list pertanyaan dalam sesi wawancara pun menjadi sangat janggal di Era keterbukaan ini. Karena dengan begitu organisasi ini bisa saja menolak melakukan wawancara dengan media jika melihat list pertanyaan yang meminta mereka untuk melakukan keterbukaan terkait proses Akreditasi yang dilakukan oleh lembaganya tersebut.

 

 

Perkumpulan LAM-PTKes adalah sebuah organisasi masyarakat atau Ormas yang sudah terdaftar di Kemenkumham. Kendati begitu, sejatinya tetap saja organisasi masyarakat (Ormas) ini bukan lembaga pemerintah yang Memiliki kewenangan mutlak melakukan Akreditasi kepada lembaga perguruan tinggi apalagi sampai memungut sejumlah uang kepada Umum dengan mengatas namakan kewenangan negara Dan menyalahi Undang-undang Dasar 1945 yang menyebutkan Hajat-Hidup orang banyak (Rakyat) dikuasai oleh Negara.

 

 

“Beda cerita jika akreditasi itu dilakukan oleh Kemenristek Dikti atau Kemendikbud yang merupakan lembaga Negara Yang memiliki standarisasi Mutu pendidikan Nasional.  Namun jika Akreditasi dilakukan oleh ORMAS seperti halnya Perkumpulan Lembaga Akreditasi Mandiri Pendidikan Tinggi Kesehatan Indonesia (Perkumpulan lam-ptkes), maka standardisasi apa yang dibuat untuk peningkatan mutu pendidikan Nasional?. Perkumpulan LAM-PTKes terlihat menutupi proses Akreditasi yang dilakukan demi kepentingan kelompok dan golongan ORMAS terkait. Seperti bagaimana standarisasinya, prosedurnya,  metodologi / cara, jangka waktunya dan lain sebagainya,” hal tersebut diungkapkan Rudyono Darsono Selaku Ketua Dewan Pembina Yayasan UTA 45 saat ditemui secara terpisah diruang kerjanya.

Baca juga  Peluncuran Solubis, Platform Konsultasi dan Marketplace Bahan Baku Pertama di Indonesia, Optimis Membantu Percepatan Pemerataan Ekonomi

 

 

Dari beberapa informasi yang dihimpun dari beberapa perguruan tinggi lainnya, Ormas ini juga memungut iuran yang tidak lazim dalam setiap proses Akreditasi. Sedangkan Akreditasi yang dilakukan oleh lembaga Negara (Pemerintah) atau yang lazim disebut BAN PT, tidak pernah memungut bayaran alias Gratis.

 

 

Perkumpulan ( Ormas ) Lembaga Akreditasi Mandiri Pendidikan Tinggi Kesehatan Indonesia ini memungut uang Akreditasi lebih kurang sebesar Rp 87.500.000 (Delapan Puluh Tujuh Juta Lima Ratus Ribu) kepada setiap institusi pendidikan kesehatan ( tergantung bentuk institusi pendidikannya ), yang akan melakukan Akreditasi. Jika Dikumpulkan atau dikalikan dengan jumlah Ribuan lembaga pendidikan tinggi kesehatan yang saat ini ada di Indonesia, berapa triliun rupiah incomenya, kemudian lari kemana uangnya,  dimanfaatkan untuk kepentingan siapa,?

 

 

Yang lebih tragis menurut mereka ini terjadi pada Lembaga Pendidikan tinggi, yang mempunyai kewajiban menyiapkan para kader bangsa kedepan.

Disamping itu, dapat dipastikan Uang/dana tersebut tidak masuk ke Pendapatan Negara Bukan Pajak.  Namun masuk ke kantong Oknum – Oknum ORMAS itu sendiri.

 

 

Dalam kasus ini beberapa pakar hukum, berpendapat Paling kurang ada 4 UU, termasuk UU Anti Monopoli dan Tindak Pidana Korupsi yang Berpotensi di langgar dengan Beroperasinya LAMPTKes Ini, sebagai sebuah Badan Hukum Swasta berbentuk Perkumpulan,”

Yang sangat disesalkan lahir di Lingkungan dunia Pendidikan tinggi, yang penuh dengan orang2 Pintar dan seharusnya sangat menjaga Harkat dan Martabatnya.