Injil Yesus Kristus Membarui Dunia (Bagian II)

0
629

Oleh: Merphin Panjaitan

Dimulai dengan Kejadian 1: 26-28.

Pemikiran manusia tentang martabatnya sendiri, yakni martabat manusia, telah berlangsung ribuan tahun. Sesuai dengan bukti tertulis yang bisa kita baca sekarang ini, dan yang berpengaruh besar dalam pemikiran dan kehidupan manusia, saya berpendapat pengakuan dan pemikiran tentang martabat manusia telah dimulai dengan Kejadian 1: 26 – 28: Berfirmanlah Allah: “Baiklah Kita menjadikan manusia menurut gambar dan rupa Kita, supaya mereka berkuasa atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas ternak dan atas seluruh bumi dan atas segala binatang melata yang merayap di bumi.” Maka Allah menciptakan manusia itu menurut gambar-Nya, menurut gambar Allah diciptakan-Nya dia; laki-laki dan perempuan diciptakan-Nya mereka. Allah memberkati mereka, lalu Allah berfirman kepada mereka: “Beranakcuculah dan bertambah banyak; penuhilah bumi dan taklukkanlah itu, berkuasalah atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas segala binatang yang merayap di bumi.”

V.Demokrasi.

Revolusi keagamaan Protestan membawa bersamanya sejumlah revolusi politik, yang menegaskan kemerdekaan kerajaan-kerajaan kecil dan negara-negara kota di Jerman yang secara de fakto berdaulat (walau resminya mereka masih merupakan bagian dari “Kekaisaran Romawi Bangsa Jerman”). Namun tidak disertai dengan revolusi sosial. Luther berpendapat bahwa Gereja Lutheran seharusnya tidak campur tangan dalam dunia politik. Menurut Luther, politik merupakan bagian dari wewenang sekuler di negara-negara Lutheran. Pandangan Calvin tentang hubungan antara gereja dan negara berbeda dengan Luther. Calvin menuntut agar pemerintahan negara-kota Jenewa dijalankan menurut standar Gereja. Persyaratan ini mengakibatkan pembuangan Calvin dari Jenewa pada tahun 1538. Namun pada tahun 1541, ia dipanggil kembali dengan sambutan hangat. Dan, sejak waktu itu hingga kematiannya pada tahun 1564, Calvin menjalankan pandangannya di Jenewa.

Demokrasi merupakan sistem pemerintahan negara yang paling bijaksana dan paling aman yang pernah ditemukan manusia, karena demokrasi merefleksikan paradoks manusia. Di satu sisi demokrasi menjunjung tinggi martabat manusia citra Allah, dan oleh karena itu demokrasi menolak pemerintahan negara tanpa persetujuan dari yang diperintah (rakyat). Tetapi di sisi lain demokrasi menyadari kecenderungan manusia berbuat buruk akibat dari kejatuhannya ke dalam dosa, dan oleh karena itu demokrasi menolak pemberian seluruh kekuasaan negara ke dalam tangan satu atau beberapa orang saja. Demokrasi menuntut dengan tegas pembagian kekuasaan negara, untuk melindungi manusia dari kecongkakan dan kebodohan mereka sendiri. Reinhold Niebuhr secara ringkas merumuskannya sebagai berikut: Kemampuan manusia berpikir dan berbuat adil, membuat demokrasi menjadi mungkin, dan kecenderungan manusia untuk berpikir dan bertindak tidak adil, membuat demokrasi menjadi keharusan. Demokrasi memperlihatkan pandangan alkitabiah, terutama dengan konsep Manusia citra Allah. Hal ini bisa dimengerti, karena persemaian demokrasi bertempat di Eropa yang Kristiani pada masa pasca Reformasi. Samuel P.Huntington dalam bukunya Gelombang Demokratisasi Ketiga menyatakan terdapat suatu korelasi yang kuat antara Protestantisme dengan demokrasi.

