“NYANYIKANLAH NYANYIAN BARU BAGI TUHAN, MENYANYILAH BAGI TUHAN HAI SEGENAP BUMI ! ALLAH ITU BAGI KITA TEMPAT PERLINDUNGAN DAN KEKUATAN, SEBAGAI PENOLONG DALAM KESESAKAN SANGAT TERBUKTI.(Maz. 96 :1; 46 :2)

0
566

Oleh: Pdt.Weinata Sairin

Manusia hidup dalam ruang sejarah, ia berkarya dipentas zaman. Dari waktu ke waktu dari zaman ke zaman manusia menorehkan sejarah dan dari rahim waktu lahirlah peradaban. Peralihan waktu acap kali menghadirkan kondisi psikologis tertentu dalam kedirian manusia. Ada segumpal tanya mengendap di dada : akankah waktu yang baru akan menghadirkan suasana indah, damai sejahtera berbalut cinta kasih. Ataukah sebuah realitas yang didalamnya konflik makin menajam menghunjam dalam menusuk sendi-sendi kehidupan?

Ada rasa galau, gundah, skeptis menyatu dalam diri dalam memasuki tahun yang baru. Namun kata *baru* juga selalu memiliki daya magnet yang kuat dalam kedirian manusia. Baru, secara terminologis memiliki daya atraktif, menarik, mempesona, melahirkan hasrat, membuka perspektif, menjanjikan pengharapan masa depan.

Konsumen memburu yang baru. Produsen mengubah kemasan, menambahkan ingredients, meng-insert kata “baru” pada sampul dan kemasan, maka produk yang baru itu memiliki daya laku yang tinggi di pasar. Dalam dunia peradilan kata “baru” juga memberikan sebuah pengharapan bagi para pencari keadilan. Adanya *novum*, bukti yang baru memungkinkan dibukanya kembali sebuah kasus yang sudah dinyatakan ditutup, untuk kemudian diproses lagi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Ya baru, kebaruan, pembaruan senantiasa mengandung makna berpengharapan, terarah kedepan, berkonotasi kemajuan. Bahwa dalam realitasnya kemudian sesuatu yang baru itu ternyata tidak menghadirkan sebuah kebaruan substantif tetapi sebatas kebaruan kemasan dan bersifat kosmetik, disana ada persoalan terminologis. Jika ternyata kebaruan itu hanya terwujud dalam kata dan tidak dalam substansi dan action, maka pada titik itu telah terjadi ‘contradictio in terminis’.

Vaclav Havel menyatakan bahwa sebuah kata jarang sekali memiliki makna dan tujuan yang sama ketika diterapkan. Kata acap memberi cahaya kegembiraan yang besar tetapi kata juga dapat memberi cahaya kematian. Dalam perspektif Havel ambivalensi antara makna kata dengan perwujudan kata hampir selalu terjadi dalam kenyataan empirik. Yang verbal-tekstual tidak selalu mewujud pada tataran operasional.

Baca juga  Tempore Lenitum Est Vulnus Meum. Dalam Perjalanan Waktu, Luka-lukaku Sembuh

Tatkala kita umat kristiani mendengar ungkapan Pemazmur, untuk membekali kita memasuki Tahun Baru 1 Januari 2017 maka diingatkan ulang untuk melantunkan nyanyian baru bagi Allah, mengekspresikan komitmen baru yang lebih kuat kepada Allah karena hanya Dia kekuatan kita dan pelindung kita dalam menapaki Tahun Baru. Kondisi apapun yang akan kita hadapi kita tidak boleh takut karena Allah yang kita panggil Bapa dalam Yesus Kristus adalah Allah yang mengawal, mendampingi dan menuntun perjalanan kita menapaki Tahun 2017.

Tak peduli Tahun Ayam Api Di Tahun.2017. Tak peduli dengan prediksi meningkatnya terorisme, tahun 2017 kita masuki dengan penuh syukur dan sukacita karena Allah akan membimbing perjalanan kita disepanjang Tahun 2017.

SELAMAT TAHUN BARU 2017.
ALLAH BESERTA KITA. IMMANUEL!
God bless.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here