Pdt. Weinata Sairin: “Kata Paulus : Aku mau berdoa kepada Allah supaya segera atau lama-kelamaan bukan hanya engkau saja, tetapi semua orang lain yang hadir disini dan yang mendengarkan perkataanku menjadi sama seperti aku, kecuali belenggu-belenggu ini” (Kisah Para Rasul 26:29)

0
554

Menjadi seorang pemberita Injil memang tidak mudah dan sederhana. Ada banyak hal yang sangat penting diperlukan oleh setiap orang yang ingin mengambil bagian dalam kegiatan itu. Kegiatan itu bukan sebuah aktivitas atau _program_ biasa. Kegiatan itu adalah sebuah aktivitas keagamaan Kristen yang tujuannya amat mulia yaitu menyampaikan kabar kesukaan tentang Yesus Kristus kepada orang lain dan yang pada bagian akhirnya adalah orang itu mengambil keputusan pribadi untuk percaya dan beriman kepada Yesus Kristus.

Pekabaran Injil adalah aktivitas yang sejak zaman baheula dilakukan oleh para pekabar Injil (Katolik : misionaris, Kristen : Zendeling). Mereka datang dari Belanda, Jerman, Portugis dalam semangat *misioner* yang tinggi menjelajahi berbagai pulau di Indonesia dan dengan penuh ketekunan memberitakan Injil di wilayah-wilayah itu dengan sabar dan tekun. Dari gerakan misioner mereka, lahirlah Gereja-gereja : HKBP, GMIM, GPM, GKP, GKJ dsb.

Saudara-saudara kita yang telah lebih dulu menerima kabar kesukaan itu mengalami pencerdasan spiritual yang luar biasa sehingga mereka merasa terpanggil dan terbeban untuk memberitakan kabar sukacita itu ke negeri-negeri lain yang relatif jaraknya jauh dari tempat mereka. Mereka tidak ingin memonopoli dan mengurung kabar kesukaan itu untuk hanya mereka nikmati sendiri tetapi justru dengan sukacita mereka mau membagikannya kepada orang lain bahkan di benua lain. Mereka dengan komitmen tinggi, intelektualitas yang terbatas di zaman itu, spirit misioner yang kukuh mendatangi orang orang yang masih hidup dalam “dunia lain”, percaya kepada batu dan pohon besar, menghamba kepada kuasa demonis; membawa mereka ke jalan baru, dalam persekutuan baru didalam terang Kristus.

Dengan memahami realitas seperti itu maka tugas mengabarkan Injil adalah tugas yang cukup sulit yang mesti dilakukan dengan tekun, sabar, cermat, cerdas selain tekad dan komitmen yang sangat kuat. Para pekabar Injil/Zendeling/Misionaris dipersiapkan dengan sangat matang sebelum melaksanakan tugas mereka. Biasanya di Zending House atau Mission House mereka dibekali beberapa “ilmu dasar” antara lain bahasa, budaya, selain hal-hal diseputar teologi, komunikasi, organisasi sehingga dapat membantu melengkapi mereka dalam menjalankan tugas besar itu.

Baca juga  We Must Never be Too Busy to Take Time to Sharpen the Saw (Stephen R. Covey)

Narasi yang kita baca dalam Kisah Para Rasul 26 : 24-32 menggambarkan kepada kita bagaimana pola dan metode Paulus dalam meyakinkan seorang Agripa dkk tentang kebenaran berita Injil. Ia menjelaskan bagaimana peristiwa pertobatannya dalam Kis. 26:12-23. Ia ceritakan itu sebagai fakta historis dalam sejarah kehidupannya yang kemudian *mengubah* hidupnya secara menyeluruh. Ia tidak mendramatisasi pengalaman spiritualnya tatkala ia melihat cahaya ditengah hari bolong yang sinarnya melebihi cahaya matahari. Cahaya itu meliputi dirinya dan kawan-kawannya sehingga mereka rebah ke tanah. Ia ceritakan adanya suara yang mempertanyakan mengapa engkau menganiaya aku ? Dan ternyata suara itu adalah suara Yesus ( Kis 26 : 14,15)

Ia ceritakan itu dengan runtut untuk menjelaskan kepada Agripa dkk bahwa sikap teologisnya tentang Yesus berakar pada perjumpaannya secara pribadi dengan Yesus ; bukan berbasis pada “kata orang” atau karena transfer pengetahuan dari pihak lain. Hal ini penting agar penjelasannya kepada Agripa dkk itu memiliki bobot yang khusus.

Dalam konteks memberitakan Injil itu yang menarik adalah ada dialog dan respons antara Festus dan Paulus. Cerita spiritual tak mampu ditangkap dengan baik oleh orang sejenis Festus sehingga ia menyatakan Paulus itu “gila”. Kata-kata yang bisa dikategorikan “ujaran kebencian” itu keluar dari mulut Festus karena ia kehabisan kata-kata elegan untuk bicara dengan Paulus. Namun Paulus tetap tenang tidak terpancing bahkan ia menjelaskan bahwa “ia menyatakan kebenaran dengan pikiran yang sehat” (Kis. 26 : 24,25)

Paulus juga piawai meyakinkan Agripa; Paulus bertanya kepada Agripa apakah ia percaya kepada nabi-nabi. Tanpa menunggu jawab Agripa Paulus mengeluarkan “jurus insinuatif” dengang menyatakan “Aku tahu bahwa Engkau percaya kepada mereka”. Dalam ayat yang dikutip dibagian awal bagian ini Paulus mendoakan agar segera atau lama-kelamaan, engkau dan semua yang hadir disini dan mendengar perkataanku menjadi sama dengan aku. Ia tidak memiliki ‘target waktu’ dalam konteks pekabaran Injil bagi Agripa dkk, ia tidak hanya terfokus kepada Agripa dan Festus saja tetapi *semua orang lain yang hadir* yang mendengar perkataanku kecuali belenggu-belenggu ini!

Baca juga  Kesejahteraan dari Allah

Mewartakan Injil dalam sebuah NKRI yang majemuk memang sulit dan bahkan acap mengalami hambatan, tantangan, ancaman dan gangguan. Model dan gaya yang dilakukan Paulus termasuk dalam memilih dan menggunakan bahasa, sikap tenang, self confident, kesabaran dan cerdas melihat perkembangan, bisa memberikan banyak inspirasi dan edukasi. Mari terus tanpa jemu mewartakan Injil *dunamos Allah* minimal melalui sikap, kata, dan perbuatan kita.

Selamat Hari Minggu. God bless.

Weinata Sairin.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here