Demokrasi adalah pemerintahan seluruh rakyat, bukan sebagian rakyat, dan juga bukan sebagian besar rakyat. Rakyat secara bersama-sama memerintah diri mereka, dengan memilih sebagian dari rakyat menjadi penyelenggara negara. Dalam negara demokrasi semua warganegara ikut memerintah. Pemerintahan semua buat semua berarti mandat yang diterima seorang pejabat negara adalah mandat dari seluruh rakyat, bukan hanya dari pemilihnya saja, dan harus digunakan melayani rakyat seluruhnya. Negara tidak boleh menjadi alat dari satu atau beberapa kelompok masyarakat saja. Negara hanya tunduk kepada rakyat seluruhnya, dan dengan demikian negara dapat melayani rakyat seluruhnya dengan adil. Pemerintahan semua buat semua berarti pemerintahan negara bertujuan mewujudkan kebaikan bersama.

Dalam mempersiapkan kemerdekaan Indonesia ikut serta beberapa tokoh Kristen, antara lain: Mr. Johannes Latuharhary sebagai anggota Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI), anggota Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) dan Gubernur Maluku yang pertama; Mr. A.A.Maramis sebagai anggota BPUPKI; dan Dr. G.S.S.J.Ratu Langie sebagai anggota PPKI dan Gubernur Sulawesi yang pertama. Pada tanggal 17 Agustus 1945: Proklamasi Kemerdekaan Indonesia. Pembukaan UUD 1945 ditetapkan dalam Sidang PPKI pada 18 Agustus 1945, dan dalam sidang tersebut terjadi penghapusan tujuh kata dari draft sila pertama Pancasila, dan hasilnya sila pertama Pancasila berbunyi Ketuhanan Yang Maha Esa. Penghapusan itu adalah usulan para pejuang dari Indonesia Timur, dan banyak yang menyatakan orang tersebut adalah Ratu Langie.

VI.Ekonomi kehidupan.

Bumi selalu mampu menghidupi semua ciptaan, tetapi tidak akan mampu melayani keserakahan segelintir kaum tamak. Hidup berkecukupan di bumi ini akan terjamin dalam kehidupan bersama semua mahluk, tetapi ketamakan segelintir orang melupakan segalanya, kecuali nafsu menimbun kekayaan mereka sendiri. Ketamakan manusia menjadi ancaman bagi kehidupan semua mahluk, termasuk kaum miskin dan kaum tamak; dan juga menjadi ancaman bagi kelestarian bumi. Konsumsi yang berlebihan mendorong eksploitasi bumi melebihi kemampuan bumi untuk regenerasi, dan kondisi ini mengancam keberadaan manusia, mahluk hidup lainnya dan bumi itu sendiri. Pemanasan bumi dan berkurangnya keanekaragaman hayati adalah bukti kerusakan bumi; dan kemiskinan parah, pengangguran massal dan ketimpangan ekonomi adalah penderitaan manusia. Semua gejala ini memperlihatkan sistem ekonomi yang sedang berjalan tidak sesuai dengan kebutuhan manusia, mahluk hidup lainnya dan juga bumi.

Ekonomi pasar bebas mengakibatkan ketimpangan dan ketidakadilan ekonomi yang sangat menyakitkan dan memalukan. Kaum tamak semakin kaya dan kaum miskin tetap miskin dan menderita, sementara usmberdaya alam semakin tipis. Pada 2003, ada 7,7 juta orang memiliki kekayaan senilai 1 juta dollar AS atau lebih. Jumlah kekayaan mereka ini mencapai 28,9 triliun dolar AS, atau hampir tiga kali lipat produksi nasional AS pada tahun yang sama. Pada saat yang sama, 840 juta orang di seantero dunia kekurangan pangan dan 1,5 miliar hidup dengan kurang dari 1 dollar AS per hari. Penghasilan tahunan dari orang-orang terkaya yang berjumlah 1 % sama dengan penghasilan orang-orang termiskin yang berjumlah 57 %. Masalah lingkungan hidup, seperti pemanasan global, penipisan sumberdaya alam, dan hilangnya keanekaragaman hayati semakin parah. Diperkirakan dalam 20-30 tahun ke depan bumi akan kehilangan 30 – 70 % dari keanekaragaman hayati. Penganguran semakin merajalela dan mengancam mata pencaharian masyarakat luas. Kehidupan manusia dan bumi sudah sangat terancam.

