Pdt. Weinata Sairin: “Leadership is an action, not a position” (Donald H.McGannon)

0
558

Topik diseputar *pemimpin* dan atau *kepemimpinan* selalu hangat untuk menjadi bahan percakapan dan diskusi. Pemimpin, dari aspek kualitas SDMnya, penyiapan, rekrutmen, karakter, rekam jejak dan kompetensinya acap menjadi bahan diskusi yang panjang dan interesan. Pemimpin dalam bidang apapun selalu memiliki pengaruh yang amat kuat, paling tidak pada lingkup komunitasnya. Pemimpin agama, pemimpin politik, pemimpin militer, pemimpin apapun memiliki kharisma selain pengaruh yang amat kuat dalam masyarakat. Apabila satu dan dua orang pemimpin berkharisma bertemu selalu diliput pers karena diasumsikan kedua pemimpin itu akan memberikan pemikiran kritis untuk menyoroti berbagai perkembangan aktual yang terjadi dalam kehidupan masyarakat.

 

Pemimpin selalu menjadi referensi, menjadi acuan baik perkataannya maupun perbuatannya. Bahkan lebih jauh dari itu buku yang dibaca sang pemimpin, baju, sepatu, jaket yang dipakai pemimpin ternyata juga menjadi perhatian masyarakat dan mereka kemudian juga mencari buku atau benda-benda lain yang digunakan sang pemimpin. Itulah sebabnya ucapan, kata-kata, istilah yang digunakan oleh pemimpin, terutama dalam ruang publik tidak boleh salah dan atau tidak boleh menimbulkan kesalahan tafsir bagi masyarakat umum.

 

Pengalaman kita menunjukkan dengan jelas betapa pentingnya pemimpin berkomunikasi dengan bahasa yang tepat, benar, jelas, elegan dan tidak menimbulkan multitafsir. Masyarakat majemuk Indonesia adalah masyarakat yang beragama. Agama-agama di Indonesia memiliki bahasa agama atau istilah agama yang mengacu dan berbasis kepada ajaran agama masing-masing. Ada baiknya dalam pidato/ceramah di ruang publik kita dan para pemimpin tidak menggunakan istilah agama, baik agamanya sendiri maupun agama lainnya agar tidak menimbulkan kesalahan persepsi. Pidato/ceramah di ruang publik yang audiensnya amat majemuk sebaiknya menggunakan istilah yang ada dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI).

Baca juga  WE CAN DRAW LESSONS FROM THE PAST BUT WE CANNOT LIVE IN IT (Lyndon Jhonson)

 

Kepemimpinan itu kuat dan berhasil karena faktor kepribadian dan kepiawaian pemimpin. Kemampuan melobi, melakukan pendekatan, kemampuan meyakinkan dan mempengaruhi orang lain amat penting dalam kepemimpinan. Kepemimpinan itu sendiri adalah aktivitas untuk mempengaruhi perilaku orang lain agar ia mau diarahkan untuk menuju suatu tujuan tertentu.

 

Dalam kepemimpinan hal yang amat penting adalah soal _trust_, kepercayaan. Jika dalam sebuah kepemimpinan, yang terdiri dari beberapa orang, tidak terdapat _trust_ tidak ada _keterbukaan_ dan tidak memiliki _kemampuan bersinergi_ , tidak memiliki _kesatuan bahasa dan tindak_ untuk mencapai tujuan bersama, maka kepemimpinan itu rapuh dan _fragile_.

 

Banyak sekali orang yang berhasrat menjadi pemimpin di banyak bidang dan pada berbagai level. Hasrat untuk menjadi pemimpin itu kita yakini adalah juga untuk *melayani* orang banyak. Pemimpin Yang Melayani kita harap tidak sekadar jargon atau teori dalam buku-buku manajemen. Hal itu harus mewujud dalam dunia nyata. Era Pemimpin Yang Dilayani sudah lewat dan tidak lagi relevan dengan dunia modern. Para pemimpin dalam bidang dan level apapun harus mengubah paradigma dari Pemimpin Yang Dilayani ke Pemimpin Yang Melayani. Mengubah dari awalan *di* menjadi awalan *me* harus jadi tekad dan citra baru para pemimpin di zaman modern. Pepatah kita mengingatkan bahwa kepemimpinan adalah *action* dan bukan *position*. Kepemimpinan adalah kerja, kerja dan kerja dan bukan duduk manis.

 

Selamat berjuang. God bless.

 

Weinata Sairin.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here