NULLA DISCORDIA MAJOR QUAM QUAE A RELIGIONE FIT. TIDAK ADA PERTIKAIAN YANG LEBIH BESAR MELEBIHI PERTIKAIAN YANG DIPICU OLEH AGAMA

0
519

Oleh: Pdt. Weinata Sairin

 

Salah satu keunikan dan kekayaan bangsa kita adalah bahwa bangsa kita adalah bangsa yang beragama. Negara kita adalah “Negara Beragama” tetapi bukan “Negara Agama”. Negara Beragama adalah sebuah negara yang penduduk dan warga negaranya memeluk salah satu agama. Sistem pemerintahan sebuah negara beragama tidak berdasar dan mengacu kepada salah satu agama. Negara Agama adalah negara teokrasi, yaitu sebuah negara yang sistem pemerintahannya mengacu kepada ketentuan yang diatur oleh suatu agama. Negara Republik Indonesia adalah Negara yang berdasarkan Pancasila dan Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 yang sangat respek dan memberi ruang bagi agama-agama.

 

Di Indonesia ada banyak sekali agama. Namun hingga kini yang sudah bisa dilayani oleh Pemerintah ada enam agama yaitu Islam, Kristen Protestan, Kristen Katolik,Hindu, Buddha dan Khonghucu. Keenam agama ini telah mampu melaksanakan program kegiatannya melalui manajemen dan organisasi yang modern dan dilakukan oleh para tokoh agama yang memiliki kualifikasi akademis yang memadai. Lembaga Keagamaan yang secara khusus memberikan fasilitasi bagi enam agama itu adalah Majelis Ulama Indonesia(MUI/Islam), Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI/Kristen Protestan), Konferensi Waligereja Indonesia(KWI/Kristen Katolik), Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI/Hindu), Perwakilan Umat Buddha Indonesia(WALUBI/Buddha), dan Majelis Tinggi Agama Khonghucu Indonesia (MATAKIN/Khonghucu).

 

Dalam sejarah perjalanan bangsa ini memang ada dicatat keinginan sebagian warga bangsa untuk menjadikan suatu agama sebagai dasar bagi kehidupan kita membangsa dan menegara. Namun dengan jiwa besar dan menyadari kemajemukan bangsa, the founding fathers negeri ini telah menyepakati bahwa Negara RI berdasarkan Pancasila dan tidak berdasarkan suatu agama. Pertemuan bertanggal 18 Agustus 1945 itu memiliki makna historis yang amat penting bagi sebuah Indonesia yang majemuk dalam menapaki masa depan.

Baca juga  Pdt. Weinata Sairin: "Fluctus in simpulo. Ombak di sendok kecil".

 

Pemerintah sudah sejak awal memahami dan menyadari benar bahwa agama memiliki energi strategis untuk memperkuat spiritualitas bangsa. Agama-agama mesti diberi ruang yang cukup untuk mrngekspresikan dirinya dalam sebuah NKRI yang majemuk sehingga peran agama signifikan dan roh agama-agama memperkuat keberadaan Indonesia. Dalam konteks pelayanan kepada agama-agama itulah maka dibentuk Departemen Agama tanggal 3 Januari 1946 sehingga pelayanan dan faslitasi terhadap agama-agama lebih terwujud dengan baik.

 

Di negeri ini dengan kemajemukan agama yang ada, sebuah konflik yang murni berdasarkan agama belum pernah terjadi. Konflik yang terjadi berdasarkan pengalaman biasanya lebih bertolak dari aspek ekonomi, politik, rasa ketidakadilan, kecemburuan sosial yang kemudian diberi bumbu dan label agama sehingga daya ledaknya lebih kuat dan penetrasinya lebih mendalam.

 

Pepatah yang dikutip dibagian awal tulisan ini menyadarkan kita sebagai umat beragama untuk selalu waspada agar konflik yang terjadi disuatu wilayah yang disebabkan masalah ekonomi, hukum atau politik diberi baju agama sehingga terjadi keterpecahan dalam kehidupan kita sebagai bangsa. Seperti yang selalu digaungkan oleh banyak orang termasuk seorang Hans Kung, perdamaian diantara agama-agama harus selalu menjadi agenda utama dalam kehidupan kita pribadi, komunitas bahkan dalam hidup membangsa dan menegara.

 

Selamat Berjuang. God Bless.

 

 

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here