Baca juga  Radikalisme: Antara Suriah dan Indonesia

Kenyataan pahit ini, adalah tantangan bagi gereja-gereja dan seluruh umat manusia untuk bersatu padu mewujudkan kehidupan bersama yang berkecukupan, manusiawi, damai, adil dan memuliakan Tuhan. Kehidupan yang sesuai dengan martabat manusia dan mendukung keutuhan ciptaan. Kesetiaan kita kepada Tuhan dan penghargaan kita terhadap kehidupan yang dianugerahkan-Nya, mengharuskan kita bergotongroyong menegakkan keadilan, memberdayakan kaum miskin, melepaskan kaum tamak dari perangkap ketamakannya, mengurangi ketimpangan ekonomi, dan melestarikan lingkungan hidup. Tuhan memanggil kita untuk menyesali ketamakan dan egoisme kita dengan memperbaiki relasi dengan sesama manusia dan ciptaan lainnya. Demi kelangsungan hidup bersama semua ciptaan, sistem ekonomi ini harus dikoreksi. Kecukupan, keadilan, solidaritas dan keutuhan ciptaan dijadikan pendorong utama perekonomian dunia. Perekonomian dan ekologi saling tekait, dan penghapusan kemiskinan tidak akan tercapai tanpa pelestarian ekologis. Dibutuhkan transformasi sistem ekonomi agar perekonomian bergerak ke arah penghapusan kemiskinan dan ketamakan, dan disertai dengan pelestarian bumi.

Forum Global Kemiskinan, Kesejahteraan dan Ekologi yang diselenggarakan di Bogor pada 18-22 Juni 2012 menghasilkan seruan aksi “Ekonomi Kehidupan, Keadilan dan Perdamaian bagi Semua”. Seruan aksi ini bertujuan untuk mengembangkan “gereja dan umat yang transformatif” dengan keberanian moral memberi kesaksian bagi spiritualitas keadilan dan pelestarian, serta membangun gerakan profetis bagi Ekonomi kehidupan.

Kritik terhadap ekonomi pasar bebas.

Ideologi yang mendasari, mempromosikan dan melegitimasi ekonomi pasar bebas adalah Neoliberalisme. Neoliberalisme membuat pemerintahan nasional tidak berdaya melindungi barang dan jasa publik, karena Neoliberalisme lebih mengutamakan pasar bebas yang mengalokasikan sumberdaya secara efisien dan meningkatkan pertumbuhan. Akibatnya, Neoliberalisme menghambat jalannya fungsi negara sebagai penyelenggara kesejahteraan sosial. Ekonomi pasar bebas berasumsi bahwa masyarakat adalah kumpulan individu-individu yang melayani diri sendiri. Individu dan perusahaan di motivasi oleh kepentingannya masing-masing dan setiap orang berhak memiliki sesuatu dan dapat memperjualbelikannya di pasar. Hanya mereka yang memiliki properti atau yang dapat berpartisipasi dalam kontrak yang berhak berperan dalam perekonomian. Pertumbuhan ekonomi melalui pasar bebas adalah yang terpenting, dan dengan itu kemiskinan dilenyapkan, pembangunan berkelanjutan dijamin, kesetaraan jender tercapai dan tujuan pembangunan milenium akhirnya tercapai. Pasar tenaga kerja yang di-deregulasi merupakan keharusan untuk menciptakan kerja dan kesempatan baru bagi pekerja dalam tatanan global yang kompetitif, dan kekayaan yang baru tecipta akan menetes kepada kaum miskin. Pasar selalu lebih efisien daripada negara, dan pemerintahan yang baik adalah pemerintahan yang membebaskan pasar dan membatasi kekuasaan dalam menentukan kebijakannya. Pasar bebas, perdagangan bebas, regulasi diri dan persaingan, membebaskan “tangan gaib” pasar demi kepentingan setiap orang. Integrasi ke dalam ekonomi global pada akhirnya akan menguntungkan setiap negara dan memberdayakan masing-masing individu, walaupun sebagian orang mendapat keuntungan yang lebih besar.

