Hati Yang Bersyukur Selalu Memberi

0
515

Oleh: Pdt. Pinehas Jendjengi

 

HATI YANG BERSYUKUR SELALU MEMBERI

 

Mazmur 50:7-15

(7) “Dengarlah, hai umat-Ku, Aku hendak berfirman, hai Israel, Aku hendak bersaksi terhadap kamu: Akulah Allah, Allahmu! (8) Bukan karena korban sembelihanmu Aku menghukum engkau; bukankah korban bakaranmu tetap ada di hadapan-Ku? (9) Tidak usah Aku mengambil lembu dari rumahmu atau kambing jantan dari kandangmu, (10) sebab punya-Kulah segala binatang hutan, dan beribu-ribu hewan di gunung. (11) Aku kenal segala burung di udara, dan apa yang bergerak di padang adalah dalam kuasa-Ku. (12) Jika Aku lapar, tidak usah Kukatakan kepadamu, sebab punya-Kulah dunia dan segala isinya. (13) Daging lembu jantankah Aku makan, atau darah kambing jantankah Aku minum? (14) Persembahkanlah syukur sebagai korban kepada Allah dan bayarlah nazarmu kepada Yang Mahatinggi! (15) Berserulah kepada-Ku pada waktu kesesakan, Aku akan meluputkan engkau, dan engkau akan memuliakan Aku.”

 

Bacaan ini berbicara mengenai kewajiban kita untuk memberi persembahan. Persembahan yang kita berikan bukanlah ‘tabungan’, yang kemudian kita harapkan semakin bertambah karena ada ‘bunganya’. Kalau begini anggapan kita maka kita menyamakan Allah dengan bank. Berarti kita bukan menyembah Allah melainkan menyembah bank. Persembahan juga bukan piutang kepada Tuhan, di mana kita mengharapkan Tuhan mengembalikannya nanti kepada kita (dalam jumlah yang lebih besar lagi?). Kalau begini sikap kita, maka kita tidak bedanya dengan rentenir. Berarti kita bukan menyembah Allah melainkan menyembah pembayar hutang.

Persembahan adalah tanda syukur kita kepada Tuhan. Kita mewujudkan rasa syukur itu dengan membawa persembahan. Dalam Ulangan 16:16-17 dikatakan: Janganlah menghadap hadirat TUHAN dengan tangan hampa, tetapi masing-masing dengan sekedar persembahan, sesuai dengan berkat yang diberikan kepadamu oleh TUHAN, Allahmu. Persembahan adalah hak Tuhan, dan kita wajib memberikannya. Kita memberikannya menurut apa yang ada pada kita dan berdasarkan apa yang kita mampu. Kita memberi tidak asal memberi. Kita mempersiapkannya dan kalau perlu kita menghitung berapa sesungguhnya yang mampu kita berikan kepada Tuhan dari apa yang kita miliki. Standar yang diberikan Tuhan adalah persepuluhan. Berapapun jumlahnya, yang dilihat oleh Tuhan adalah kerelaan kita untuk memberi dari apa yang kita mampu.

Baca juga  Kuatkan dan Teguhkan Hatimu

Bagaimana sikap kita dalam memberi persembahan? Mari kita lihat ayat-ayat dalam bacaan kita kali ini (Mazmur 50:7-14).

Ayat 7. Setiap kali kita hendak memberi persembahan, kita harus ingat kepada siapa kita membawa persembahan itu! Allah berfirman: “Akulah Allah, Allahmu!” Kita membawanya kepada Allah, bukan kepada bankir, bukan pula kepada rekanan rentenir. Dia Allah yang memiliki hidup kita, dan yang memberkati kita.

Ayat 8. Dia Allah yang bisa murka dan menghukum kita. Tetapi ingat, Dia tidak menilai lalu menghakimi kita berdasarkan persembahan kita. Dia bukan Allah yang gampang diiming-imingi dan dirayu dengan persembahan kita. Jangan kita berpikir bahwa Tuhan akan membeda-bedakan kita berdasarkan besar-kecilnya persembahan kita.

Ayat 9-13. Allah tidak bergantung pada persembahan-persembahan kita. Dia mahakaya! Dunia dan segala isinya adalah kepunyaan-Nya. Sesungguhnya bukan kita yang memberi kepada Allah, tapi Dialah yang telah memberikan kepada kita apa yang kita miliki.

Ayat 14. Meskipun Allah tidak bergantung kepada persembahan-persembahan kita, namun Dia memerintahkan kita untuk membawa persembahan. Allah menghendaki kita membawa persembahan, karena Dia ingin menguji hati kita, apakah kita ikhlas dan rela untuk memberi. Kalau kita tidak rela, berarti hati kita telah terikat kepada harta yang telah diberikan-Nya. Tuhan tahu bahwa hati manusia mudah terikat kepada kekayaan dan harta. Tuhan tahu nahwa banyak manusia menyembah Mamon (mengilahkan atau mendewakan harta dan uang) sehingga ia tidak bebas lagi. Dengan memerintahkan kita selalu membawa persembahan, Tuhan sebenarnya mau mendidik kita untuk keluar dari ikatan harta. Hati kita seharusnya terpaut kepada-Nya dan bukan kepada apa pun yang diberikan-Nya kepada kita (bandingkan dengan ujian Tuhan kepada Abraham untuk mengorbankan Ishak, Kejadian 22:1-14).

Baca juga  Singkatnya Kehidupan

Yang terpenting dari persembahan itu, bukanlah persembahan itu sendiri, melainkan hati kita. Karena itu, dalam 2 Korintus 9:7 Paulus berkata, “Hendaklah masing-masing memberikan menurut kerelaan hatinya, jangan dengan sedih hati atau karena paksaan, sebab Allah mengasihi orang yang memberi dengan sukacita.” Perasaan sukacita selalu ada dan meliputi orang yang hatinya selalu bersyukur. Ia bersyukur terutama karena Allah, melalui Yesus Kristus, telah menyelamatkan dirinya. Lalu dengan rindu ia datang menghadap Allah. Tapi ia datang tidak dengan tangan hampa, melainkan dengan membawa persembahan sebagai tanda kasihnya kepada Tuhan. Ia membawanya dengan hati penuh doa: semoga persembahan ini dikenan Tuhan untuk dipakai demi semakin luasnya penyebaran kasih Tuhan di dunia ini. Kasih yang penuh keselamatan itu harus terus diberitakan kepada manusia.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here