Membangun Persaudaraan Yang Utuh

0
618

Oleh: Pdt. Pinehas Djendjengi

Lukas 9:49-50
(49) Yohanes berkata: “Guru, kami lihat seorang mengusir setan demi nama-Mu, lalu kami cegah orang itu, karena ia bukan pengikut kita.” (50) Yesus berkata kepadanya: “Jangan kamu cegah, sebab barangsiapa tidak melawan kamu, ia ada di pihak kamu.”

Kerajaan Allah, semua orang Kristen tahun akan hal ini. Tak seorang Kristen pun menolaknya, semua ingin hidup dan menjadi bagian di dalamnya. Orang yang menolak Kerajaan Allah sudah pasti adalah ‘antek-antek’ dari kelompok anti Kristus.
Memang, orang Kristen tidak menolak Kerajaan Allah, tapi, awas, ada banyak sekali orang Kristen mengerdilkan nilainya. Mereka membuat “Kerajaan Allah” menjadi “kerajaan kami”. Kerajaan Allah yang bersifat luas dan tanpa batas, dibuat menjadi sempit dan penuh sekat.

Gejala pengerdilan Kerajaan Allah sudah mulai tampak di saat ketika Yesus mau terangkat ke surga. Murid-murid-Nya mendekat dan berkata, “Tuhan, maukah Engkau pada masa ini memulihkan kerajaan bagi Israel?” (Kisah Para Rasul 1:6). Mereka mau Kerajaan Allah menjadi sebuah kerajaan di Israel.
Padahal, dalam seluruh pelayanan-Nya, Yesus giat merubuhkan tembok-tembok pemisah (Efesus 2:14) dan membangun nilai-nilai Kerajaan Allah supaya umat manusia dipersatukan. Tapi anehnya gereja, yang seharusnya meneruskan aktifitas Yesus ini, justru kembali membangun tembok-tembok pemisah itu.

Sekarang ini tembok pemisah itu disebut denominasi. Banyaknya denominasi gereja seharusnya makin memperluas makna Kerajaan Allah. Tapi apa yang terjadi? Denominasi itu malah mengerdilkan nilai Kerajaan Allah. Banyak warga gereja tidak menyadari ini. Tapi dalam kenyataan dan prakteknya, denominasi telah menjadi tembok pemisah umat Kristen!

Ambil contoh, karena pindah tugas keluar daerah, Antonius harus berpindah domisili. Di tempat baru dia mendaftar di sebuah gereja. Betapa kecewanya dia, karena ia diharuskan untuk dibaptis ulang. “Lho, saya sudah dibaptis di gereja saya. Dibaptis dengan nama Bapa, Anak dan Roh Kudus,” kata Antonius. Tapi pihak gereja menjawab, “Anda harus dibaptis menurut cara gereja kami.” Astaga, nama Bapa, Anak dan Roh Kudus, bukan ukuran. Yang menjadi ukuran adalah “cara gereja” kami. Ini adalah bukti bahwa Kerajaan Allah telah dikerdilkan menjadi “kerajaan kami”.

Baca juga  Pernyataan Pers "Gerakan Damai Nusantara"

Contoh lain dapat kita lihat dari nama gereja. Nama yang umum adalah “Gereja Kristen …” diikuti lokasi di mana gereja itu ada. Atau diikuti nama tempat atau nama orangdalam Alkitab. Ini tidak ada masalah. Yang menjadi masalah adalah kalau nama gereja diikuti dengan penekanan tertentu misalnya, “Gereja A Sejati” atau Gereja B Injil Penuh”. Artinya, gereja yang dianggap tidak sejati atau tidak sepenuhnya hidup oleh Injil. Yang sejati dan Injilnya penuh adalah gereja kami. Ini pun pengerdilan nilai Kerajaan Allah menjadi “kerajaan kami”.

Kerajaan Allah adalah kerajaan yang dipimpin oleh Allah khalik langit dan bumi. Dia bukan “Allah denominasi”. Setiap orang yang percaya kepada Allah Khalik langit dan bumi harus mencerminkan persaudaraan yang luas. Itulah sebabnya Yesus berdoa, “Supaya mereka semua menjadi satu …” (Yohanes 17:21).
Gereja tidak dapat mengklaim bahwa Allah yang kita kenal lewat Yesus Kristus dan Roh Kudus adalah Allahnya sendiri. Seakan-akan di tempat lain Allah tidak ada atau tidak bertindak. Demikian juga kita tidak dapat mengklaim bahwa kuasa Allah hanya berlaku di gereja kami, di tempat lain tidak boleh dan tidak perlu. Kalau mau melihat perbuatan Allah, marilah ke gereja kami. Keliru.
Lukas 9:49 menceritakan bahwa Yohanes datang kepada Yesus dan berkata: “Guru, kami lihat seorang mengusir setan demi nama-Mu, lalu kami cegah orang itu, karena ia bukan pengikut kita.” Yohanes merasa bahwa di luar kelompok mereka, orang tidak pantas bertindak dalam kuasa Allah. Tapi apa jawab Yesus? “Jangan kamu cegah, sebab barangsiapa tidak melawan kamu, ia ada di pihak kamu.” O indahnya kata-kata Yesus ini. Semua yang percaya kepada Allah dan hidup dari kuasa-Nya tidak akan saling berlawanan. Mereka pasti akan hidup bersatu sebagai saudara.
Lalu, kalau ada gereja yang saling berseteru dan melecehkan, sesungguhnya mereka hidup dalam kuasa siapa?

Baca juga  Leo Nababan,"NKRI Berdasarkan Pancasila Sudah Harga Mati. Tanpa Pancasila NKRI akan Rapuh dan Bubar'.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here