Kita percaya bahwa bumi dan segala isinya adalah pemberian Tuhan kepada semua ciptaan, dan oleh karena itu harus dikelola untuk kehidupan bersama dan keutuhan ciptaan. Ekonomi tidak boleh dijalankan hanya untuk melayani keserakahan segelintir kaum tamak menumpuk kekayaan. Sejarah memjadi saksi, pertumbuhan ekonomi yang digerakkan oleh pasar bebas sering tidak adil dan tidak berkelanjutan. Pertumbuhan ekonomi hasil kreativitas sebagian masyarakat, membuat yang kuat semakin kuat, sementara yang lemah terabaikan. Kenyataan ini menyangkal visi Injili tentang perhatian dan kepedulian kepada yang lemah, miskin dan terpinggirkan. Kekayaan yang menetes kepada kaum miskin juga sedikit, dan sebagian dari tetesan itu kembali lagi kepada kaum tamak, dan mengakibatkan ketimpangan ekonomi semakin dalam. Kenyataannya “pasar bebas” itu tidak terwujud, karena pasar dan modal sering dikendalikan untuk mempertahankan keuntungan maksimum pemilik modal. Perdagangan bebas dalam tatanan ekonomi global ternyata di banyak negara mengakibatkan banyak pengangguran dan kemiskinan. Pada akhirnya, ekonomi pasar bebas bermuara pada pengangguran massal, kemiskinan, ketimpangan ekonomi dan kerusakan lingkungan hidup. Ekonomi seperti ini lebih tepat disebut sebagai “ekonomi mengorbankan manusia”. Ekonomi seperti ini harus digantikan dengan ekonomi yang memberdayakan kaum miskin, menjamin kesejahteraan umum dan memelihara lingkungan hidup.

Ekonomi kehidupan bertolak dari pengakuan bahwa seluruh kehidupan ini adalah ungkapan kasih Allah, yang memberi kehidupan kepada bumi dari satu generasi ke generasi berikutnya, serta menjamin kelimpahan dan keanekaragaman. Kehidupan yang baik adalah kesetaraan, kerjasama, keadilan, saling berbagi dan kebaikan penuh kasih. Bukan kompetisi untuk memiliki kekayaan, pertahanan dan penimbunan senjata guna menjamin keamanan, atau kemampuan menguasai pihak lain. Keluhan rasa sakit ciptaan dan tangisan kaum miskin menyadarkan kitan betapa daruratnya ekonomi, sosial, politik dan ekologi sekarang ini. Ekonomi kehidupan membawa kelimpahan bagi semua; menuntut agar kelimpahan dikelola secara adil, partisipatif, dan melestarikan; mengedepankan semangat saling berbagi, solidaritas global, martabat manusia, cinta kasih dan keutuhan ciptaan; dan untuk seluruh komunitas bumi. Ekonomi kehidupan berpihak kepada kaum miskin. Lukas 4: 18-19: “Roh Tuhan ada pada-Ku, oleh sebab Ia telah mengurapi Aku, untuk menyampaikan kabar baik kepada orang-orang miskin; dan Ia telah mengutus Aku untuk memberitakan pembebasan kepada orang-orang tawanan, dan penglihatan bagi orang-orang buta, untuk membebaskan orang-orang yang tertindas, untuk memberitakan tahun rahmat Tuhan telah datang.” Matius 25: 35-36, 40b: Sebab ketika Aku lapar, kamu memberi Aku makan; ketika Aku haus, kamu memberi Aku minum; ketika Aku seorang asing, kamu memberi Aku tumpangan; ketika Aku telanjang, kamu memberi Aku pakaian; ketika Aku sakit, kamu melawat Aku; ketika Aku di dalam penjara, kamu mengunjungi Aku. ………Aku berkata kepadamu, sesungguhnya segala sesuatu yang kamu lakukan untuk salah seorang dari saudara-Ku yang paling hina ini, kamu telah melakukannya untuk Aku.

Baca juga  Perda Agama

Mengeluarkan kaum tamak dari perangkap yang menjeratnya.

Kaum tamak terperangkap dalam “lingkaran setan ketamakan”. Individu-individu dan perusahaan- perusahaan menimbun kekayaan, dan untuk menjamin keberlangsungannya, kekayaan memperbanyak dirinya sendiri berlipat ganda, dan proses ini berlangsung terus dengan jumlah kekayaan yang semakin besar, begitu seterusnya dan akhirnya lepas dari kendali pemiliknya. Timbunan kekayaan lepas dari kendali sipemilik, dan telah bermatomormose menjadi Mamon yang memperbudak kaum tamak pemiliknya. Kesimpulannya, yang berperan menjadi “setan” dalam “lingkaran setan ketamakan” adalah timbunan kekayaan itu sendiri. Dan oleh karena itu berhati-hatilah dengan timbunan harta, jangan sampai timbunan harta itu berubah menjadi Mamon. Ketamakan segelintir orang di muka bumi ini telah menimbulkan kemiskinan dan pengangguran massal, ketimpangan ekonomi, ketidakadilan, dan kerusakan bumi. Dengarlah peringatan Yesus Kristus yang disksikan dalam Lukas 12; 15: Kata-Nya lagi kepada mereka: “Berjaga-jagalah dan waspadalah terhadap segala ketamakan, sebab walaupun seorang berlimpah-limpah hartanya, hidupnya tidaklah tergantung dari pada kekayaannya itu”.

Dalam upaya mengeluarkan kaum tamak dari perangkap yang menjeratnya, dibutuhkan peranan negara dengan berbagai kebijakan, antara lain dalam mewujudkan pasar yang adil. Pasar sebagai tempat pertukaran barang dan jasa tetap kita butuhkan. Manusia adalah mahluk produsen sekaligus konsumen barang dan jasa. Individu dan perusahaan menghasilkan barang dan atau jasa tidak untuk memenuhi kebutuhannya sendiri, tetapi juga untuk dijual kepada pihak lain. Manusia membutuhkan pertukaran barang dan jasa, dan untuk kegiatan tersebut dibutuhkan pasar, dan pasar tersebut haruslah adil bagi semua.

Pasar yang kita butuhkan adalah pasar yang adil, bukan pasar bebas yang mengakibatkan kemiskinan, penganguran massal, ketimpangan ekonomi dan kerusakan ekologis, seperti yang terjadi sekarang ini. Pasar bebas ini harus diganti dengan pasar yang adil, dan kita sedang berjuang untuk mewujudkannya. Keadilan adalah kondisi dimana semua pihak mendapatkan haknya dan diperlakukan sesuai dengan martabat manusia. Manusia mendapatkan hak asasi manusia, warganegara mendapatkan hak warganegara, rakyat mendapatkan hak rakyat, para pekerja mendapatkan hak atas prestasi kerjanya dan sebagainya. Semua pihak berhak mendapatkan haknya, dan fungsi negara menjamin pemenuhan hak tersebut, karena untuk itulah negara didirikan. Manusia mendapatkan hak asasi manusia langsung dari Tuhan, dan negara bertanggungjawab dalam menjamin pemenuhannya. Ketidakadilan adalah perampasan hak suatu pihak oleh pihak-pihak lain.

Sebagaimana rakyat mengendalikan negara, rakyat juga perlu mengendalikan pasar, karena baik negara maupun pasar adalah alat milik rakyat, yang dengan sengaja dibuat untuk keadilan, keamanan, dan kesejahteraan manusia. Rakyat mengendalikan pasar, karena kalau tidak, pasar akan dikendalikan pihak lain, yaitu pengusaha besar dan atau pejabat negara untuk keuntungan mereka sendiri. Rakyat perlu mengendalikan pasar dengan maksud: Pertama, Pasar menjadi adil bagi semua pihak, baik produsen maupun konsumen. Ketersediaan dan harga bahan pangan pokok seperti beras dan susu, tidak boleh begitu saja diserahkan kepada pasar, karena bahan pangan ini harus selalu tersedia cukup di pasar, dengan harga yang adil, dilihat dari kepentingan konsumen maupun produsen. Oleh karena itu, negara harus ikut berperan dalam penyediaan bahan pangan tersebut dan penentuan harganya. Kebijakan publik harus bisa masuk ke dalam pasar; Kedua, Pasar dapat digunakan mendukung kemajuan bersama suatu bangsa dan seluruh umat manusia. Untuk ini, pasar terbuka untuk semua barang dan jasa, sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan, baik produsen maupun konsumen, dan kepada bangsa-bangsa terbelakang diberi waktu yang pantas untuk meningkatkan daya saingnya; Ketiga, Pasar berpihak pada orang-orang rajin, pekerja keras yang kreatif, dan bersamaan dengan itu menghukum para pemalas. Pasar memberi imbalan lebih banyak kepada pekerja keras, rajin dan kreatif sesuai dengan prestasi kerja mereka, dan kepada pemalas kesempatan hidup menderita, sebagai imbalan atas kemalasannya. Kondisi seperti ini diperlukan untuk mendorong semua manusia, hidup dan bekerja keras sesuai dengan martabat manusia.

Negara dan pasar harus bekerja melayani rakyat seluruhnya, dan oleh karena itu negara dan pasar harus berada dalam kendali seluruh rakyat, bukan pengusaha besar dan atau penguasa. Dengan pengendalian seperti ini, negara dan pasar bersedia melayani semua, termasuk warga masyarakat lemah dan miskin. Negara dan pasar harus dipisah, dan sampai batasan tertentu kedua pihak ini mempunyai otonomi, saling berinteraksi secara seimbang, damai, saling mempercaya dan adil. Negara dan pasar tidak boleh bersatu, karena kalau mereka bersatu, negara dan pasar akan mengabdi kepada penguasa dan pengusaha besar, untuk kepentingan mereka sendiri dan merugikan masyarakat. Persatuan negara dan pasar adalah persekongkolan antara penguasa dan pengusaha, dan persekongkolan ini akan melepaskan negara dan pasar dari kendali rakyat. Dalam kehidupan kenegaraan, agar rakyat dapat mengendalikan negara, kekuasaan negara harus dibatasi dan dibagikan secara seimbang dan saling mengawasi. Dalam kehidupan kemasyarakatan, kekuasaan pasar harus dibatasi dan dibagikan kepada jutaan produsen dan konsumen, yang saling bersaing. Hukum mengatur, membatasi, dan membagi-bagi, baik kekuasaan negara maupun kekuatan pasar.

Kecukupan bagi semua.

Tuhan menganugerahkan kecukupan bagi semua, bagi manusia serta mahluk hidup lainnya dan bagi bumi itu sendiri. Kita harus ingat doa yang diajarkan Yesus Kristus, yang disaksikan Matius 6: 9-13. Milik perorangan, termasuk milik kaum miskin adalah prestasi kerja seseorang, yang harus dihormati oleh masyarakat dan negara, dan tidak lepas dari fungsi sosial yang dijiwai semangat persaudaraan. Pemilikan alat produksi oleh kaum miskin menjadi sangat strategis, karena dengan alat produksi yang sesuai, kaum miskin dapat meningkatkan pendapatan melebihi kebutuhan sehari-hari, hingga mereka mampu menabung sebagian dari pendapatannya, dan kemudian meninggalkan kemiskinan. Pemilikan alat produksi oleh masyarakat termasuk kaum miskin juga dibutuhkan untuk mengimbangi negara yang kekuasaannya sangat besar. Interaksi politik yang seimbang antara negara dan masyarakat menjadi jaminan kuatnya kendali rakyat terhadap negara. Kaum miskin dengan alat produksi miliknya tidak tertinggal dari kelompok masyarakat lainnya dalam berinteraksi dengan negara, dan negara melayani rakyat seluruhnya, tanpa kecuali. Selanjutnya perlu diatur pemilikan alat produksi oleh buruh. Perusahaan perlu diharuskan menjual sebagian sahamnya kepada koperasi buruh, agar buruh ikut menjadi pemilik dari perusahaan tempat mereka bekerja dan berprestasi.

Baca juga  Menghadapi Ancaman Krisis Energi dan Pangan

Pengalihan faktor produksi kepada kaum miskin membutuhkan koperasi, sebagai badan usaha bersama yang dapat digunakan kaum miskin menjadi akses kesumber dana. Koperasi adalah usaha bersama yang dikelola secara gotongroyong untuk kesejahteraan bersama. Koperasi dijadikan sarana utama mendekatkan kaum miskin kesumber modal, dan untuk itu negara perlu membantu penguatan koperasi. Petani dapat memiliki lahan pertanian sendiri dengan pinjaman dari koperasi, demikian pula dengan nelayan yang saat ini tidak mempunyai kapal dan modal kerja. Koperasi nelayan sebaiknya memiliki usaha kapal nelayan dan pabrik pengolahan ikan. Kondisi yang sama diberlakukan juga bagi profesi yang lain. Sopir taksi dapat memilik taksi, pedagang kakilima memiliki tempat berjualan, dan seterusnya. Negara membantu penguatan koperasi antara lain dengan memfasilitasi pembentukan dan pemeliharaan koperasi dikalangan petani, nelayan, buruh, pedagang kecil dan berbagai profesi lainnya. Kemudian berbagai jenis koperasi ini mengumpulkan modal untuk membentuk bank yang akan melayani mereka, terutama dalam penyediaan faktor produksi. Ratusan atau bahkan ribuan koperasi tani membentuk Bank Tani Gotongroyong, dan bank ini meminjamkan dananya kepada petani untuk membeli lahan pertanian secara bergiliran. Ratusan koperasi nelayan bergotongroyong membentuk Bank Nelayan Gotongroyong, dan bank ini meminjamkan dananya kepada koperasi nelayan untuk membeli kapal penangkap ikan dan membangun pabrik pengolahan ikan. Ratusan atau bahkan ribuan koperasi buruh bergotongroyong membentuk Bank Buruh Gotongroyong, dan bank ini meminjamkan dananya kepada koperasi buruh untuk membeli sebagian saham perusahaan tempat mereka bekerja. Ratusan atau bahkan ribuan koperasi tani, nelayan, buruh dan sejenisnya bergotongroyong membentuk Bank Perumahan Gotongroyong, dan bank ini akan meminjamkan dananya kepada petani, nelayan dan buruh yang membutuhkan untuk membeli rumah secara bergiliran. Dengan menguatnya koperasi di seluruh wilayah Indonesia, perekonomian nasional akan tumbuh lebih cepat, merata dan adil; pengangguran dan kaum miskin berkurang; daya saing produksi nasional di pasar global meningkat; dan ketimpangan ekonomi berkurang; dan koperasi menjadi sokoguru perekonomian.

Gereja perlu berjuang agar negara ikut mengatur mekanisme berbagi rasa dan berbagi beban bagi semua kelompok masyarakat, dimanapun mereka tinggal. Hidup bersama dalam suatu negara dapat terwujud kalau ada kesadaran akan cita-cita bersama, kesetaraan, kebebasan dan toleransi, dan dijiwai oleh semangat persaudaran, sebagai suatu bangsa yang telah memilih hidup bersama. Dalam kehidupan kenegaraan, semua warganegara harus dapat berbagi rasa dan berbagi beban, langsung atau tidak langsung, agar kehidupan kenegaraan terwujud. Persaudaraan umat manusia harus terus dipelihara dalam semua bidang kehidupan, sebagai bagian dari penerapan martabat manusia demi kebaikan bersama. Semangat persaudaraan didasari pengakuan bahwa semua manusia bersaudara, dan pengakuan ini diwujudkan dalam perilaku:“semua bertanggung jawab untuk semua”. Semua warga dapat berbagi rasa dan berbagi beban. Dalam kehidupan ini, warga masyarakat yang kaya memberikan sebagian kekayaannya membantu yang miskin, sikuat menggunakan kekuatannya menolong silemah, penguasa menggunakan kekuasaannya membantu yang tidak kuasa, orang sehat mengurus yang sakit, dan orang hidup mengurus yang mati. Martabat manusia terpelihara dalam semangat dan sikap persaudaraan, karena persaudaraan ini menjadi jaminan bagi kelanggengan bangsa manusia dan kehidupan yang layak bagi semua orang, seperti bunyi suatu hukum tua: Orang yang mengumpulkan banyak tidak kelebihan, dan yang mengumpulkan sedikit tidak kekurangan, tetapi yang tidak mau bekerja janganlah ia makan.

Daftar Pustaka.

DGD, 2008, Globalisasi Alternatif Mengutamakan Rakyat dan Bumi, Jakarta, Penerbit PMK HKBP Jakarta
End, Th.van den, 2013, Ragi Carita 1 dan 2, Jakarta, Penerbit BPK Gunung Mulia.
Huntington, Samuel P.,1995, Gelombang Demokratisasi Ketiga, Jakarta, Penertbit PT Pustaka Utama Grafiti.
Locke, John, Two Treatises of Civil Government.
Lubis, Mochtar, Penyunting, 1994, Demokrasi Klasik dan Modern, Jakarta, Yayasan Obor Indonesia
Panjaitan, Merphin, 2013, Logika Demokrasi, Jakarta, Penerbit Permata Aksara.
……………………………., 2013, Dari Gotongroyong ke Pancasila, Jakarta, Penerbit Permata Aksara.
Paine, Thomas, 2000, Daulat Manusia, Jakarta, Yayasan Obor Indonesia.
Perserikatan Bangsa-Bangsa, 1948, Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia.
Rawls, John, 2006, Teori Keadilan,Yogyakarta,Penerbit Pustaka Pelajar.
Republik Indonesia, UUD 1945 dan Perubahannya.
Ruck, Anne, 2008, Sejarah Gereja Asia, Jakarta, PT. BPK Gunung Mulia
Siregar, Hetty, Editor, 2016, Mengaitkan Kemiskinan, Kesejahteraan dan Ekologi, Jakarta, Penerbit PMK-HKBP Jakarta
Stott, John, 2000, Isu-Isu Global, Jakarta, Yayasan Komunikasi Bina Kasih/OMF.
Toynbee, Arnold, 2004, Sejarah Umat Manusia, Yogyakarta, Penerbit Pustaka Pelajar.
Weber, Max, 1958, The Protestant Ethic and the Spirit of Capitalism, New York, Charles Scribner’s Sons.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here